Andai bisa
begini, andai bisa begitu, andai bisa ini itu senang sekali.
Hal yang paling jauh dipelupuk
mata adalah pengandaian, jika dan hanya jika. Sesuatu yang telah terlewati,
atau pun sesuatu yang tak mungkin kita gapai, atau bisa jadi sebuah penyesalan
masa lalu. Dan berujung dengan pengandaian, jika waktu itu saya begini, jika
waktu itu saya begitu pasti jalan ceritanya akan berbeda, jika dan hanya jika.
Ah ngomong apa sih, masih awal
udah absurd banget hihihi.
Saya tak pernah begitu serius menanggapi
sesuatu, saya berusaha untuk selalu mengambil sikap atas segala sesuatu yang
terjadi, dan belajar olehnya.
Saya mencintai kebebasan, saya
benci aturan, karena aturan selalu di identikkan dengan hukuman dan penilaian.
Penilaian itu mematikan, membunuh karakter, meciutkan kepercayaan diri.
Apa sih pentingnya sebuah penilaian?
Toh yang menjalani hidup dan tau apa yang kita butuh ya diri kita sendiri,
bukan orang-orang yang pintar berkomentar dan menjastifikasi itu.
Dulu, sejak kecil saya sering
bermain apapun itu. Tak peduli permainan itu biasanya digandrungi cowok atau
permainan cewek. Bagiku, tak ada yang benar-benar milik seseorang dengan
penguasaan gender. Saya bermain tali,
bermain kelereng, manjat pohon, berkelahi, main boneka, mencuri mangga, main
rumah-rumahan dari tanah liat, bermain minyak-minyakan dari pucuk daun kakao, main
layangan, bahkan pernah paha dan betis berlubang tertusuk paku karena bermain
sepeda cross bersama kakak. Semuanya kunikmati dengan senang hati dan penuh
bahagia, masa kecil yang indah dan saya sangat menikmatinya.
Untungnya dalam keluarga tak
pernah membatasi apapun yang saya lakukan. Orang tua memberikan kebebasan
bermain dan menikmati masa kecil.
Setelah beranjak dewasa,
persoalan demi persoalan mulai mencuat. Dunia dewasa benar-benar ribet dan
membingungkan. Banyak keterbatasan dan banyak larangan karena saya seorang
perempuan. Ah lagi-lagi penilaian masyarakat dan aturan norma adat istiadat
begitu mengungkung.
Andai saya dilahirkan bukan
sebagai seorang gadis, mungkin aturan yang banyak itu bisa saya terobos. Saya
bisa lebih memiliki banyak kesempatan untuk memilih dan dipilih. Saya mungkin
tak begitu mempersoalkan pernikahan di umur yang menjelang ¼ abad. Saya mungkin
akan enteng-enteng saja berpetualang dan tidur di emperan toko tanpa harus
ketakutan. Andai saja saya seorang cowok saya mungkin tak akan menjadikan beban
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sebelum menikah. Ah
lagi, lagi. Penilaian itu membatasi gerak langkah, mengungkung dalam penjara
emas.
Andai saja saya seorang cowok
mungkin saya lebih berkesempatan besar untuk menjadi seorang kurir ekspedisi
dan mengantarkan barang kesana kemari. Andai saja saya seorang cowok mungkin
saya bisa lebih enteng untuk mendaftar sebagai driver gojek. Lebih banyak
kesempatan mengantar orang kemana-mana dan membuka pembicaran, belajar banyak
dari kisah orang lain yang bercengkrama denganku diatas motor dalam perjalanan.
Tapi apa bisa dikata, saya
terlahir sebagai seorang wanita. Dengan kodrat dan aturan norma yang begitu
menjemukan, larangan ini itu yang begitu membatasi gerak langkah. Nikmati, syukuri, dan jalani serta
berdamailah dengan kenyataan. Kita bisa melanggar aturan yang dibuat
manusia, tapi kita tak punya kuasa untuk menolak takdir yang telah
ditetapkan-Nya.
04 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar