Selasa, 12 Mei 2020

Mengelola Emosi

Tak ada emosi yang salah pun yang benar, pada dasarnya semua emosi itu netral. Yang salah adalah cara menyampaikan emosi. Emosi bukan hanya marah dan sedih, seperti yang sering kita dengar saat orang marah seringnya mengatakan “saya lagi emosi”, bahagia dan senang pun juga termasuk sebuah emosi.

Well, emotional intelligence kemudian menjadi sebuah soft skill yang banyak ditawarkan di platform dengan harga yang fantastis. Belakangan saya baru menyadari bahwa pengelolaan emosi memang sebuah PR yang harus terus dilatih. Dalam hidup akan selalu ada hal yang membuat kita emosi, namun kita memiliki kendali untuk meresponnya seperti apa. Sama halnya saat kita dikecewakan atau seseorang membuat kita marah, kita selalu memiliki dua opsi yang bisa kita lakukan. Membalas kekecewaan dan kemarahan tersebut atau kita mencoba berdamai dan meninggalkan sesuatu yang membuat kita emosi. Berdamai bukan berarti ignore bahwa emosi itu ada, melainkan menyadari bahwa kita memiliki emosi tapi kita mengelolanya dengan cara yang elegan. Melampiaskan emosi dengan cara yang “buruk” dapat dipastikan selalu berakhir penyesalan.

Saya ingin bercerita mengenai pengalaman yang saya alami kemarin, sehari sebelumnya saya merencanakan sebuah diskusi online via chat, semua sepakat namun saat diskusi tak semua bisa koperatif dan aktif diskusi, sejam pun berlalu tanpa hasil yang jelas. Kecewa? Pasti. Saya pun begitu emosional hingga kepikiran terus sampai pagi. Saya kemudian memilih untuk menuliskan emosi-emosi saya tersebut dalam sebuah tulisan, namun belum cukup membantu, saya kemudian bercerita ke orang-orang yang bisa saya percaya untuk melampiaskan kekesalan yang saya miliki, untungnya saya memilih orang yang tepat untuk bercerita. Teman yang mencoba merasionasilasikan emosi yang saya miliki hingga saya bisa berdamai dan menerima bahwa belum tentu apa yang saya fikirkan itu benar adanya. Oh iya seringkali ketika kita emosi begitu banyak asumsi-asumsi yang muncul di kepala yang belum tentu benar, baiknya ketika emosi kita menenangkan diri dan tidak langsung reaktif, ketika sudah tenang barulah membuka obrolan dan sebisa mungkin untuk mengkonfirmasi asumsi-asumsi yang sebelumnya gentayangan di kepala kita langsung ke orangnya.

Malamnya kami kembali diskusi dengan tim yang lengkap menggunakan video call. Diluar dugaan saya, semua sangat koperatif bahkan menyiapkan Power point dengan sangat niat beserta ide-ide yang bahkan tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya. Melihat hal tersebut saya malu sendiri dengan asumsi-asumsi dan emosi yang meledak-ledak sebelumnya. Dari kejadian tersebut saya belajar mengenai pola dari tim saya yang dominan cowok, mereka memiliki kebutuhan bicara yang terbatas dan tidak terlalu suka untuk berdialog melalui teks. Pantas saja saat diskusi via chat hampir semua nampak ogah-ogahan. Banyak hal yang saya pelajari dari kejadian ini, salah satunya bahwa saya tidak boleh selalu memposisikan diri dan karakter saya kepada mereka. Saya yang memiliki kebutuhan bicara tinggi, sering berbasa-basi, suka berdialog baik teks maupun melalui obrolan, ternyata tidak demikian dengan mereka. Pelajaran untuk kedepannya agar mencari media yang bisa menyatukan kami untuk mengekspresikan apa yang kami pikirkan.

Pengelolaan emosi merupakan hal yang sangat penting untuk dilatih, demi terciptanya hubungan yang harmonis antar keluarga, teman, maupun rekan kerja.
12 Mei 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...