Pernah mendengar atau tidak pasar terapung yang menjadi ikon salah satu stasiun televisi yakni RCTI? Generasi 90-an atau generasi sebelumnya pasti familiar dengan pasar terapung ini. Ikon RCTI yang selalu muncul setiap kali peralihan dari satu program TV ke program TV berikutnya. Apalagi jika hari minggu tiba dan jatah kita menonton televisi bisa dari pagi hingga sore, dapat dipastikan ikon pasar terapung bisa beberapa kali kita lihat.
Ada yang tau tidak lokasi Pasar Terapung tersebut? Ya, lokasinya ada di Kalimantan Selatan tepatnya di Banjarmasin. Beberapa waktu yang lalu sekitar bulan Oktober 2019 saya bersama keluarga berkesempatan untuk jalan-jalan ke pasar terapung Lok Baintan yang berlokasi di Banjarmasin. Kebetulan pada saat itu saya sedang jalan-jalan ke Kalimantan dalam rangka kelahiran ponakan, sekalian saya mengajak keluarga untuk jalan-jalan dan menyaksikan langsung pasar terapung yang sangat terkenal pada jamannya.
Jarak antara rumah kakak saya yang berlokasi di Banjarbaru sekitar 1 jam lebih menuju ke Lok Baintan. Pada saat itu Kalimantan masih dikepung asap tebal yang terjadi akibat kebakaran hutan, jadi perjalanan kami ditemani tebalnya kabut asap yang membuat jarak pandang kurang dari 1 meter dan membuat kakak mengendarai mobilnya dengan sangat pelan. Pagi-pagi buta bahkan sebelum adzan subuh berkumandang kami sudah bersiap untuk berangkat, dan menunaikan sholat subuh di jalan. Menurut info pasar terapung tersebut hanya beroperasi hingga pukul 08.00 pagi. Saya pun kemudian mengecek validasi info tersebut di google dan ternyata ada perbedaan info, pasar tersebut beroperasi 3 jam, dari pukul 06.00-09.00
Meski kakak saya sudah tinggal di Kalsel belasan tahun tapi perjalanan ke pasar terapung pun baru pertama kali itu. Alasannya klasik, karena untuk menuju ke pasar terapung kita diharuskan berangkat pagi-pagi buta demi bisa menikmati suasana pasarnya yang ramai. Jadilah kami berangkat menggunakan bantuan maps dan sedikit informasi petunjuk arah dari kolega kakak saya.
Sekitar pukul 06 lewat beberapa menit kami sudah tiba di jembatan yang memiliki penanda jalan lokasi Pasar Terapung Lok Baintan, kami diberikan arah untuk belok kanan menuju lokasi pasar. Perjalanan masih sekitar 2 KM melewati pinggir sungai dan rumah penduduk dengan jalan yang hanya pas dilewati dua mobil kecil berpapasan.
Sepanjang jalan sudah kelihatan ibu-ibu yang mengendarai perahunya membawa barang yang hendak dijual. Di sepanjang sungai terdapat pula berbagai aktivitas warga, ada yang mandi, mencuci, dan beberapa aktivitas lainnya. Saya tiba-tiba teringat dengan kisah di buku Sepucuk Angpau Merah – Tere Liye yang menceritakan kehidupan orang-orang di sepanjang Sungai Kapuas.
Awalnya saya berpikir bahwa mobil akan sampai ke sebuah pasar yang ramai, namun ternyata kami harus berhenti di sebuah dermaga. Di dermaga tersebut sudah ada perahu beserta pengemudinya yang menunggu penumpang. Uang yang harus dikeluarkan untuk menikmati suasana pasar terapung menggunakan perahu yakni sebesar 100.000 dengan jumlah penumpang berapapun.
Bapak pengemudi perahu dengan sigap membawa kami membelah Sungai Tabuk menuju ke pasar terapung. Di kiri kanan perahu kami nampak pula ibu ibu yang juga menuju lokasi yang sama. Sekitar 15 menit kemudian bapak pengemudi perahu tiba-tiba mematikan mesin perahunya, ternyata kami sudah tiba di tujuan.
Ada rasa excited menikmati suasana tersebut. Transaksi terjadi dari perahu ke perahu. Penjual berada di perahunya masing-masing begitupun pembeli. Tak lama kemudian perahu kami dikepung oleh penjual yang menjajakan jualannya. Barang-barang yang dijual rata-rata hasil bumi, sayur dan buah-buahan. Buah-buah yang dijual banyak yang merupakan buah baru bagi saya, seperti jenis mangga yang tidak pernah saya lihat sebelumnya dan buah-buah yang saya sudah lupa namanya apa yang tak pernah saya lihat sebelumnya. Adapun barang lain seperti Soto Banjar, kopi, gorengan, pakaian ataupun hasil anyaman seperti tas belanja dan topi itu jumlahnya tak seberapa.
Oh iya, waktu itu saya dan keluarga ke Lok Baintan weekday sehingga penjual lebih banyak jumlahnya dari pada pembeli. Berbeda ketika weekend penjual jumlahnya lebih sedikit dibanding pembeli karena konon katanya penjual terbagi ke dua lokasi pasar terapung yang sama-sama berada di Banjarmasin. Karena waktu kami pergi penjual lebih banyak jumlahnya dibanding pembeli jadilah kami diserbu penjual bahkan ada yang naik ke perahu yang kami tumpangi. Hitungan kurang dari setengah jam kami sudah belanja sekitar 300.000 buah-buahan.
Meski terlihat agresif tapi para penjual itu sangat baik. Bahkan ada yang menawari saya untuk menumpang ke perahunya untuk sekadar foto-foto. Tapi akal jahat saya tiba-tiba beraksi. Seakan ada bisikan bahwa jangan-jangan ibu itu nanti akan membawa saya kabur. Sebuah pemikiran anak-anak yang sangat jahat hahaha. Jadilah saya tidak menerima tawaran berfoto di perahu ibu-ibu tersebut.
Kurang dari sejam kami sudah bertolak kembali ke dermaga. Alasannya, semakin lama kami tinggal semakin banyak yang kami beli, karena kami memiliki perasaan tidak enak untuk menolak tawaran dari para penjual yang sudah mengepung kami.
Sebuah pengalaman yang indah dan obat penasaran setelah bertahun-tahun hanya menyaksikan ikon pasar terapung dari layar televisi, kini bisa menyaksikan secara langsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar