Istilah overwhelmed sudah lama digaungkan. Belakangan ini selama kita
menjalani masa-masa #dirumahaja istilah ini semakin popular. Bagaimana tidak,
banyak orang yang akhirnya mengalami overwhelmed.
Kerja, belajar, dan ibadah dari rumah memberikan kita kebebasan untuk melakukan
sesuatu tanpa batas waktu. Sehingga memungkinkan terjadi overwhelmed. Saya akan berbagi cerita mengenai pengalaman pribadi
saya.
Selama #dirumahaja banyak sekali
ditawarkan kelas-kelas gratis dan berkualitas. Sayang banget kan kalau
dilewatkan, akhirnya saya mendaftar semua kelas yang saya lihat lewat di
timeline sosial media, baik yang gratis maupun yang donasi, belajar sambil
sedekah fikirku. Saya mengikuti kelas online 2-3 setiap harinya dengan materi
yang beranekaragam. Hal tersebut saya lakukan kurang lebih sebulan terakhir
ini, hingga akhirnya saya mengalami burnout.
Terlalu banyak input yang masuk dan sedikit output,
saya mengibaratkan makan selama seminggu dan hanya boker sekali. Itu sungguh
membuat burn out. Mood jadi gak karuan, sering marah-marah
gak jelas, kesel entah kepada siapa. Setelah kucoba merenungi ternyata saya
tidak cocok untuk mengikuti semua kelas, toh tak semua yang ada harus diikuti,
tak semua yang berkualitas cocok dengan profil kita. Saya kemudian mencoba
untuk membatasi maksimal 2 kelas dalam sehari itupun dengan topik yang sudah
mulai saya kerucutkan. Dari bidang sosial, kepenulisan, dan pendidikan,
sekali-kali saya mengambil kelas yang bertemakan bisnis karena saat ini saya
mencoba untuk kembali membangun bisnis yang sudah lama saya tinggalkan.
Terlalu lama menggunakan gawai dan
laptop sontak membuat mata dan telinga terdampak, mata yang seringkali perih
dan tiba-tiba keluar air mata dan telinga yang mendengung karena keseringan
menggunakan earphone. Belum lagi
tubuh yang terkadang memberikan respon untuk berhenti.
Saya sebenarnya kerja di sebuah
lembaga kursus yang fokus ke pengembangan softskill
dalam bidang potensi akademik, seperti CPNS, TPA dan sekolah kedinasan. Dimana
tempat saya berkerja tersebut memiliki musim waktu yang ramai dan sepi, karena
adanya corona ini tempat kursus saya lumayan mendapat dampak yang besar, tak ada
program yang jalan. Otomatis saya tidak
sibuk WHF seperti orang kerja pada umumnya, jadi waktu kosong yang ada saya
gunakan untuk belajar dan upgrade soft
skill. Jadi ini adalah beberapa alasan kenapa saya memiliki banyak waktu
kosong untuk ikut kelas-kelas online.
Namun, sejak mengalami overwhelmed beberapa kali sekarang
belajar untuk menentukan skala prioritas. Kelas apa aja yang diikuti, kapan
mengambil kelas, dan kapan harus istirahat. Kalau kata Adjie Santosoputro tak
semua waktu kosong itu mesti diisi. Produktif tidak sama dengan sibuk, kita
tetap harus memberikan ruang dan waktu kepada fikiran dan tubuh kita untuk bisa
istirahat.
09 Mei 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar