Sabtu, 30 Mei 2020

Ketika Kita Bukan Siapa-Siapa

Sumber Pinterest
Ketika kita bukan siapa-siapa, masihkah kita dilihat sebagai manusia?
Ketika kita tak memiliki sederatan simbol prestasi yang bisa dibanggakan, masihkah kita dilirik untuk sekadar membagikan pengetahuan yang kita miliki?
Ketika kita tak memiliki simbol profesi, masihkah kita layak didengarkan?
Ketika kita berada di bawah garis kemiskinan, masihkah ada orang-orang yang sudi melihat kita sebagai manusia seutuhnya bukan hanya seonggok daging yang diberi nyawa?

Terkadang aku merasa tergelitik dengan kenyataan hidup, acapkali ajakan untuk berbagi, potensi untuk didengarkan, kemungkinan untuk dianggap teman atau keluarga selalu butuh simbol. Simbol prestasi, simbol pencapaian, simbol profesi, simbol agama, simbol jabatan, ataupun simbol kekayaan. Seakan keilmuan yang kita miliki, jabatan yang kita emban, kekayaan yang kita punya, prestasi yang kita raih harus selalu memiliki tolok ukur "simbol" yang valid baru dianggap layak untuk berbicara dan didengarkan.

Gelar, prestasi, jabatan dan status sosial terkadang bisa menjadi privilege untuk mendapatkan satu tiket kesempatan yang lebih baik namun tak jarang pula kumenyaksikan orang dengan sederetan gelar dan prestasi yang bisa dibaca, ketika berbicara tak lebih baik dibanding orang yang tidak memiliki daftar simbol yang membanggakan.

Layaknya sebuah Ijazah, hanya membuktikan seseorang pernah sekolah tapi tidak membuktikan isi kepala seseorang. Begitu juga dengan simbol keagamaan yang memperlihatkan seseorang tersebut agamis tapi tidak membuktikan kadar ketakwaan seseorang.

Kita tengah hidup di sebuah lingkaran dimana orang-orang begitu mengglorifikasi sebuah simbol yang berlabel "kesuksesan" dengan berbagai pencapaian, berasal dari institusi terkemuka, bertengger di singgasana kekuasaan, memiliki daya jual dari lembaga-lembaga yang ternama, dan lain sebagainya. Namun jarang melirik orang-orang yang tidak memiliki daya tawar simbol. Seakan simbol-simbol tersebut adalah harga pas yang tidak bisa ditawar lagi. Pengalaman hidup menjadi tidak berarti apa-apa jika tak dibuktikan dengan simbol yang disepakati dan bukan menjadi sesuatu yang valid untuk dibagikan sebagai sebuah pencapaian.


#renunganpagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...