Kalau dibilang malas ya terkadang malasnya sampe ke ubun-ubun sampai ngerasa otaknya ngefreeze karena kelamaan gak digunakan. Kadang juga merasa males nulis tapi selalu aja ada dorongan yang mengajak untuk ayok nulis ayok nulis. Kadang memilih untuk rebahan seharian tapi ada aja ajakan untuk ayok bangun masak, ayok bangun membersihkan, ayok duduk di teras untuk sekadara ngobrol. Kadang males banget untuk bales chat tapi terkadang merasa kasian aja chatnya dianggurin, kembali memposisikan diri kalau chatku dianggurin kadang kesel gak karuan. Kadang mengeluh kepanasan, kedinginan, bosan, gak tau mau ngapain. Tapi selalu saja Allah seolah membalas keluhan tersebut dengan sebuah kejadian yang akhirnya membuat bersyukur.
Misal lagi ngeluh panas eh gak lama kemudian tiba-tiba turun hujan yang sangat deras, atau saat ngeluh kedinginan eh tiba-tiba panas begitu terik, saat sudah ngeluh bosan tak tau mau ngapain tiba-tiba ada aja teman mengirimkan sesuatu untuk dikerjakan. Seperti beberapa hari yang lalu tiba-tiba ada teman yang mengirimkan draft tesisnya untuk kureview, meski beberapa hari kuanggurkan akhirnya kubangun untuk membaca dengan saksama draft yang dikirimkan tersebut lalu kukoreksi, aku mengembalikan posisi tersebut ke posisiku beberapa waktu yang lalu saat masih berjibaku dengan dunia pertesisan, ada sebuah harap untuk dibalas dengan segera ketika memilih orang untuk kukirimkan draft guna untuk dikoreksi.
Di lain kesempatan aku mengeluh karena bosan gak ada kerjaan, tiba-tiba teman di kursusan mengajak untuk membenahi kursusan selama masa karantina di rumah, dibuatlah susunan rencana hingga akhir tahun yang padat merayap. Namun, hal tersebut terkadang juga masih kukeluhkan karena deadlinenya terlalu cepat. Di kesempatan yang lainnya project yang kurencanakan dengan teman-teman semangatku lagi menurun untuk lanjut membahas, tapi melihat antusiasme teman-teman aku juga kembali bersemangat untuk menjalani proses demi prosesnya, kembali kumenyadari bahwa segala sesuatu yang sudah dimulai dengan baik harus dijalani dan diakhiri dengan sesuatu yang baik pula, ini aku yang mengawalinya dan mengajak teman-teman untuk terlibat jadi aku pun harus belajar untuk menjaga semangat, emosi, dan hubunganku dengan teman-teman.
Aku gak mau juga menjadi orang yang toxic positivity memaksa diri ini untuk selalu bersyukur meski sedang berada di kondisi yang down. Tapi, saat sudah melampiaskan segala gunda gulana di hati, sudah mengeluh tak karuan, selalu saja merasa bahwa Allah memberikan kasih sayangnya dengan merangkulku kembali ke jalan-Nya, memberikan jawaban-jawaban dari keluhanku yang membuatku kembali bersyukur atas segala nikmat dan kenyamanan yang kumiliki.
Nikmat bernafas tanpa ventilator, hidup di rumah yang berdiri kokoh, makan makanan yang masih tersedia dengan begitu banyak di meja makan, menyaksikan keluarga yang sehat walafiat, masih bisa tidur di kasur yang empuk, dan memiliki waktu yang sangat luang untuk mengeksplorasi banyak hal. Selalu saja ada hal yang bisa disyukuri dari setiap menit yang dianugerahkan oleh Tuhan. Ketika terkadang terasa sesak di dada aku mencoba belajar untuk melatih pernafasan, berkali-kali menarik nafas yang panjang dan menghembuskannya perlahan, hal ini cukup banyak membantuku untuk kembali rileks.
Aku butuh waktu untuk terbiasa dengan kondisi sekarang dan belajar menerima dan berdamai dengan keadaan. Aku percaya bahwa dibalik sebuah kejadian akan selalu ada alasan terbaik yang melatarbelakanginya. Sekarang lagi belajar terus menerus untuk enjoy the moment.
Selalu saja ada rasa damai saat melihat pemandangan alam yang seperti ini, perpaduan hijaunya sawah dan cerahnya langit.
Selalu ada harapan akan hidup yang lebih cerah setelah pandemi ini berlalu, seperti layaknya langit yang cerah setelah awan hitam bergeser.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar