Hari ini tanggal 1 mei
2020, artinya sudah 4 bulan kita menjalani tahun ini. Begitu banyak hal yang
terjadi dalam 4 bulan terakhir. Virus corona, ya virus yang menjadi musuh nyata
tapi tak kasat mata. Virus yang menjadi pandemi global yang sontak membuat pola
hidup hampir semua orang berubah. Sudah hampir 2 bulan lamanya saya tinggal di
rumah, gak kemana2. Semenjak berita corona mulai ramai di Indonesia. Dari
pasien belum sampai seratus orang hingga sekarang sudah mencapai angka sepuluh
ribu lebih, selama itu pula saya tinggal di rumah. Begitu beragam muatan emosi yang
muncul semenjak di rumah aja. Mulai dari biasa aja, panik, khawatir, sedih,
marah, bosan, hingga berantem sama adek sendiri pun sudah menjadi hal yang
lumrah. Wabah yang sontak mengubah segala kebiasaan. Ketika pertemuan dianggap
sebagai sebuah "bencana", maka pilihan di rumah aja adalah pilihan
terbaik.
Entah kenapa, baru
tahun ini saya tidak membuat resolusi apa-apa, tak ada target apa-apa.
Membiarkan hidup mengalir mengikuti arus. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya yang
penuh target dan list yang ingin dicapai. Tahun ini tidak sama sekali.
Tahun-tahun sebelumnya setiap tanggal 31 Desember atau tanggal 1 Januari pasti
riweuh untuk membuat list resolusi satu tahun kedepan, tapi tahun berbeda. Saya
pun akhirnya menghubung-hubungkan bahwa mungkin saja kemalasan saya menulis
resolusi beberapa bulan lalu itu karena ada hal yang tak terduga dan penuh
ketidakpastian ini yang membuat saya tak bisa kemana-mana dan tak bisa apa-apa.
Flashback
ke kegiatan beberapa bulan lalu, tepatnya awal tahun. Saat itu saya masih
disibukkan dengan kegiagan di kursusan, setelah itu lanjut liburan tim ke
Toraja, lalu ke Bulukumba, selanjutnya ke Jogja, Jakarta, dan Bandung. Semua kegiatan
dan perjalanan itu rampung dalam hitungan 2 bulan. Setelah itu balik ke
Makassar kembali tanpa ekspektasi apa-apa. Minggu kedua maret diumumkanlah
bahwa virus corona itu sudah masuk ke Indonesia, sejak itu pula mendapat ultimatum
dari orang tua untuk pulang ke kampung.
Selama hampir dua bulan
berada di rumah, banyak hal yang bisa saya syukuri. Meski begitu, tak bisa saya
elakkan saya terkadang mengeluh karena bosan dengan rutinitas yang itu-itu saja
dan tak pernah ketemu orang baru. Jiwa ekstrovertku terkadang kambuh, meraung
untuk dipuaskan dengan sebuah pertemuan dengan orang-orang baru dan
kegiatan-kegiatan baru.
Salah satu hal yang
saya syukuri dalam situasi seperti ini adalah tinggal di rumah sendiri artinya
tak perlu pusing hari ini mau makan apa, alhamdulillah semuanya tersedia, sayur
pun tinggal petik di belakang rumah, lauk pauk ada orang tua yang selalu
menjadi donatur untuk belanja. Berkumpul kembali bersama keluarga dalam situasi
hangat, mindfulness bareng keluarga tanpa pikiran harus kemana-mana dan
buru-buru balik ke Makassar. Tersedianya banyak kelas online gratis yang
tentunya berkualitas, saya tinggal memilih mau ikut yang mana sesuai dengan
minat saya.
Namanya saja manusia
ya, saya selalu berlindung dibalik manusia tak ada yang sempurna, manusia
disamping bersyukur terkadang pun juga mengeluh. Keluhan akan rasa bosan tak
bisa dipungkiri. Kadang ngeluh kapan sih semua ini berakhir, ingin hidup
"normal" kembali. Meski belakangan saya kembali merenung sebenarnya
definisi normal itu apa? Bisa jadi ketika ini berlangsung dalam waktu yang lama
akan ada kehidupan “normal” baru yang akan terbentuk. Salah satu kepastian
sekarang adalah ketidakpastian itu sendiri.
Rutinitas baru yang
juga kubentuk adalah menyebar CV. Hahahah. Menjadi job hunter. CV yang saya
kirim ke entah berapa NGO yang hasilnya hanya satu yangg merespon. Entah karena
saya yang tidak qualified atau karena
memang semua perusahaan lagi menunda proses rekrutmen.
Selain jenuh dengan
rutinitas, kejenuhan juga muncul ketika membuka sosial media yang penuh
kebencian, keluhan, cacian yang tak jarang membuat emosi saya juga meluap.
Ketika sudah seperti itu pilihan terbaik adalah menyimpan gadget saya dan hidup
secara nyata.
Cuap-cuap meluapkan muatan emosi
di awal mei :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar