Sabtu, 09 Mei 2020

Overwhelmed


Istilah overwhelmed sudah lama digaungkan. Belakangan ini selama kita menjalani masa-masa #dirumahaja istilah ini semakin popular. Bagaimana tidak, banyak orang yang akhirnya mengalami overwhelmed. Kerja, belajar, dan ibadah dari rumah memberikan kita kebebasan untuk melakukan sesuatu tanpa batas waktu. Sehingga memungkinkan terjadi overwhelmed. Saya akan berbagi cerita mengenai pengalaman pribadi saya.

Selama #dirumahaja banyak sekali ditawarkan kelas-kelas gratis dan berkualitas. Sayang banget kan kalau dilewatkan, akhirnya saya mendaftar semua kelas yang saya lihat lewat di timeline sosial media, baik yang gratis maupun yang donasi, belajar sambil sedekah fikirku. Saya mengikuti kelas online 2-3 setiap harinya dengan materi yang beranekaragam. Hal tersebut saya lakukan kurang lebih sebulan terakhir ini, hingga akhirnya saya mengalami burnout.

Terlalu banyak input yang masuk dan sedikit output, saya mengibaratkan makan selama seminggu dan hanya boker sekali. Itu sungguh membuat burn out. Mood jadi gak karuan, sering marah-marah gak jelas, kesel entah kepada siapa. Setelah kucoba merenungi ternyata saya tidak cocok untuk mengikuti semua kelas, toh tak semua yang ada harus diikuti, tak semua yang berkualitas cocok dengan profil kita. Saya kemudian mencoba untuk membatasi maksimal 2 kelas dalam sehari itupun dengan topik yang sudah mulai saya kerucutkan. Dari bidang sosial, kepenulisan, dan pendidikan, sekali-kali saya mengambil kelas yang bertemakan bisnis karena saat ini saya mencoba untuk kembali membangun bisnis yang sudah lama saya tinggalkan.

Terlalu lama menggunakan gawai dan laptop sontak membuat mata dan telinga terdampak, mata yang seringkali perih dan tiba-tiba keluar air mata dan telinga yang mendengung karena keseringan menggunakan earphone. Belum lagi tubuh yang terkadang memberikan respon untuk berhenti.
Saya sebenarnya kerja di sebuah lembaga kursus yang fokus ke pengembangan softskill dalam bidang potensi akademik, seperti CPNS, TPA dan sekolah kedinasan. Dimana tempat saya berkerja tersebut memiliki musim waktu yang ramai dan sepi, karena adanya corona ini tempat kursus saya lumayan mendapat dampak yang besar, tak ada program yang jalan.  Otomatis saya tidak sibuk WHF seperti orang kerja pada umumnya, jadi waktu kosong yang ada saya gunakan untuk belajar dan upgrade soft skill. Jadi ini adalah beberapa alasan kenapa saya memiliki banyak waktu kosong untuk ikut kelas-kelas online.

Namun, sejak mengalami overwhelmed beberapa kali sekarang belajar untuk menentukan skala prioritas. Kelas apa aja yang diikuti, kapan mengambil kelas, dan kapan harus istirahat. Kalau kata Adjie Santosoputro tak semua waktu kosong itu mesti diisi. Produktif tidak sama dengan sibuk, kita tetap harus memberikan ruang dan waktu kepada fikiran dan tubuh kita untuk bisa istirahat.
09 Mei 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...