Kamis, 05 Januari 2017

Absurd



Hidup adalah pilihan, dan tidak memilih pun adalah sebuah pilihan.

Entah sebab apa, Tuhan mengirimkanku makhluk tak bersayap yang kuanggap sebagai “keluarga”. Mereka adalah orang super sibuk yang selalu memiliki waktu kosong untuk sekedar bercengkrama dan menggila bareng. Kita memiliki banyak perbedaan yang nampak sangat nyata. Mereka yang mengatasnamakan kaum introvert dan saya yang terlalu ekstrovert. Tapi lagi lagi kuyakini, segala sesuatu terjadi karena sebuah alasan. Kali ini Tuhan mengirimkan berbagai jenis makhluk agar saya lebih banyak belajar. Makhluk yang dikirimkan kali ini banyak-banyak menguji kesabaranku, banyak-banyak mengajarkanku untuk menahan diri, makhluk yang dikirim adalah makhluk-makhluk introvert. Saya kembali meyakini terkadang untuk melahirkan “sesuatu” hal itu muncul dari orang-orang yang memiliki banyak perbedaan. Contoh nyatanya saya yang lahir dari ibu dan bapak yang berbeda, andaikan mereka sama saya tidak akan mungkin lahir *oopsss”. Semoga kisah perbedaan kita bisa melahirkan banyak hal ya nantinya. Semoga kita langgeng dan harmonis ya. Semoga saja, amiiiinnn. (Ini ala-ala doa ulang tahun ya, banyak banget semoganya).

Saya termasuk tipe orang yang tidak bisa apatis. Apalagi kepada orang-orang yang saya sayangi. Saya yang nampak selalu sok tegar nyatanya sangat baper dan terlalu peka. Saya tak pernah sanggup melihat orang yang saya sayangi bersedih hati, apalagi galau “mager, baper, laper”. Saya selalu tak rela membiarkan mereka merasa sendiri dan terabaikan. Saya akan merasa begitu marah ketika mengetahui orang-orang yang saya sayangi tersakiti. Berteman dengan makhluk introvert yang selalu memiliki alibi ingin menikmati “me time” terkadang membuatku jengkel. Jengkel entah kepada diriku yang terlalu sok peduli, tak ingin membiarkan mereka sendiri, tak ingin mereka melewati kesedihan dengan merenung seorang diri. Atau jengkel kepada orang-orang introvert itu. Yang merasa selalu bisa mengatasi masalahnya sendiri dengan menikmati “me time”. Ingin rasanya teriak “woyyyy, duniaji ini, banyak orang disekitarmu yang peduli, banyak orang disekitarmu yang sayang padamu. Setidaknya berceritalah saat kau sedih dan galau biar kita bisa saling menguatkan dan kau tidak lagi merasa sendiri di dunia yang sangat binal ini”.

Tapi kembali lagi, hidup adalah pilihan. Bercerita adalah pilihan, diam adalah pilihan, dan tidak memilih pun adalah sebuah pilihan. Ah ceritanya semakin runyam dan tidak nyambung nih. Memang ribet jadi orang dewasa. Ingin rasanya kembali ke masa kecil. Dimana yang membuat sedih hanya ketika mainan hilang atau tidak punya baju baru. Dimana pertengkaran hanya beberapa menit dan kita bisa bermain kembali tanpa dendam. Banyak hal yang membuat bahagia tanpa harus saling sikut dan menjelek-jelekkan satu sama lain hanya agar kelihatan lebih baik. Jadi orang dewasa itu penuh drama. Harus penuh dengan kepura-puraan untuk saling menjaga perasaan. Woi kalo gak suka ya gak suka aja, gak usah belagak manis padahal dongkol dalam hati. Jadi anak kecil itu enak ya, bisa apa adanya dan ceplas ceplos tanpa harus banyak memendam, beda dengan orang dewasa yang terlalu banyak memendam demi untuk menyenangkan orang lain, atau paling tidak untuk kelihatan baik. Hahahahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...