Selasa, 24 Januari 2017

Si(apa) yang salah?



Sejak kecil kita sudah di doktrin untuk menjudge orang lain. Sadar atau tidak doktrin dan justifikasi yang kita dapatkan sewaktu kecil mengakar dan menjamur hingga kita beranjak remaja dan dewasa. Terima atau tidak doktrin yang kita dapatkan sejak dini membentuk pola pikir kita hingga di usia senja.

Kita terbiasa untuk menyalahkan orang lain, atas sebuah hal yang terjadi kita dengan enteng mencari kambing hitam, ini gara-gara si anu, si itu sih gak solid, si ini sih gak bisa diajak kerjasama. Semua karena orang lain. Masih lekat diingatan, dan mungkin bukan cuman saya yang mengalami hal ini, tapi hampir semua anak kecil. Coba perhatikan ketika anak kecil terjatuh kita menyalahkan hal yang membuatnya tersandung, memukul dan sekali-kali mencaci, lalu menenangkan si anak yang mulai menangis. Dan pada akhirnya ketika kita beranjak dewasa kebiasaan tersebut ikut serta. Ketika kita kesakitan kita mencari siapa yang bisa kita salahkan atas sakit yang kita alami. Kita selalu lupa untuk mencari sebenarnya apa yang salah. Fokus kita hanya kepada siapa yang salah.

Kita pun gampang menjustifikasi sesuatu, ini benar ini salah, ini pahala ini dosa, ini surga dan ini neraka. Hidup kita seolah diseret untuk tergerus ke penilaian. Ah sadar tidak sih, penilaian itu mematikan. Mematikan kreatifitas, membatasi ruang gerak, menekan tindak tanduk. Penilaian seolah menjadi tolak ukur kebahagiaan yang kita rasakan.

Kadang kita lupa memaknai sesuatu karena terlalu sibuk menilai. Kadang kita tidak mendapat pelajaran dari suatu masalah karena kita sibuk mencari siapa dalang dari masalah yang kita hadapi. Fokus kita terseret kesitu, hingga kita luput untuk berbenah diri menemukan sebenarnya apa yang salah dan dititik mana kita harus introspeksi dan memperbaiki.

Ketika kita mengetahui siapa yang salah, ketika kita dengan enteng menyalahkan orang lain. Lalu? Apa yang kita dapatkan? Kepuasan? Setelah itu apa? Saling hujat dan membenci?

Oh sayang sekali. Banyak hal yang harusnya bisa kita maknai, bisa kita pelajari, bisa kita benahi. Tapi semuanya terlewat begitu saja, karena mencari siapa yang salah terkadang jauh lebih penting dari pada membenahi apa yang salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...