Selasa, 19 Mei 2020

Ceritaku Dari Rumah


Apa yang terjadi saat ini? Apakah bumi sedang diuji? Atau manusianya yang sedang diuji? Matahari masih berputar dan masih terbit dari timur, langit masih biru, awan masih putih, daun-daun masih hijau menguning lalu berguguran, masih seperti biasanya. Tapi apa yang terjadi kepada manusia? Manusia yang mengalami perubahan yang drastis, pola hidup jadi berubah, kebiasaan baru tercipta, norma-normal baru bermunculan.

Dalam hidup akan selalu ada dua hal yang beririsan, sesuatu yang bisa kita control dan tidak bisa kita kontrol. Covid-19 merupakan sesuatu yang tidak bisa kita kontrol dan untuk sesuatu yang tidak bisa kita kontrol kita memiliki dua pilihan respon, mengabaikannya atau terus memikirkannya. Saya memilih untuk mengabaikannya, berhenti mengikuti berita tentang Covid-19. Hari ini tanggal 19 Mei yang artinya berita tentang Covid-19 yang ada di Indonesia sudah memasuki bulan ketiga. Begitu banyak pemberitaan yang menguras emosi hingga air mata, satu hal yang pasti kita memiliki harapan yang sama “keluar dari pandemi ini dengan selamat dan sehat”.

Dalam menghadapi masa-masa krisis ini akan selalu beragam rasa yang muncul. Seperti yang saya alami, mulai dari biasa saja terus lama kelamaan merasa ada yang tak biasa hingga kepikiran berlebih sampai sering pusing, sesak, dan mual. Hingga akhirnya memilih untuk tidak melihat, mendengar, dan membaca berita tentang Covid-19 agar jiwa dan raga tetap sehat, sampai pada akhirnya berdamai dan menerima bahwa Covid-19 itu nyata dan merupakan musuh tak kasat mata, sekarang kembali biasa saja dan terbiasa dengan berita-berita yang ada mengenai Covid-19 serta menerapkan pola hidup sehat.

Tahun ini merupakan tahun yang penuh cerita. Jelas saja, ramadan tahun ini merupakan ramadan yang beda dan tidak pernah terpikirkan bahkan dibayangkan pun tidak bahwa kita akan melewati hari-hari di #rumahaja, tanpa simbol keagamaan di masjid yang selama ini sering kita lakukan seperti tahun-tahun sebelumnya. Tak lagi ada daftar masjid yang didatangi untuk menikmati takjil, tak ada lagi perdebatan untuk datang tarawih ke masjid yang sholat 8 rakaat tapi lama atau sholat 20 rakaat tapi cepat, tak ada lagi muda mudi yang jalan-jalan subuh selepas sholat di masjid, tak lagi kedengaran suara pemuda yang dulu rutin membangunkan sahur, tak lagi kedengaran suara riuh anak-anak berlarian di masjid ketika tarwih, tak lagi ada gosip tentang Pak Ustadz yang cakep atau isi ceramah yang mengocok perut, semuanya kita lewati dengan suasana yang berbeda.

Namun, satu hal yang terkadang membuat mata panas hingga hujan membasahi pipi ketika melihat energi kebaikan bekerja begitu luar biasa di tengah pandemi ini. Semua gotong royong saling bahu membahu, menguatkan satu sama lain, membantu orang lain meski keadaannya tidak lebih baik dari orang yang dibantu. Begitu banyak poster donasi yang digalang baik oleh individu maupun kelompok dan selalu dipastikan akan selalu saja ada orang yang menyumbang. Begitu banyak cerita driver ojol yang penghasilannya merosot karena adanya pandemi ini. Namun, disisi yang lain cerita mengharukan pun selalu ada saat konsumen memberikan persembahan terbaiknya untuk driver ojol yang tidak bisa bekerja #darirumah demi memastikan dapurnya masih tetap bisa mengepul, begitu banyak malaikat-malaikat yang berwujud manusia menyumbang dengan hal terbaik yang mereka mampu. 

Ramadan kali ini saya melewati hari-hari di kampung, moment yang begitu langka. Ketika flashback pada tahun-tahun sebelumnya, baru kali ini setelah 10 tahun terakhir saya menghabiskan seluruh hari-hari saya di bulan Ramadan di kampung halaman. Tradisi yang dulu sering kulihat saat usiaku masih belia ternyata masih dirawat dengan baik oleh orang di kampung sampai hari ini. Suasana kekeluargaan dan kehidupan sosial begitu terasa. Contoh kecilnya saat hendak berbuka puasa dapat dipastikan di meja makan akan selalu ada makanan yang beragam yang merupakan hasil dari pemberian tetangga, tradisi masak yang berlebih dan dibagikan ke tetangga merupakan tradisi yang sangat langka dan sudah lama sekali tak kutemui. 

Dari sisi yang lain, perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat membuat manusia yang memang diciptakan dinamis akan perubahan memanfaatkan berbagai fasilitas yang ada untuk bisa saling berbagi. Kelas daring pun tersedia dari berbagai topik dan beragam pembicara, orang-orang membagikan apa yang bisa dibagikan, baik berupa materi maupun pengetahuan. Sesuatu yang langka bahkan mungkin tidak akan pernah terjadi seandainya covid-19 ini tidak ada. Kita bisa belajar dari berbagai sumber, konsultasi dengan berbagai macam orang dengan latar belakang yang beragam, membangun jaringan nasional maupun internasional.

Everything happen for a reason. Saya percaya bahwa meskipun masa-masa sekarang sulit dan sangat berat bagi sebagian besar orang tapi selalu saja ada hal yang bisa disyukuri, selalu ada hikmah dibalik setiap peristiwa. Sebagai manusia biasa yang bisa kita lakukan hanya bisa berdoa dan berharap semoga ini segera berlalu dan kita semua bisa keluar dari masa-masa krisis ini dan menjadi manusia yang lebih baik lagi. Manusia yang sudah mengenal dirinya sendiri, manusia yang tau kelebihan dan kekurangannya, dan yang pasti manusia yang terus memupuk dan menebar benih kebaikan dalam kapasitas yang kita mampu lakukan.

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Blog Competition “Ceritaku Dari Rumah” yang diselenggarakan oleh Ramadan Virtual Festival dari Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...