Selasa, 02 Juni 2020

Basa Basi

Kapan nikah? Udah hamil belum? Kerja di mana sekarang? Kapan selesai kuliahnya? Kamu gendutan ya. Kok kamu kurusan sih. Eh jerawat kamu kok makin banyak. Kamu makin hitam sekarang! Kita pasti familiar dengan kata-kata tersebut. Pertanyaan-pertanyaan dan penilaian yang sering dilontarkan oleh orang-orang yang akrab dengan kita maupun hanya sebatas kenal. Pertanyaan basa basi untuk memulai sebuah obolan.

Bisa gak sih pertanyaan atau pernyataannya gak usah basi. Kita gak pernah benar-benar tau kondisi mental seseorang hingga pertanyaan itu dilontarkan. Bisa jadi dia lagi berusaha mencari jodoh tapi memang belum saatnya dipertemukan. Bisa jadi dia lagi program hamil tapi memang belum rejekinya atau mungkin ada penyakit yang serius yang tidak untuk diceritakan ke semua orang. Barangkali dia sudah menyebar banyak lamaran kerja tapi belum ada yang nyangkut. Barangkali dia lagi stres menghadapi revisi yang tidak berujung. Pertanyaan-pertanyaan basa basi seperti itu bisa jadi malah makin membuatnya tertekan.

Untung ya kalau hanya bertanya. Tak sedikit orang yang menyambungnya dengan penghakiman. Kamu gak nikah-nikah sih soalnya standarmu terlalu tinggi. Kamu belum hamil karena kecapean kali makanya jangan terlalu sibuk. Kamu belum dapat kerja karena kamu terlalu pilih-pilih sih. Kamu gak lulus-lulus karena main terus. Tau gak sih penghakiman-penghakiman seperti itu, menyakitkan! Kita gak pernah benar-benar tau usaha seseorang. Kita gak pernah benar-benar tau kondisi ekonomi seseorang dan betapa dia harus menjadi salah satu tulang punggung keluarga. Kita gak pernah benar-benar tau barangkali dia memang memilih untuk tidak menikah atau tidak memiliki anak. Kita gak pernah benar-benar tau sudah berapa kali dia ditolak. Kita gak pernah benar-benar tau berapa kali dia sudah mengalami kegagalan. Kita gak pernah benar-benar tau betapa dia sudah jatuh bangun berjuang. Karena kita gak pernah benar-benar tau jadi kita pun tak punya hak untuk menghakimi pilihan dan kondisi seseorang.

Jangan sampai karena mulut pedas kita membuat mereka akhirnya salah pilih hanya untuk menyenangkan orang-orang yang peduli pun mungkin juga tidak. Bisa jadi pertanyaan-pertanyaan yang kelihatannya perhatian hanyalah kekepoan untuk memvalidasi asumsi-asumsi kita selama ini. Atau mungkin kepo hanya untuk bisa lebih bersyukur atas kondisi kita sekarang dengan melihat kenyataan ada orang yang lebih susah dari kita. Ah betapa piciknya kita, bahkan untuk bersyukur pun kita harus mencari orang yang lebih "susah" kehidupannya dibanding kita. Jadilah teman yang aman dan nyaman bukan teman yang menyebalkan. Jangan jadikan standar kebahagiaan dan kesuksesan yang kita punya membuat kita merasa memiliki hak untuk mendikte pilihan hidup seseorang.

Pertanyaan dan pernyataan kita mungkin bisa diganti dengan doa jika kita memang benar-benar peduli, atau bertanya kabar, atau memperkenalkan seseorang, atau menawarkan pekerjaan. Banyak kok hal-hal positif lain yang bisa dipilih. Hal-hal baik saja belum tentu bisa diterima dengan baik, apatah lagi jika memang sudah kurang baik. Candaan saja bisa disalah artikan jika kondisi seseorang sedang tidak netral, apatah lagi dengan kalimat-kalimat penghakiman.

Pasti ada aja yang komentar "lebay banget sih, gitu aja baper". Heii, berempati memang susah, bukan berarti karena kamu gak mengalami, rasa itu akhirnya tidak valid. Kita tak perlu merasakannya sendiri baru bisa menyadari kalau ternyata rasa itu ada.

"Tapi kan pertanyaan dan pernyataan itu biasa". Heii, karena saking biasanya dan selalu didengar berulang-ulang awalnya kita yang menanggapinya biasa aja akhirnya jadi kepikiran.

Katanya lagi, kita gak bisa mengontrol omongan seseorang yang bisa kita kontrol adalah respon. Iyaa memang benar, tapi aplikasinya gak segampang teorinya. Saya pribadi sih terkadang respon pun tak bisa saya kontrol jadi yang saya lakukan adalah menghindari orang-orang yang mulutnya menyakitkan. Kalau di sosial media kita juga bisa memanfaatkan fitur hide, mute, unfol bahkan block yang disediakan di sosial media. Kita bertanggung jawab atas kesehatan fisik dan mental kita. Reminder aja nih buat kita-kita, hentikan basa basi yang gak penting-penting banget itu, kita gak pernah tau saat bertanya basa basi kepada orang lain kondisi emosi orang tersebut lagi seperti apa, jangan sampai hanya karena basa basi membuat hubungan pertemanan dan kekerabatan kita dengan orang lain jadi renggang. Cheers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...