Sejak kecil kita sudah di doktrin untuk menjudge orang
lain. Sadar atau tidak doktrin dan justifikasi yang kita dapatkan sewaktu kecil
mengakar dan menjamur hingga kita beranjak remaja dan dewasa. Terima atau tidak
doktrin yang kita dapatkan sejak dini membentuk pola pikir kita hingga di usia
senja.
Kita terbiasa untuk menyalahkan orang lain, atas
sebuah hal yang terjadi kita dengan enteng mencari kambing hitam, ini gara-gara
si anu, si itu sih gak solid, si ini sih gak bisa diajak kerjasama. Semua karena
orang lain. Masih lekat diingatan, dan mungkin bukan cuman saya yang mengalami
hal ini, tapi hampir semua anak kecil. Coba perhatikan ketika anak kecil terjatuh
kita menyalahkan hal yang membuatnya tersandung, memukul dan sekali-kali
mencaci, lalu menenangkan si anak yang mulai menangis. Dan pada akhirnya ketika
kita beranjak dewasa kebiasaan tersebut ikut serta. Ketika kita kesakitan kita
mencari siapa yang bisa kita salahkan atas sakit yang kita alami. Kita selalu
lupa untuk mencari sebenarnya apa yang salah. Fokus kita hanya kepada siapa
yang salah.
Kita pun gampang menjustifikasi sesuatu, ini benar ini
salah, ini pahala ini dosa, ini surga dan ini neraka. Hidup kita seolah diseret
untuk tergerus ke penilaian. Ah sadar tidak sih, penilaian itu mematikan. Mematikan
kreatifitas, membatasi ruang gerak, menekan tindak tanduk. Penilaian seolah
menjadi tolak ukur kebahagiaan yang kita rasakan.
Kadang kita lupa memaknai sesuatu karena terlalu sibuk
menilai. Kadang kita tidak mendapat pelajaran dari suatu masalah karena kita
sibuk mencari siapa dalang dari masalah yang kita hadapi. Fokus kita terseret
kesitu, hingga kita luput untuk berbenah diri menemukan sebenarnya apa yang
salah dan dititik mana kita harus introspeksi dan memperbaiki.
Ketika kita mengetahui siapa yang salah, ketika kita
dengan enteng menyalahkan orang lain. Lalu? Apa yang kita dapatkan? Kepuasan? Setelah
itu apa? Saling hujat dan membenci?
Oh sayang sekali. Banyak hal yang harusnya bisa kita
maknai, bisa kita pelajari, bisa kita benahi. Tapi semuanya terlewat begitu
saja, karena mencari siapa yang salah terkadang jauh lebih penting dari pada
membenahi apa yang salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar