Rabu, 24 Juni 2020

Berjarak Dengan Gawai

Bukan hanya dengan doi yang terkadang butuh jarak, dengan gawai pun harus punya jarak. Merubah sesuatu yang sudah menjadi sebuah rutinitas bukanlah hal yang mudah. Bayangkan saja penggunaan gawai yang biasanya dari buka mata hingga menutup mata sampai menghabiskan waktu berjam-jam dengannya lalu kemudian belajar untuk berjarak pasti bukanlah sebuah hal yang menyenangkan.

Karena menyadari telah menghabiskan banyak waktu dengan gawai, saya pun belajar untuk memaksa diri memberi jarak. Dulu saya menjadi orang yang begitu fast respon, saya bisa membalas chat hanya dengan hitungan detik yang artinya gawai itu jarang lepas dari tangan saya. Namun, makin kesini saya semakin menyadari karena terbiasa dengan gawai kehidupan di dunia nyata terkadang hambar. Bahkan mengobrol dengan orang pun tak sepenuhnya saya dengarkan, saya terlalu sibuk mengurusi orang yang jauh di sana dan mengabaikan orang yang berada di depan mata saya. Connect to disconnect. Selain itu, faktor kesehatan membuat saya yakin untuk berjarak dengan gawai, ya kesehatan mata dan waktu tidur saya terganggu.

Jika kebanyakan orang melakukan social media detox karena merasa teman-temannya toxic saya tidak merasakan demikian. Teman-teman yang saya ikuti di dunia maya adalah teman-teman yang sudah saya filter, teman-teman dunia maya saya adalah orang-orang yang saya kenal secara personal atau kontennya menarik untuk saya pelajari. Kalaupun toh ternyata ada satu dua orang yang toxic di sosial media saya tak segan-segan me mute postingannya agar tidak nyampah di timeline.

Salah satu alasan saya mulai berjarak adalah karena saya merasa saya telah menghabiskan waktu sangat banyak dan perhatian yang besar untuk mengurusi segala tetek bengek gawai, saya jadi tidak mindful mengerjakan apa yang sedang saya kerjakan, saya terlalu sering kehilangan fokus, dan yang paling parah saya banyak kehilangan waktu hingga deadline kerjaan maupun project kadang kelewat. Semua itu karena saya terlalu banyak waktu untuk sekadar berselancar tanpa tujuan yang jelas di dunia per-gawai-an.

Sekarang, semuanya saya batasi. Semua aplikasi sosial media saya berikan time limit jadi akan selalu menggunakan social media dengan efektif. Tidak lagi menghabiskan waktu terlalu lama hanya untuk sekedar scrolling karena kalau bablas scrolling yang kurang penting dampaknya saya saya akan mencapai time limit dan kemungkinan tidak memiliki waktu lagi untuk membalas atau membahas sesuatu yang lebih penting. Ibarat membuat artikel yang biasanya terbiasa berbasa basi hingga tulisan tembus ribuan kata lalu diharuskan untuk menulis yang singkat padat dan jelas hanya dengan ratusan kata itu akan menjadi sesuatu yang butuh perjuangan. Hahaha

Dulu sih sempat ikutan challenge yang dibuat oleh salah seorang teman. Challengenya adalah puasa sosial media, semua jenis sosial media termasuk youtube. Cuman bisa buka Whatsapp itupun dengan syarat tidak boleh membuka status. Tujuan challengenya untuk melatih diri pelan-pelan lepas dari ketergantungan sosial media. Awalnya sangat sulit, apalagi sudah terbiasa dalam berbagai kesempatan selalu mengakses sosial media tapi lama kelamaan akhirnya terbiasa juga, mengganti rutinitas mengakses gawai dengan membaca buku. Meskipun waktu itu cuman dapat 1 bulan berpuasa sosmed tapi itu sudah lumayan merupakan progress dan menjadi bukti kepada diri sendiri bahwa segala sesuatu bisa berubah jika dibiasakan. Semoga kali ini lebih mampu untuk komitmen menjaga jarak dengan gawai.  

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...