Masih
dalam nuansa lebaran. Setiap hari H lebaran, masyarakat di kampungku
berbondong-bondong ke masjid atau lapangan. Namun, beberapa tahun belakangan
semenjak masyarakat semakin ramai dan tidak lagi mampu ditampung di masjid,
lapangan menjadi pilihan untuk dijadikan lokasi lebaran.
Tak
ada yang berbeda dari tahun ke tahun. Sejak ingatanku sudah semakin jelas,
barangkali di usiaku yang sudah menginjak bangku sekolah dasar. Aku mengingat ritual
setiap hari lebaran tiba masih selalu itu itu saja. Orang yang berdiri
memberikan pengumuman dan me-remind tata
cara sholat ied masih itu-itu juga.
Saya
bahkan sudah hafal muka orang yang selalu berdiri setiap hari lebaran tiba
sebelum sholat ied ditunaikan. Bahkan sampai detailnya pun saya sudah menghafal
apa yang mau disampaikan. Ketika sholat ied adha ceramahnya pun dapat
dipastikan tidak jauh-jauh dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Tak banyak
yang berbeda.
Kemarin,
saat menunggu waktu sholat ied. Mataku menyapu setiap sudut lapangan. Melihat orang-orang
yang mulai berdatangan dan menempati shaf yang sudah dibatasi garis oleh
pengurus masjid, agar tetap melaksanakan protokol kesehatan. Anak-anak yang
dulunya masih bocah, yang dulunya sering berlarian kesana kemari saat
orang-orang hendak sholat sekarang sudah beranjak dewasa, bahkan sudah ada yang
membawa anak. Bapak-bapak, ibu-ibu yang dulunya masih segar sekarang bahkan
sudah ada yang menggunakan tongkat. Ada yang jalannya sudah tidak setegak dulu.
Bahkan ada yang sudah tidak kelihatan lagi karena sudah kembali kepada-Nya.
Sejenak
kumerenung, tak sadar mataku panas dan bulir-bulir air keluar dari pelupuk
mataku. Saya terkadang tak sadar bahwa waktu berputar terus ke kanan. Setiap manusia
punya batas waktu di dunia ini. Yang dulunya muda tak akan selamanya muda. Waktu
akan membuatnya menjadi tua. Yang dulunya sudah tua sekarang sudah renta bahkan
beberapa tinggal nama.
Dunia
hanyalah tempat persinggahan, tempat mengisi bekal untuk kemudian melanjutkan
perjalanan. Ibarat pergantian siang dan malam. Hidup itu dimulai saat fajar
mulai menyingsing dan berakhir saat senja sudah mulai redup. Tak ada yang abadi
kecuali amal kebaikan yang kita tabung. Amal kebaikan tidak berbentuk materi, tidak
bisa dikalkulasikan dalam hitungan matematis. Selagi masih ada waktu untuk
menabung amal kebaikan, selama itu pula kita harus bisa memanfaatkan waktu
dengan baik sampai akhirnya kita redup bersama senja.
Tak
ada yang benar-benar tau waktu kita ada di dunia yang fana ini. Kita boleh
mengejar dunia. Kita boleh berambisi ini dan itu. Tapi yang harus kita ingat,
kita tidak selamanya hidup, kita tidak selamanya segar bugar, kita tidak selamanya
sehat. Apa yang kita miliki saat ini entah itu kesehatan, jabatan, umur
panjang, strata pendidikan semua itu hanya titipan, hanya pinjaman. Pada akhirnya
kelak kita akan kembali kepada-Nya dan tidak akan membawa apapun sesuatu yang
kita perjuangkan mati-matian selama hidup di dunia, kecuali amal kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar