Apa yang
terjadi saat ini? Apakah bumi sedang diuji? Atau manusianya yang sedang diuji?
Matahari masih berputar dan masih terbit dari timur, langit masih biru, awan
masih putih, daun-daun masih hijau menguning lalu berguguran, masih seperti
biasanya. Tapi apa yang terjadi kepada manusia? Manusia yang mengalami
perubahan yang drastis, pola hidup jadi berubah, kebiasaan baru tercipta,
norma-normal baru bermunculan.
Dalam hidup
akan selalu ada dua hal yang beririsan, sesuatu yang bisa kita control dan tidak
bisa kita kontrol. Covid-19 merupakan sesuatu yang tidak bisa kita kontrol dan
untuk sesuatu yang tidak bisa kita kontrol kita memiliki dua pilihan respon,
mengabaikannya atau terus memikirkannya. Saya memilih untuk mengabaikannya, berhenti
mengikuti berita tentang Covid-19. Hari ini tanggal 19 Mei yang artinya berita
tentang Covid-19 yang ada di Indonesia sudah memasuki bulan ketiga. Begitu banyak
pemberitaan yang menguras emosi hingga air mata, satu hal yang pasti kita
memiliki harapan yang sama “keluar dari pandemi ini dengan selamat dan sehat”.
Dalam menghadapi
masa-masa krisis ini akan selalu beragam rasa yang muncul. Seperti yang saya
alami, mulai dari biasa saja terus lama kelamaan merasa ada yang tak biasa
hingga kepikiran berlebih sampai sering pusing, sesak, dan mual. Hingga akhirnya
memilih untuk tidak melihat, mendengar, dan membaca berita tentang Covid-19
agar jiwa dan raga tetap sehat, sampai pada akhirnya berdamai dan menerima
bahwa Covid-19 itu nyata dan merupakan musuh tak kasat mata, sekarang kembali
biasa saja dan terbiasa dengan berita-berita yang ada mengenai Covid-19 serta
menerapkan pola hidup sehat.
Tahun ini
merupakan tahun yang penuh cerita. Jelas saja, ramadan tahun ini merupakan ramadan
yang beda dan tidak pernah terpikirkan bahkan dibayangkan pun tidak bahwa kita
akan melewati hari-hari di #rumahaja, tanpa simbol keagamaan di masjid yang
selama ini sering kita lakukan seperti tahun-tahun sebelumnya. Tak lagi ada daftar
masjid yang didatangi untuk menikmati takjil, tak ada lagi perdebatan untuk
datang tarawih ke masjid yang sholat 8 rakaat tapi lama atau sholat 20 rakaat
tapi cepat, tak ada lagi muda mudi yang jalan-jalan subuh selepas sholat di
masjid, tak lagi kedengaran suara pemuda yang dulu rutin membangunkan sahur,
tak lagi kedengaran suara riuh anak-anak berlarian di masjid ketika tarwih, tak
lagi ada gosip tentang Pak Ustadz yang cakep atau isi ceramah yang mengocok
perut, semuanya kita lewati dengan suasana yang berbeda.
Namun, satu hal yang terkadang membuat mata panas hingga hujan membasahi pipi ketika melihat energi kebaikan bekerja begitu luar biasa di tengah pandemi ini. Semua gotong royong saling bahu membahu, menguatkan satu sama lain, membantu orang lain meski keadaannya tidak lebih baik dari orang yang dibantu. Begitu banyak poster donasi yang digalang baik oleh individu maupun kelompok dan selalu dipastikan akan selalu saja ada orang yang menyumbang. Begitu banyak cerita driver ojol yang penghasilannya merosot karena adanya pandemi ini. Namun, disisi yang lain cerita mengharukan pun selalu ada saat konsumen memberikan persembahan terbaiknya untuk driver ojol yang tidak bisa bekerja #darirumah demi memastikan dapurnya masih tetap bisa mengepul, begitu banyak malaikat-malaikat yang berwujud manusia menyumbang dengan hal terbaik yang mereka mampu.
Ramadan kali
ini saya melewati hari-hari di kampung, moment
yang begitu langka. Ketika flashback pada
tahun-tahun sebelumnya, baru kali ini setelah 10 tahun terakhir saya
menghabiskan seluruh hari-hari saya di bulan Ramadan di kampung halaman. Tradisi
yang dulu sering kulihat saat usiaku masih belia ternyata masih dirawat dengan baik
oleh orang di kampung sampai hari ini. Suasana kekeluargaan dan kehidupan
sosial begitu terasa. Contoh kecilnya saat hendak berbuka puasa dapat
dipastikan di meja makan akan selalu ada makanan yang beragam yang merupakan
hasil dari pemberian tetangga, tradisi masak yang berlebih dan dibagikan ke
tetangga merupakan tradisi yang sangat langka dan sudah lama sekali tak kutemui.
Dari sisi
yang lain, perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat membuat
manusia yang memang diciptakan dinamis akan perubahan memanfaatkan berbagai
fasilitas yang ada untuk bisa saling berbagi. Kelas daring pun tersedia dari
berbagai topik dan beragam pembicara, orang-orang membagikan apa yang bisa
dibagikan, baik berupa materi maupun pengetahuan. Sesuatu yang langka bahkan
mungkin tidak akan pernah terjadi seandainya covid-19 ini tidak ada. Kita bisa
belajar dari berbagai sumber, konsultasi dengan berbagai macam orang dengan
latar belakang yang beragam, membangun jaringan nasional maupun internasional.
Everything happen for a reason. Saya
percaya bahwa meskipun masa-masa sekarang sulit dan sangat berat bagi sebagian
besar orang tapi selalu saja ada hal yang bisa disyukuri, selalu ada hikmah
dibalik setiap peristiwa. Sebagai manusia biasa yang bisa kita lakukan hanya
bisa berdoa dan berharap semoga ini segera berlalu dan kita semua bisa keluar
dari masa-masa krisis ini dan menjadi manusia yang lebih baik lagi. Manusia yang
sudah mengenal dirinya sendiri, manusia yang tau kelebihan dan kekurangannya,
dan yang pasti manusia yang terus memupuk dan menebar benih kebaikan dalam
kapasitas yang kita mampu lakukan.
“Tulisan
ini diikutsertakan dalam Blog Competition
“Ceritaku Dari Rumah” yang diselenggarakan oleh Ramadan Virtual Festival dari
Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar