Sumber Pinterest
Beberapa hari yang lalu saat membuka instagram kulihat postingan Zaskia Adya Mecca yang tengah berbadan dua, saya kagum sekaligus kaget. Gilaaak, udah hamil untuk kelima kalinya aja dan lebih kaget lagi kok perutnya sudah besar aja padahal selama ini sama sekali tidak pernah memposting apapun tentang kehamilannya. Saya jarang melewatkan postingan Zaskia karena saya suka melihat aktifitas anak-anaknya yang selalu di posting di sosial media setiap saat.
Pagi ini saya menonton vlog yang dibuat oleh Zaskia membahas tentang kehamilannya, banyak moment yang sudah direkam dari proses kehamilannya tapi baru diposting setelah dia mempublish berita kehamilannya di instagram. Di akhir videonya Zaskia mengungkapkan bahwa dia sengaja tidak pernah memposting apa-apa tentang kehamilannya untuk memberi insight kepada orang-orang bahwa meskipun seseorang seringkali memposting tentang kehidupannya di sosial media bukan berarti orang-orang yang melihat dan menonton postingan tersebut menjadi lebih tau kehidupan orang yang ditonton. Banyak sekali hal yang tidak dipublikasikan dan disimpan sebagai bahan untuk orang-orang terdekat dan bukan konsumsi publik.
Yah, sosial media itu hanyalah media untuk bersosialisasi, sosial media itu adalah alat untuk bersosial. Kalau untuk bersosialisasi kita membutuhkan media, berarti disisi yang lain kita juga bisa berkomunikasi tanpa menggunakan media, ya itulah kehidupan nyata. Sesuatu yang dilihat di sosial media sama sekali tidak bisa disimpulkan sebagai keseluruhan kehidupan seseorang di dunia nyata. Orang-orang cenderung akan mempublikasikan sesuatu sesuai "kebutuhan pasar" a.k.a sosial media branding. Kehidupan itu layaknya sebuah rumah yang memiliki teras, ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dan kamar pribadi. Orang-orang sering membatasi kehidupannya dengan lingkaran kedekatan. Nah, sosial media terkadang hanyalah teras dalam hidup, yang ditampilkan pun terkadang hanyalah permukaannya saja dibalik banyaknya hal yang kita alami dan kita pikirkan.
Banyak yang nampak selalu bahagia di sosial media tapi belum tentu di kehidupan nyatanya demikian, sebaliknya banyak yang nampak selalu galau di sosial media namun belum tentu pula demikian. Sangat dangkal ketika penilaian kita di sosial media membuat kita menilai keseluruhan hidup seseorang hanya dari beberapa detik tangkapan kamera yang tanpa konfirmasi.
Sosial media itu bagai pisau kalau kata Gitasav, bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk memotong bawang, sayur, buah dan lain sebagainya tapi bisa juga dipakai sama penjahat untuk menikam korbannya.
Keputusan ada di tangan kita, mau memanfaatkan sosial media untuk memotong atau untuk menikam. Untuk berdaya atau menebar kebencian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar