Sabtu, 11 Juli 2020

Review Webinar Ayu Kartika Dewi vs Srili Jogja


Hari ini saya ikut kelas yang diadakan oleh Srikandi Lintas Iman Jogja berkolaborasi dengan Kak Ayu Kartika Dewi. Saya selalu senang ikut kelas yang pembicaranya adalah Kak Ayu, ini adalah kali kedua saya menulis ringkasan materi yang saya dapatkan dari kelas tersebut. Kak Ayu yang penuh antusias dan semangat mampu menularkan energinya kepada para mendengar yang bisa mendapat mood booster.

Oke, kali ini temanya tentang mindfulness leader saat pandemic. Meski pada realitanya berbicara banyak hal dan tidak fokus ke mindfulness leader.

Mindfulness itu apa sih? Jadi secara pengertian sederhana mindfulness adalah memperhatikan. Hadir di sini kini. Ilustrasi gambar yang diberikan saat kelas berlangsung tadi adalah seorang manusia dan anjingnya sedang berjalan menuju ke sebuah tempat yang terdapat pepohonan dan matahari. Si anjing tersebut hanya melihat pepohonan dan matahari tersebut, sedangkan si manusia melihat banyak hal karena dipikirannya sedang berkecamuk banyak hal entah yang sudah pernah dilalui atau yang sedang dipikirkan di masa depan. Manusia tersebut sedang mind full sedangkan si anjing mindful. Manusia pikirannya penuh sedangkan si anjing pikirannya sedang berada dalam keadaan saat itu juga.


Pernah gak sih pikiran kita begitu ramai? Kita memikirkan terlalu banyak hal. Sesuatu yang terjadi di masa lalu, atau kita sibuk menerka sesuatu di masa depan yang belum tentu terjadi. Akibatnya apa? Akibatnya kita terkadang kelelahan, karena pikiran kita berjalan kemana-mana dan tidak memusatkan perhatian pada keadaan yang terjadi saat itu juga.

Kesuksesan kita dalam pekerjaan dan hubungan bergantung pada kemampuan kita untuk merespon secara efekti, bukan bereaksi secara otomatis. Menurut Viktor Frankl, “Di antara stimulus dan respon terdapat sebuah jeda. Di dalam jeda itu, kita punya kekuatan untuk memilih respon. 

Tanpa mindfulness kita akan langsung reaktif setiap mendapatkan stimulus. Contohnya saat kita disakiti kita akan langsung bereaksi entah itu membalas menyakiti atau marah. Dengan mindfulness kita bisa menyaring terlebih dahulu sebelum merespon, stimulus – mindfulness (sadar + analisis) – pilihan – respon. Contoh yang Kak Ayu berikan, jadi dulu Kak Ayu pernah kerja di sebuah kantor yang tempat kerja pegawai satu dengan yang lain itu berdampingan. Salah satu rekan kantor Kak Ayu anggap saja namanya Budi, dia meminjam gelas salah seorang pegawai lain anggap saja namanya Ani. Namun, si Budi ini setelah menggunakan gelas tersebut dia tidak langsung mencuci. Ani si pemilik gelas ingin menggunakan gelas tersebut dan meminta Budi untuk mencuci gelas yang sudah dipakenya. Respon Budi “Mencuci kan tugas perempuan”. Kak Ayu yang mendengar tersebut berarti dia mendapatkan stimulus, dia punya banyak pilihan reaksi (mau marah ke Budi, menggampar, keluar ruangan, diam saja, atau memberitahukan ke Budi bahwa tindakannya itu salah). Nah, Kak Ayu memilih respon yg terakhir, memberitahukan ke Budi bahwa itu adalah sesuatu yang salah meskipun bercanda dan meminta Budi untuk meminta maaf ke Ani lalu mencuci gelas tersebut. Apa setelah kejadian tersebut membuat Budi lebih baik? Belum tentu. Tapi apa hal itu membuat Kak Ayu lebih baik? Pasti. Karena dia sudah memilih respon untuk menyuarakan kebenaran.  

Mindful itu tidak berarti harus selalu positif. Tapi memikirkan secara sadar apa yang ingin dilakukan. Contohnya saat antrian kita diserobot, ya kita secara sadar bisa menegur orang yang menyerobot itu karena telah merampas hak kita. Contoh lain, saat dua orang ibu dan anak sedang berjalan dan tiba-tiba dicolek orang tak dikenal, responnya tidak hanya menerima saja. Responnya bisa macam-macam, bisa langsung memukul orang tersebut meskipun akibatnya akan dipukul balik, atau berteriak minta tolong.

Mindful juga tidak berarti tidak merasakan emosi. Emosi itu tidak bisa dikontrol, yang bisa dikontrol itu adalah aksinya. Contohnya, Kak Ayu pernah mendapat hate speech di sosial media. Hate speech itu merupakan stimulus. Setelah mendapat hate speech tersebut ada berbagai macam emosi yang dirasakan oleh Kak Ayu, marah, tersakiti, dan bingung kenapa ada orang yang sampai memiliki kebencian yang seperti itu. Ada berbagai macam respon juga yang bisa dilakukan, membalas dengan mencaci maki, mendiamkan, atau memblok. Dan Kak Ayu memilih untuk mendiamkan agar tidak melukai diri sendiri lebih dalam dan tidak melukai orang lain juga. Apa setelah mendiamkan emosinya jadi hilang? Ya tidak. Emosi itu tetap ada, emosi tidak bisa ditolak maupun dihilangkan. tapi, kita bisa melatih otak kita untuk mengelola emosi tersebut.

Selanjutnya diberikan ilustrasi ember yang berisi air. Lalu diberikan pertanyaan gimana supaya air di ember tersebut gak tumpah? Nah jawabannya ada dua. Perbesar ember dan kurangi air dalam ember tersebut. 

Ember itu adalah kapasitas mental kita. Perbesar ember dengan cara meditasi. Dan mengurangi air dengan mengelola stress. Gimana nih caranya? Meditasi. Meditasi bisa dilatih dengan berlatih bernafas. Kenapa bernafas itu penting? Karena nafas adalah gerbang yang menghubungkan antara tubuh dan batin. Latihan nafas bisa dilakukan dengan metode 4-7-8. 4 detik menarik nafas, 7 detik menahan nafas, dan 8 detik menghembuskan nafas. Lakukan latihan nafas ini 2 kali sehari dan setiap kalinya maksimal 4 siklus untuk bulan pertama dan untuk bulan kedua bisa 4 kali dengan maksimal 8 siklus setiap kalinya, agar tidak over dosis.



Sedangkan untuk mengurangi air di ember bisa dengan pengelolaan stress. Membuat matrix seperti gambar di bawah ini.
Setiap sebelum tidur bisa membuat kebiasaan baru ini. Menulis catatan syukur dan meditasi selama 10 menit. Apa sih manfaatnya membuat catatan syukur? Dengan menulis catatan syukur kita melatih otak kita untuk mengingat dan mensyukuri hal positif yang kita dapatkan, karena otak kita selama ini selama belasan bahkan hingga puluhan tahun sudah terbiasa memikirkan hal-hal negatif. Analoginya ketika ke hutan dan menemukan 999 makanan sehat dan 5 makanan beracun mana yang akan kita ingat? Jawabannya pasti yang lima kan. Sama dengan hidup kita, kita terkadang terfokus dengan hal-hal buruk yang kita dapatkan sedangkan banyak hal-hal baik yang kita dapatkan tapi jarang kita syukuri. Dengan menulis catatan syukur ini akan membantu otak kita agar bisa terlatih bersyukur.

Tau gak sih Indonesia itu masuk top 10 negara dengan depresi dan kecemasan tinggi. Urutan ketujuh dengan depresi tinggi dan urutan kelima dengan tingkat kecemasan yang tinggi. Kenapa? Karena faktor ekonomi yang meningkat. Belanja, traveling dan barang mewah yang meningkat. Semua orang pakai sosial media. Membandingkan diri dengan orang lain. Akhirnya depresi dan kecemasan meningkat. Semakin sering membandingkan diri semakin menambah stress dan anxiety. Jangan bandingkan diri dengan orang lain karena perjalanan setiap orang berbeda. Pakai sosial media dengan bijak dan mindful.


Terakhir. Apa hubungan mindfulness dengan kepemimpinan? Ada korelasi positif antara pemimpin yang mindful dengan kepuasan yang dipimpin. (Arendt, Johannes F. W., et al. “Mindfulness and leadership: Communication as a behavioral Correlate of Leader Mindfulness and its Effect on Follower Satisfaction.” Frontiers, Frontier, 11 Mar 2019, www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2019.00667/full). Pemimpin yang mindful seperti air yang mengalir di setiap situasi, di mana dia dapat merespon perubahan dengan baik. (Beekum. Servaas. (2016) Mindfulness and Leadership: A Critical Reflection. Business and Management Studies. 2. 10.11114/bms. V2i1. 1190).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...