Hidup
adalah pilihan, dan tidak memilih pun adalah sebuah pilihan.
Entah sebab
apa, Tuhan mengirimkanku makhluk tak bersayap yang kuanggap sebagai “keluarga”.
Mereka adalah orang super sibuk yang selalu memiliki waktu kosong untuk sekedar
bercengkrama dan menggila bareng. Kita memiliki banyak perbedaan yang nampak
sangat nyata. Mereka yang mengatasnamakan kaum introvert dan saya yang terlalu
ekstrovert. Tapi lagi lagi kuyakini, segala sesuatu terjadi karena sebuah
alasan. Kali ini Tuhan mengirimkan berbagai jenis makhluk agar saya lebih
banyak belajar. Makhluk yang dikirimkan kali ini banyak-banyak menguji
kesabaranku, banyak-banyak mengajarkanku untuk menahan diri, makhluk yang
dikirim adalah makhluk-makhluk introvert. Saya kembali meyakini terkadang untuk
melahirkan “sesuatu” hal itu muncul dari orang-orang yang memiliki banyak
perbedaan. Contoh nyatanya saya yang lahir dari ibu dan bapak yang berbeda,
andaikan mereka sama saya tidak akan mungkin lahir *oopsss”. Semoga kisah
perbedaan kita bisa melahirkan banyak hal ya nantinya. Semoga kita langgeng dan
harmonis ya. Semoga saja, amiiiinnn. (Ini ala-ala doa ulang tahun ya, banyak
banget semoganya).
Saya
termasuk tipe orang yang tidak bisa apatis. Apalagi kepada orang-orang yang
saya sayangi. Saya yang nampak selalu sok tegar nyatanya sangat baper dan
terlalu peka. Saya tak pernah sanggup melihat orang yang saya sayangi bersedih
hati, apalagi galau “mager, baper, laper”. Saya selalu tak rela membiarkan
mereka merasa sendiri dan terabaikan. Saya akan merasa begitu marah ketika
mengetahui orang-orang yang saya sayangi tersakiti. Berteman dengan makhluk introvert
yang selalu memiliki alibi ingin menikmati “me
time” terkadang membuatku jengkel. Jengkel entah kepada diriku yang terlalu
sok peduli, tak ingin membiarkan mereka sendiri, tak ingin mereka melewati
kesedihan dengan merenung seorang diri. Atau jengkel kepada orang-orang
introvert itu. Yang merasa selalu bisa mengatasi masalahnya sendiri dengan
menikmati “me time”. Ingin rasanya
teriak “woyyyy, duniaji ini, banyak orang
disekitarmu yang peduli, banyak orang disekitarmu yang sayang padamu.
Setidaknya berceritalah saat kau sedih dan galau biar kita bisa saling menguatkan
dan kau tidak lagi merasa sendiri di dunia yang sangat binal ini”.
Tapi
kembali lagi, hidup adalah pilihan. Bercerita adalah pilihan, diam adalah
pilihan, dan tidak memilih pun adalah sebuah pilihan. Ah ceritanya semakin
runyam dan tidak nyambung nih. Memang ribet jadi orang dewasa. Ingin rasanya
kembali ke masa kecil. Dimana yang membuat sedih hanya ketika mainan hilang
atau tidak punya baju baru. Dimana pertengkaran hanya beberapa menit dan kita
bisa bermain kembali tanpa dendam. Banyak hal yang membuat bahagia tanpa harus
saling sikut dan menjelek-jelekkan satu sama lain hanya agar kelihatan lebih
baik. Jadi orang dewasa itu penuh drama. Harus penuh dengan kepura-puraan untuk
saling menjaga perasaan. Woi kalo gak suka ya gak suka aja, gak usah belagak
manis padahal dongkol dalam hati. Jadi anak kecil itu enak ya, bisa apa adanya
dan ceplas ceplos tanpa harus banyak memendam, beda dengan orang dewasa yang
terlalu banyak memendam demi untuk menyenangkan orang lain, atau paling tidak
untuk kelihatan baik. Hahahahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar