Sudah
hampir 5 bulan tinggal di rumah menghamba kepada pemerintah untuk tetap di
rumah aja, terkadang bosan, terkadang acak awut tak karuan. Karena aku masih
percaya bahwa monster tak kasat mata itu benar adanya. Aku tak pernah khawatir
dengan diriku sendiri, aku masih muda, aku tidak memiliki penyakit bawaan,
sistem imunku insyaallah kuat. Tapi aku khawatir dengan keluargaku, dengan
orang tuaku yang sudah memasuki usia ½ abad. Aku tak akan pernah memaafkan
diriku sendiri jika ada sesuatu yang terjadi dengan orang tuaku karena aku.
Bahkan
ke Makassar pun aku enggan, meskipun banyak teman yang mengajak untuk keluar
dengan dalih masyarakat sudah kebal korona. Ya, gapapa orang-orang itu merasa
kebal korona, aku gak, aku masih takut, aku akan tetap memilih di rumah saja
meskipun bosan melanda demi orang tuaku, demi keluargaku yang sudah tua.
Saban
hari aku melihat postingan @Ladrinaline di twitter. Sebuah thread yang membahas tentang salah satu sanak keluarganya yang
terkena Covid. Utasnya seperti ini “Beberapa
waktu ini bertanya is covid real or not? Sambil tetap di rumah dan jalanin protokol
covid waktu keluar. Sampe om gue sendiri positif dan malam ini meninggal karena
covid. Kata dokternya mungkin separuh atau lebih populasi manusia pernah kena
covid. Cuman karena imun berbeda, beberapa orang cuman demam/batuk ringan,
terutama yang muda dan gak ada penyakit bawaan. That’s why kita ini aman ketika
terpapar. Imun bisa ngelawan, tapi lain ceritanya ketika kita jadi carrier. Bawa
ke keluarga, ke ortu yang punya penyakit bawaan atau anak kecil yang masih
rentan. Merekalah yang terkena dampak paling besar. Ga ada yang mau jadi
penyebab sakit/kematian seseorang kan? Watching my uncle dying is the price for
me to finally realize that it is real. Sebuah thread yang singkat tapi lumayan besar memberikan pelajaran.
Tadi
pagi selepas sarapan mama mengajakku berbincang. Beliau bercerita dengan pelan
bahwa salah satu anggota keluarga yang sekarang berada di Makassar yang belakangan
diketahui sedang masuk rumah sakit ternyata dinyatakan positif Covid. Aku tersentak
mendengarnya. Apalagi kutau keluarga yang diceritakan tersebut sudah tua dan
memiliki banyak penyakit bawaan. Dan seperti ketakutanku tadi pagi, ya, sore
ini beliau dikabarkan meninggal.
Setiap
manusia sudah ditakdirkan untuk meninggal di waktu yang sudah dituliskan
oleh-Nya. Kita tidak bisa hanya berdalih kalau sudah waktunya meninggal ya
meninggal. Iya memang benar, tapi kita sebagai manusia diberikan kesempatan
untuk berikhtiar setelah itu baru memaksimalkan berdoa. Kita memiliki
kesempatan untuk menghindari sesuatu yang sudah kita ketahui sebelumnya akan
berdampak fatal yang tidak hanya membuat seseorang jatuh sakit tapi juga bisa
sampai meninggal, ya Covid 19. Monster kecil yang tak kasat mata tapi
mematikan.
Anjuran
di rumah aja harus tetap dipatuhi jika tidak memiliki kepentingan yang terlalu
mendesak untuk keluar rumah, tahan dulu untuk keluar rumah hanya karena dalih
bosan dan ingin mencari hiburan. Setidaknya kalau tidak peduli dengan
keselamatan diri sendiri, pedulilah dengan keselamatan keluarga. Kalau pun
terpaksa harus keluar demi untuk mencari nafkah tetap patuhi protokol kesehatan
agar bisa meminimalisir terpapar Covid. Jangan sampai jadi carrier,jangan menunggu ada salah satu anggota keluarga yang kena
baru sadar kalau Covid ini nyata adanya.
Meskipun
terkadang kesal dengan aturan pemerintah yang tidak tegas, anjuran di rumah aja
terus digalakkan tapi pemerintah juga tetap membuka tempat wisata, gapapa. Itu adalah
sesuatu yang gak bisa kita kontrol. Yang bisa kita kontrol adalah emosi dan hasrat
kita untuk keluar rumah. Sabar aja sedikit lagi, semoga ini semua segera
berlalu dan kita bisa keluar rumah tanpa beban dan ketakutan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar