Kamis, 13 Desember 2018

Usia Belasan


Banyak yang berkata masa paling indah adalah masa remaja, masa dimana kita sudah merasakan apa yang namanya cinta monyet, masa dimana kita sudah mempunyai perasaan terhadap lawan jenis, tapi seiring berkembangnya zaman dari masa ke masa masa, remaja itu bukan lagi masa terindah, bahkan saat ini anak kelas 1 SD pun sudah mengenal yang namanya pacaran dan cinta monyet, besarnya pengaruh media memberi banyak dampak kepada generasi penerus bangsa.
2004 adalah tahun dimana saya merasakan masa peralihan dari masa kanak kanak ke masa remaja, masa dari SD ke SMP. Tahun dimana saya menjadi seorang gadis. Di tahun yang sama saya pindah domisili dari soppeng ke sengkang untuk mondok. Pondok yang mengharuskanku tinggal di asrama karena jarak tempuh rumah dan sekolah lumayan jauh. Tinggal di asrama adalah hal yang sudah kusetujui sebelum akhirnya memutuskan sekolah di pondok pesantren. Aspuri yah Aspuri singkatan dari Asrama Putri merupakan tempatku bernaung bersama sekitar 100 anak-anak pondok yang lain. Asrama bertingkat tiga dengan ranjang bertingkat disetiap kamar yang ada di lantai satu, kasur melantai dilantai dua dan tempat jemuran dilantai tiga. Asrama tempatku menghabiskan tiga tahun masa SMPku bersama teman teman dan kakak serta adek kelas. Setiap kamar yang ada dibawah dihuni sekitar 10 orang anak dengan lemari yang dibawah sendiri dari rumah, yang disediakan hanyalah kasur serta tempat tidur dan televise kecil umum, ruang tamu di bagian paling depan, disusul kamar Pembina didekat ruang tamu dekat tangga serta kantin didepan ruang tamu dan kamar Pembina.
Sehari harinya kulewati waktu dari subuh sampai malam hari untuk belajar. Mulai dari bangun jam 4 untuk mandi dilanjutkan ke mesjid untuk sholat berjamaah serta pengajian subuh, pulang sarapan dan berangkat ke sekolah. Saya masih ingat jelas menu sarapan setiap paginya, nasi goreng atau nasi kuning berpasangan dengan kerupuk atau nasi putih berpasangan sama “bajabu” atau telur dadar tipis.
Dari pagi sampai siang kami menghabiskan waktu di sekolah, MTS As’Adiyah PI 1 Pusat Sengkang merupakan nama sekolah yang kutempati belajar, bangunannya bersambung dengan Mesjid Jami’ tempat para hafidz. Pada saat waktu Dhuhur tiba kami akan pulang turun ke tempat wudhu untuk mengambil air wudhu lalu sholat berjamaah. Sekitar jam 2 siang kami sudah pulang ke asrama, makan siang dan tidur, sorenya kami ke mesjid lagi untuk sholat ashar. Lalu pulang ke asrama santai santai hingga akhirnya sore hari kami mandi dan siap siap sholat maghrib berjamaah, lalu dilanjutkan pengajian sampai waktu isya tiba. Kami akan balik ke asrama setelah selesai sholat isya. Jadi kami sholat 5 waktu selalu berjamaah di mesjid. Sepulang sholat isya baru kami makan malam lalu lanjut belajar.
Di asrama ada bel yang selalu berbunyi di beberapa waktu, pertama untuk membangunkan santri asrama untuk siap-siap ke mesjid, kedua ada telefon umum yang berada di ruang tamu yang bertujuan menerima telefon dari orang tua serta aka nada piket yang bertugas menerima tamu dan telefon. Ketiga ada ketua asrama serta seksinya masing masing, ketua asrama bertuga mengontrol semua gerak gerik santri asrama, seksi seksi memiliki tugasnya asing masing. Seksi pendidikan akan mencatat sapa yang tidak belajar disaat waktu belajar sudah tiba di malam hari, seksi kebersihan mengontrol kebersihan, seksi ibadah mengontrol siapa yang tidak ikut sholat berjamaah serta seksi keamanan yang akan mencatat siapa yang tidak tidur diwaktu yang sudah ditentukan.
Kondisi kamar yang hanya dipisahkan tembok yang menjulang 3/4 memungkinkan kami bisa menjelajah ke kamar tetangga hanya dengan menaiki ranjang beringkat lalu berjalan diatas tembok lalu kami bisa sampai dikamar tetangga. Jangan pernah berfikir dengan adanya seksi seksi yang banyak itu kami bisa taati aturan, jika waktu pemeriksaan untuk belajar kai akan terlihat memegang buku, jika pemeriksaan tidur kami akan terlihat memejamkan mata tapi setelah ketua seksi sudah kembali kekamarnya kami akan ramai dan bergosip. Hukuman bagi yang melanggar aturan akan membersihkan got yang ada di depan asrama setelah sholat subuh. Tapi itu tidak membuat kami jera untuk melanggar aturan aturan yang ada. Kami seolah tak ada lelahnya, meski waktu tidur hanya 3-4 jam kami tetap semangat menjalani hari, meski kami harus terkapar disekolah pada saat jam kosong atau bahkan pada saat jam istirahat karena kurang tidur. Kami juga mempunyai kebiasaan menampung air di ember yang dibawa dari rumah sebelum tidur agar bisa leluasa mandi di pagi hari tanpa antri.
Pelajaran yang mesti kami pelajari pada saat di pesantren itu hampir 30 mata pelajaran, terbagi atas pelajaran umum 12 dan sisanya pelajaran Bahasa Arab, kedengarannya banyak sekali tapi kami tetap enjoy dan mampu belajar sebanyak itu. Jiwa muda menjadikan kami semangat dalam menjalani hari dan menghafal serta melakukan banyak aktifitas, melanggar banyak aturan dan ngeyel saat diberitahu. Akhirnya waktu 3 tahun telah usai dan menutup lembaran SMP dan harus melanjutkan ke jenjang selanjutnya ke SMK, 3 tahun waktu yang cepat dan menorehkan banyak cerita selama di pondok, sekarang teman teman adik serta kakak kelas sudah berada di jalur kesuksesanya masing-masing.
11 tahun kemudian, tepatnya di tahun 2015 suasana asrama saya temukan kembali, namun dalam bingkai yang berbeda, bukan lagi saya dalam status sebagai santri, tapi sebagai tutor English Camp di tanah Papua tepatnya di Kabupaten Teluk Bintuni. Suasana dan kondisi yang tak jauh berbeda, suasana asrama dan jiwa muda. Kalau dulu di Aspuri kami harus membayar 100 ribu untuk mendapat jatah tinggal dan makan sekarang kondisinya jauh berbeda, mereka mendapat makan mewah dan tinggal secara Cuma Cuma alias gratis dan semuanya ditanggulangi oleh Dinas Pendidikan. Kalau dulunya kami makan pas pasan sekarang makanannya mewah, dulu kami sarapan pagi bajabu’ dan telur dadar tipis disini mereka sarapan ayam, sosis dan ikan. Dulunya kami makan siang dengan telur rebus sepotong dan sayuran yang hanya rasa sayur dipenuhi air yang melimpah disini mereka makan siang ikan, telur utuh, ayam, udang, tahu tempe ditambah sayur yang berisi. Dulunya kami makan malam dengan bakwan atau  telur satu biji tempe disini mereka makan udang, soto, tiga tempe dicampur tahu. Dulu ketika kami tidak mau makan jatah kami bisa diberikan ke teman yang mau. Disini juga disediakan susu untuk mereka konsumsi untuk menambah gizi.
Kelengkapan fasilitas dan kemewahan yang disuguhkan ternyata tidak banyak menumbuhkan kesadaran bagi mereka untuk belajar giat, masih banyak yang ogah ogahan dan malas belajar, serta banyak mengeluh. Dulu meski dalam kondisi yang serba pas pasan kami selalu giat belajar dan menghargai tata krama serta adat istiadat meskipun tak jarang kami tidak disekolah karena kelelahan dan kurang tidur. Kami tetap semangat belajar puluhan mata pelajaran ditambah lagi pengajian setiap pagi dan malam dimesjid. Ternyata kemewahan bukan suatu jaminan orang akan belajar giat, malah hal itu membuat banyak orang terlena dan berleha leha karena mendapatkannya dengan cuma cuma tanpa perjuangan.
Persamaan yang paling menonjol yang kulihat adalah saat mereka ditegur bagai masuk ditelinga kanan keluar ditelinga kiri tak ada yang tinggal, saat disuruh tidur awalnya seolah pura pura tidur namun ketika sang penegur telah pergi mereka akan kembali rame lagi. Saya jarang menegur dan menyuruh mereka ini dan itu, karena saya pernah berada di posisi mereka dan saya tau bagaimana cara mereka menyikapi perintah dan teguran. Meskipun kutau akibat dari mereka begadang akan membuat mereka terlelap dikelas saat guru mereka menjelaskan. Usia belasan memang usia yang penuh semangat, tak mengenal lelah dan juga acapkali melanggar aturan dan tak mengindahkan perintah. Meski resikonya mereka akan mendapat hardikan, ceramah yang tak berkesudahan dari guru guru mereka.
Kubiarkan mereka menggapku seperti teman mereka agar tercipta hubungan emosional antara kami, meski kutau itu bertentangan dengan kemauan guru guru mereka yang ada disini yang mau kami berjarak dengan siswa. Dalam fikiran hemat saya dengan menganggap mereka seperti seorang teman itu akan lebih mudah untuk mengajar mereka dalam kondisi aktif, karena mereka tak akan ada rasa takut untuk bertanya ketika mereka tidak paham, akan mudah untuk menasehati mereka dan juga mereka akan leluasa bercerita apapun karena tak ada sekat guru dan murid, meski hal ini mendapat banyak teguran dan pertentangan dari banyak pihak. Saya akan tetap mengaggap mereka sebagai teman tanpa ada benteng besar yang menegaskan status antara guru dan murid. Karena saya pun seperti itu ketika saya dekat dengan seorang guru saya akan lebih cepat menangkap apa yang disampaikannya ketimbang guru yang saya takuti.
Teluk Bintuni, 05 Oktober 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...