Setiap
hari lebaran selalu punya cerita masing-masing, apalagi saat sudah beranjak
dewasa. Mencari pengalaman dari satu tempat ke tempat yang lain. Bertemu dengan
orang yang berbeda-beda sudah pasti melahirkan nuansa yang berbeda pula.
Ied Adha 2015
Tahun
2015, saya berlebaran di Bintuni, Papua Barat. Waktu itu lagi ikut program
mengajar di salah satu sekolah di Bintuni. Baru kali itu merasakan lebaran
dengan nuansa yang jauh berbeda dari yang selama ini saya jalani. Suara takbir
samar terdengar di asrama. Di Bintuni memang jarang ditemui masjid, berbeda
dengan kota-kota lainnya. Maklum saja di sana mayoritas kristiani. Meski begitu,
sama sekali tidak mengurangi khidmat lebaran.
Berjalan
kaki sekitar satu kilometer menuju ke lapangan, tempat diselenggarakannya sholat
ied. Berangkat bareng teman mengajar dan anak-anak yang beragama islam yang memilih
berlebaran di asrama. Konyolnya lagi saya dengan sok gayanya memakai wedges
yang ternyata jalan yang ditempuh tidak dekat, alhasil kaki pegel-pegel.
Suasana
lebaran baru terasa sesampainya kami di lapangan, takbir terdengar dengan
lantang, serta suasana kampung halaman seolah hadir. Sebagian besar yang ada di
lokasi menggunakan bahasa Bugis, jadi persis dengan suasana lebaran di kampung.
Maklum aja ya, orang Bugis itu orang perantau jadi gak heran kalau ketemu
dengan sesama orang Bugis ketika berada di perantauan.
Sama
seperti prosesi lebaran pada umumnya, sholat ied didirikan, lalu dilanjutkan
dengan khutbah, selesai khutbah saling bermaaf-maafan lalu pulang ke asrama. Ketika
sampai di asrama kami bersegera memasak mie yang ada di dapur, lalu tak lama
kemudian ada panggilan makan di rumah guru. Gurunya rata-rata berasal dari Jawa
dan ada yang dari Madura. Merasakan suasana lebaran di perantauan.
Barulah
keesokan harinya kami masak-masak besar, kami kebagian daging kurban jadi bisa
nyate bareng anak-anak. Oh iya, anak-anak yang kristiani pun berdatangan ke
asrama jadi kami ramai-ramai nyate. Suasananya sangat hangat meskipun kami
minoritas. Merasakan indahnya toleransi. Dan anak-anak kompak membuat kami
merasakan kehangatan suasana rumah.
Banyaknya
stigma-stigma yang sempat saya dengar sebelum ke Bintuni luntur ketika saya
sudah berbaur dengan anak-anak, dengan masyarakat. Mereka sangat baik, sangat
toleran, dan sangat menghargai kami dalam menjalankan ibadah kami. Suasana hangat
yang sempat saya rasakan ketika berada di Bintuni membuat saya hingga detik ini
pun selalu rindu dengan suasana Papua, selalu sedih ketika melihat banyaknya
berita-berita rasisme yang terjadi di Papua, selalu panas mata ini saat
mendengar berita tentang Papua. Merasa begitu sayang dengan anak-anak di sana.
Makan di rumah Guru
Nyate di Asrama
Idul adha 2016
Tahun
2016 saya bersama keluarga lebaran di Makassar. Makassar adalah kota tempat
saya menghabiskan masa remaja. Saya baru tinggal di Makassar ketika sekolah
SMA, tepatnya pada tahun 2007. Keluarga besar tinggalnya di kampung halaman (Soppeng)
bukan di Makassar. Saat lebaran di Makassar suasana lebaran seperti biasanya.
Suara takbir terdengar di mana-mana. Namun, banyak tradisi yang tidak kami
lakukan. Seperti selamatan, silaturahmi ke rumah keluarga, pindah dari rumah ke
rumah untuk makan setelah sholat ied dilaksanakan.
Sepulang
dari sholat ied kami sekeluarga pulang ke rumah dan makan masakan yang sudah
dimasak malam sebelumnya. Setelah itu istirahat dan tidur. Kami jarang silaturahmi
ke tetangga saat lebaran di Makassar. Rata-rata orang pulang ke kampung halaman
setiap lebaran tiba. Sesuatu yang paling berarti adalah lebaran dan berkumpul
bersama keluarga.
Idul adha 2017 & 2018
Tahun
2017 & 2018, dua tahun berturut-turut saya lebaran di Jogja. Waktu itu
masih sementara kuliah. Dan libur lebaran idul adha liburnya hanya sehari, pas
hari H lebaran. Jadi tidak ada niat dan tidak kepikiran untuk pulang kampung. Disamping
itu memang mau merasakan suasana lebaran di perantauan.
Tahun
2017, lebaran pertama di Jogja. Lebarannya di masjid komplek, dekat dengan
kostan. Maklum waktu itu belum punya banyak teman, baru sekitar sebulan tinggal
di Jogja. Berangkat ke masjid bareng teman-teman kostan. Beruntungnya lagi saya
satu kostan kebanyakan mahasiswi dari Sulawesi. Jadi kami tetap berusaha
membangun suasana “rumah” meskipun jauh dari rumah.
Kami
berangkat ke masjid seperti biasanya ketika berada di kampung halaman dan
memasak masakan khas daerah untuk tetap menghadirkan suasana rumah. Saya
menyadari bahwa ternyata memang kita akan selalu merindukan sesuatu yang selama
ini sering kita jalani. Apalagi pada moment-moment spesial seperti lebaran. Waktu
di mana menjadi ajang kumpul keluarga.
Salah
satu hal lain yang kusyukuri ketika di Jogja saya punya ibu dan bapak kost yang
sangat baik. Berlaku selayaknya orang tua bagi kami. Setiap lebaran tiba ibu
kost tidak pernah absen memberikan kami makanan dan daging qurban.
Tahun
2018, lebaran idul adha kedua di Jogja. Saat itu saya sudah memiliki banyak
teman. Saya bersama teman-teman sholat di Lapangan Pancasila, di halaman Grha
Sabha Pramana UGM. Kami melaksanakan sholat idul adha seperti biasanya. Selepas
sholat kami pergi mencari makan. Di sepanjang jalan Kaliurang tersedia berbagai
makanan yang siap menemani hari lebaran kami. Siang harinya, kami berangkat ke Klaten.
Salah satu rumah teman kami. Di sana kami makan-makan dengan nuansa lebaran. Berbagai
jenis makanan lebaran khas Jawa dihidangkan.
Idul Adha 2019
Pada
tahun 2019 saya ikut ke rumah salah satu teman baikku ke Bekasi dan lebaran di
sana. Pada saat hari lebaran tiba kami berbondong-bondong menuju ke masjid. Rumah
teman saya berada di kampung jadi suasana kampung pun terasa. Masyarakat saling
kenal satu sama lain. Di kampung teman saya tersebut juga masih kental dengan
nuansa pesantren. Jadi saat selesai sholat kami satu persatu menyalami ibu
nyai, istri dari pak kyai, atau guru yang sangat dihormati di kampung tersebut.
Baru setelah itu saling bersalam-salaman satu sama lain.
Mungkin
karena waktu itu lebaran idul adha jadi suasananya tidak seramai dan seheboh
saat sholat idul fitri. Di rumah teman saya di Bekasi tersebut tidak ada acara selamatan
dan acara potong-potong ayam seperti yang biasa saya rasakan ketika di rumah.
Jadi ritualnya hanya lebaran lalu kami lanjut makan lontong sayur. Sesuatu yang
berbeda, pengalaman, dan cerita berbeda dari yang biasa saya temui ketika di
rumah. Satu hal yang unik yang saya depatkan ketika di Bekasi. Di rumah teman
saya tersebut ketika kami sudah pulang dari sholat ied, lalu dilanjutkan dengan
saweran. Sawerannya itu tuan rumah melemparkan uang koin dan permen yang
nantinya akan dipungut oleh orang-orang yang berada di sekitar rumah tersebut.
Siang
harinya, salah satu teman yang juga orang Sulawesi memanggil ke rumahnya untuk
makan. Rumahnya berada di Bogor. Jadi kami pun berangkat ke Bogor dan di sana
saya menemui nuansa rumah. Ada masakan konro, ada buras, ketupat, sate, dan
makanan khas Sulawesi. Sebenarnya bukan fokus ke makanannya sih. Tapi lebih ke
nuansanya. Ternyata sejauh apapun kaki saya melangkah, saya selalu merindukan
suasana rumah. kebiasaan yang selalu saya lakukan dan dapatkan ketika berada di
rumah.
Idul
Adha 2020
Meskipun
banyak hal yang tidak menyenangkan dengan adanya Covid-19 ini. Tapi banyak juga
hal yang bisa saya syukuri. Salah satunya karena adanya Covid saya akhirnya
tinggal di kampung halaman dalam rentan waktu yang cukup lama. Dan Alhamdulillah
berkesempatan untuk lebaran di rumah.
Suasana
lebaran yang sejak kecil saya dapatkan, dan memori tentang lebaran yang penuh
dengan “kehebohan” saya dapatkan kembali. Ini mungkin terlihat lebay, tapi
kenyataannya memang seperti itu. Di Sulawesi lebaran terkadang jadi ajang untuk
“bersolek”. Memakai pakaian dan mukenah terbaik. Pada saat lebaran tiba
berbagai model dan warna mukena dapat dengan mudah kita lihat. Sebagian besar
orang memakai mukena terbaiknya.
Kebiasaan
seperti ini yang membuat saya “jetlag” ketiga lagi di Bintuni. Karena terbiasa memakai
sesuatu yang terbaik saat lebaran jadi saat di Bintuni pun saya mencoba
melakukan hal yang sama. Jatuhnya konyol karena memakai wedges dan ternyata
harus berjalan jauh. Ketika di Jogja saya sudah menyesuaikan untuk biasa-biasa
saja karena mayoritas teman-teman juga biasa-biasa aja, tidak ada yang
berlebihan. Hahaha
Lanjut,
selain suasana lebaran. Sesuatu yang kadang saya kesalkan tapi dirindukan
ketika lagi jauh dari rumah adalah baca-baca
atau selamatan. Sehari sebelum hari lebaran atau pas hari H lebaran pasti
selalu ada tradisi mabbaca. Menghidangkan
begitu banyak makanan (ayam berbagai varian seperti manu’ likku, opor ayam, ayam goreng, telur rebus, sup, udang
goreng, ikan goreng, peco’, nasi, buras, sare’
settung, gogos) dan memanggil
para tetangga untuk datang makan.
Uniknya
lagi setiap rumah melakukan tradisi mabbaca
dengan varian makanan yang hampir sama. Jadi hari lebaran adalah hari di
mana kita akan silaturahmi di rumah para tetangga dan menyantap makanan yang
hampir sama. Suasana yang selalu saya rindukan setiap kali lebaran jauh dari
rumah.
Ini
adalah beberapa cerita lebaran di berbagai lokasi dengan rasa yang berbeda dan
tradisi yang berbeda.
Makanan lebaran
Oh
iya, karena pernah merantau jadi saya akhirnya bisa tau kenapa orang-orang
perantau biasanya bela-belain pulang kampung demi untuk berkumpul bersama
keluarga, meski harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Karena
pernah merantau saya akhirnya bisa menghargai tradisi dan suasana kebersamaan
ketika berada di kampung halaman dan berkumpul bersama keluarga. Ternyata sesuatu
yang hilang dan berbeda dari yang selama ini saya jalani rasanya pun nano nano.
Satu
hal yang saya gak bisa relate meskipun
sering diceritain oleh teman-teman adalah pertanyaan-pertanyaan menyebalkan
yang sering ditanyakan oleh keluarga dan tetangga. Kayak “kapan lulus, kerja di
mana, kapan nikah”? Alhamdulillah sih di kampung halaman saya bertetangga
dengan keluarga. Dan tidak ada yang pernah melontarkan pertanyaan-pertanyaan
yang sering dianggap menyebalkan. That’s why
saya selalu merasakan rindu sauasana rumah dan kampung. Karena suasananya
hangat dan tidak mesti merasakan dongkol di hari lebaran karena banyaknya
pertanyaan-pertanyaan basa basi.
Selamat
lebaran, selamat berkumpul bersama keluarga yang berkesempatan lebaran di
rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar