Sekitar
2 hari yang lalu saya ikut kelas yang diadakan oleh hersphere bekerjasama dengan perempuan gagal, pembicaranya adalah
Kak Ayu Kartika Dewi yang merupakan Co-founder
dari perempuan gagal. Selalu senang sih ikut kelas yang pembicaranya adalah
Kak Ayu, energi positif dan semangatnya selalu menular. Ini kali kesekian saya
mengikuti kelasnya Kak Ayu dan setelah selesai kelas selalu merasa dapat energi
dan semangat serta insight. Karena
merasa banyak hal yang bisa saya petik dari kelas tersebut, rasanya sayang jika
saya menikmatinya sendiri dan tidak menuliskannya dalam sebuah catatan.
Kegagalan,
sesuatu yang sangat tabu untuk dibicarakan, seakan orang yang mengalami
kegagalan adalah orang yang paling menyedihkan sehingga banyak yang menyimpan
sendiri kegagalan tersebut, yang ditampilkan hanyalah sisi bahagia dan kesuksesan,
tak ayal hal tersebut membuat banyak orang merasa insecure dan beranggapan bahwa hidupnya paling susah jika belum
mencapai keberhasilan atau kesuksesan yang selama ini dilihatnya, baik di dunia
nyata maupun di dunia maya. Seminar-seminar motivasi pun berjamur dan sangat
ramai oleh peserta, yang diceritakan adalah langkah menuju sukses, jarang
sekali yang mau bercerita tentang kegagalan. Kegagalan pun menjadi untold story.
Perempuan
gagal lahir dari ketabuan itu, menyingkap sisi-sisi yang selama ini jarang atau
bahkan tidak pernah diceritakan. Mengungkap bahwa kegagalan adalah sesuatu yang
biasa dan bisa dialami oleh siapapun, tak peduli status sosial, tak peduli
strata pendidikan, tak peduli bagaimana tampilan fisik, semua orang pasti
pernah mengalami kegagalan.
Dalam
sesi tersebut Kak Ayu bercerita sangat antusias mengenai banyak hal, nampak
energinya sangat penuh dan siap ditularkan kepada siapapun yang mendengar.
Berikut
akan saya tulis beberapa insight dari
kelas tersebut.
Belajar untuk berani. Kenapa
disuruh belajar untuk berani, bukan disuruh langsung untuk berani? Tau gak
kenapa? Karena berani itu memang butuh dipelajari, berani bukan sesuatu yang
serta merta ada. Butuh dilatih terus menerus. Keberanian itu hanya 50% jam
terbang, 50% sisanya adalah kenekatan. Kalau kita tidak pernah nekat kita tidak
akan pernah mencoba, kalau kita tidak pernah mencoba kita tidak akan punya jam
terbang.
Resep kecewa. Ternyata
bukan cuman masakan nih yang punya resep. Kecewa pun juga ada resepnya. Mau tau
apa? Resep kecewa adalah saat kita menggantungkan validasi pada sesuatu yang
berasal dari luar diri kita. Contohnya saat kita mengunggah sesuatu di sosial
media dan berharap akan mendapat banyak engagement.
Jika harapan tersebut tidak menjadi nyata, maka kecewa pun akan menyapa. Contoh
yang lain, jika kita mengharap dukungan dari orang lain dan ternyata apa yang
kita harapkan tidak kita dapatkan maka kita pun harus bersiap untuk
bercengkrama dengan rasa kecewa, dan masih banyak lagi hal-hal yang jika kita
gantungkan validasi dari eksternal maka hasilnya adalah kecewa. Kita pun
perlahan akan kehilangan motivasi untuk melakukan sesuatu karena kita tidak
menemukan apresiasi.
Jadi
gak boleh nih mengharapkan external validation?
Boleh, boleh banget. External validation
itu akan membuat kita lebih semangat lagi untuk berkarya. Tapi jangan sampai
karena external validation ini kita
malah stuck, karena orang-orang di
luar diri kita berada di luar control, dan kita tidak bisa mengontrol mereka
ingin berbuat seperti apa.
Jadi
yang mesti dilakukan apa? Belajar untuk mengapresiasi dan memvalidasi diri
sendiri. Membangun inner security. Lah,
inner security apaan lagi tuh? Percaya
gak sih di dalam kepala kita itu ramai dan sangat berisik. Coba tenang dan
dengarkan, sadari dan pahami apapun yang berisik di otak kita adalah sesuatu
yang biasa dan itu gapapa. Belajar lagi konsep inner friend dan inner enemy.
Inner
friend vs inner enemy. Apaan tuh? Jadi inner friend adalah suara-suara dari
kepala kita yang menguatkan, menenangkan, mendorong agar tidak berhenti dan
terus mencoba. Sedangkan inner enemy adalah
suara-suara yang melemahkan. Inner friend
ini tuh mesti dilatih biar gak kalah sama inner
enemy. Yang mana sih yang dimaksud inner
friend? Inner friend itu yang
sering bersuara kayak “ayok coba aja gak usah takut gagal, kamu pasti bisa,
gapapa kalo salah nanti dibenerin”, dan lain sebagainya. Kalau inner enemy itu
yang mana? Jika sering mendengar dalam kepala kita ada bisikan-bisikan kayak “gak
usah ajalah dicoba nanti gagal, nyerah aja kamu pasti gak bisa, eh kalo kamu salah nanti dipojok-pojokin dan
diketawain loh, jangan ambil kesempatan itu apa kamu gak malu teman-teman timmu
keren-keren semua”, dan masih banyak lagi. Jadi kata-kata yang menguatkan itu
berasal dari inner friend sedangkan kata-kata
yang melemahkan itu dari inner enemy. Nah
inner friend ini tuh mesti dilatih
biar kuat. Kalau kepala kita berisik dengan inner
enemy, inner friend harus hadir
untuk melawan inner enemy. Salah satu
hal untuk melatih inner friend adalah
menulis catatan syukur setiap hari dan membuat list strength serta weakness kita,
agar strength yang kita miliki bisa
kita asah dan perkuat.
Audit pertemanan.
Emangnya keuangan mesti diaudit? Eits, jangan salah. Pertemanan pun harus di
audit. Gunanya apa sih emang? Jadi audit pertemanan ini untuk memilih
lingkungan terdekat yang positif yang akan jadi support system kita. Caranya gimana? Coba di list teman-teman yang
paling sering berinteraksi, terus dibuat listnya lagi orang ini tuh menguatkan
atau melemahkan, karena ternyata orang-orang yang selama ini sering
berinteraksi dengan kita gak semuanya menguatkan. Nah logikanya, kalau gak
menguatkan ya gak usah sering-sering berinteraksi, ya buat apa. Fokus aja
dengan orang-orang yang menguatkan, bangun bounding
dengan orang-orang yang menguatkan itu. Tapi yang mesti ditanamkan di dalam
diri kita bahwa meskipun kita butuh dengan orang-orang itu, keluarga atau
teman-teman yang kita anggap menguatkan itu. Rasa butuh tapi jangan sampai membuat
kita bergantung.
Nah
dalam lingkaran pertemanan pasti ada aja tuh teman-teman kita yang bagai trash truck atau truk sampah. Orang-orang
yang dalam ucapan dan perbuatannya full
of negativity. Mending gak usah dekat-dekat deh sama orang-orang kayak
gini, karena energi itu kan nular. Kalau terlalu sering berinteraksi apalagi
bersama pasti nanti akan nular tuh energi negatifnya. Kita individu merdeka
yang bebas memilih circle yang ingin
kita jadikan lingkaran satu tanpa harus ada perasaan gak enak, karena temanmu adalah
cerminan dirimu.
Last
but not least, sebelum kita mengatakan sesuatu atau mendengarkan sesuatu
pastikan 4 hal ini. Apakah hal ini truthful (mengandung kebenaran),
apakah ini useful (bermanfaat), apakah ini timely (diberikan pada waktu
yang tepat), dan apakah ini kind (baik). Kalau gak mengandung 4
hal itu mending gak usah dikatakan atau didengarkan.
Lastly, don’t let insecurity take
over the way you made up decisions. Choice should be taken by hopes, not by
fears. Good things about insecurities only happen in our head. It can be
controlled. Most
of us feel insecure sometimes, but
some of us feel insecure most of the
time. Percaya diri adalah hasil. To
accept and overcome insecurities, women rather need to stop caring too much
about each other and start to care more for each other.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar