Jumat, 01 Mei 2020

1 Mei 2020


Hari ini tanggal 1 mei 2020, artinya sudah 4 bulan kita menjalani tahun ini. Begitu banyak hal yang terjadi dalam 4 bulan terakhir. Virus corona, ya virus yang menjadi musuh nyata tapi tak kasat mata. Virus yang menjadi pandemi global yang sontak membuat pola hidup hampir semua orang berubah. Sudah hampir 2 bulan lamanya saya tinggal di rumah, gak kemana2. Semenjak berita corona mulai ramai di Indonesia. Dari pasien belum sampai seratus orang hingga sekarang sudah mencapai angka sepuluh ribu lebih, selama itu pula saya tinggal di rumah. Begitu beragam muatan emosi yang muncul semenjak di rumah aja. Mulai dari biasa aja, panik, khawatir, sedih, marah, bosan, hingga berantem sama adek sendiri pun sudah menjadi hal yang lumrah. Wabah yang sontak mengubah segala kebiasaan. Ketika pertemuan dianggap sebagai sebuah "bencana", maka pilihan di rumah aja adalah pilihan terbaik.

Entah kenapa, baru tahun ini saya tidak membuat resolusi apa-apa, tak ada target apa-apa. Membiarkan hidup mengalir mengikuti arus. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya yang penuh target dan list yang ingin dicapai. Tahun ini tidak sama sekali. Tahun-tahun sebelumnya setiap tanggal 31 Desember atau tanggal 1 Januari pasti riweuh untuk membuat list resolusi satu tahun kedepan, tapi tahun berbeda. Saya pun akhirnya menghubung-hubungkan bahwa mungkin saja kemalasan saya menulis resolusi beberapa bulan lalu itu karena ada hal yang tak terduga dan penuh ketidakpastian ini yang membuat saya tak bisa kemana-mana dan tak bisa apa-apa.

Flashback ke kegiatan beberapa bulan lalu, tepatnya awal tahun. Saat itu saya masih disibukkan dengan kegiagan di kursusan, setelah itu lanjut liburan tim ke Toraja, lalu ke Bulukumba, selanjutnya ke Jogja, Jakarta, dan Bandung. Semua kegiatan dan perjalanan itu rampung dalam hitungan 2 bulan. Setelah itu balik ke Makassar kembali tanpa ekspektasi apa-apa. Minggu kedua maret diumumkanlah bahwa virus corona itu sudah masuk ke Indonesia, sejak itu pula mendapat ultimatum dari orang tua untuk pulang ke kampung.
Selama hampir dua bulan berada di rumah, banyak hal yang bisa saya syukuri. Meski begitu, tak bisa saya elakkan saya terkadang mengeluh karena bosan dengan rutinitas yang itu-itu saja dan tak pernah ketemu orang baru. Jiwa ekstrovertku terkadang kambuh, meraung untuk dipuaskan dengan sebuah pertemuan dengan orang-orang baru dan kegiatan-kegiatan baru.
Salah satu hal yang saya syukuri dalam situasi seperti ini adalah tinggal di rumah sendiri artinya tak perlu pusing hari ini mau makan apa, alhamdulillah semuanya tersedia, sayur pun tinggal petik di belakang rumah, lauk pauk ada orang tua yang selalu menjadi donatur untuk belanja. Berkumpul kembali bersama keluarga dalam situasi hangat, mindfulness bareng keluarga tanpa pikiran harus kemana-mana dan buru-buru balik ke Makassar. Tersedianya banyak kelas online gratis yang tentunya berkualitas, saya tinggal memilih mau ikut yang mana sesuai dengan minat saya.

Namanya saja manusia ya, saya selalu berlindung dibalik manusia tak ada yang sempurna, manusia disamping bersyukur terkadang pun juga mengeluh. Keluhan akan rasa bosan tak bisa dipungkiri. Kadang ngeluh kapan sih semua ini berakhir, ingin hidup "normal" kembali. Meski belakangan saya kembali merenung sebenarnya definisi normal itu apa? Bisa jadi ketika ini berlangsung dalam waktu yang lama akan ada kehidupan “normal” baru yang akan terbentuk. Salah satu kepastian sekarang adalah ketidakpastian itu sendiri.

Rutinitas baru yang juga kubentuk adalah menyebar CV. Hahahah. Menjadi job hunter. CV yang saya kirim ke entah berapa NGO yang hasilnya hanya satu yangg merespon. Entah karena saya yang tidak qualified atau karena memang semua perusahaan lagi menunda proses rekrutmen.
Selain jenuh dengan rutinitas, kejenuhan juga muncul ketika membuka sosial media yang penuh kebencian, keluhan, cacian yang tak jarang membuat emosi saya juga meluap. Ketika sudah seperti itu pilihan terbaik adalah menyimpan gadget saya dan hidup secara nyata.

Cuap-cuap meluapkan muatan emosi di awal mei :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...