Awalnya kufikir semuanya baik-baik saja. Dan kejadian
“buruk” di perbincangan awal kami hanyalah pendapat subjektif saya semata. Tapi
kok rasa-rasanya semakin kesini semuanya semakin buruk. Dia yang harusnya
mengambil andil besar kok semakin nganu saja ya.
Ah shit, saya masih berusaha menekan egoku. Berkali-kali
berkata kepada diri sendiri harusnya saya yang mengalah, harusnya saya yang
lebih mengerti. Tapi tapi, hati kok rasa-rasanya selalu menolak. Dia kan
harusnya begini, dia kan harusnya begitu. Pola “harusnya” pun semakin
menyesakkan.
Semangat berkobar yang kubawa tak luntur oleh
hujan yang mengguyur dengan derasnya. Kuterobos hujan yang datang menyerang. Kupaksakan
diri meninggalkan kasur yang mempunyai gravitasi yang sangat besar. Genangan yang
sesekali mencipratkan kenangan kesekujur tubuh tak kuhiraukan. Semangat itu
masih kujaga utuh demi sebuah pertemuan untuk perubahan.
Hingga tiba satu titik, bertemu dengan dia. Dia
yang menurutku harus ini dan harus itu. Kok jadinya kayak begitu ya. Hati pun
berkecamuk. WTF. Harus kerjasama dengannya selama beberapa bulan kedepan.
Awal yang buruk, fikirku. Berbagai cara
kulakukan untuk mengembalikan mood yang
sudah berantakan. Tapi tak satupun yang kuasa menormalkan. Kekesalan itu masih
saja menyesakkan, moodku pun tak
kunjung normal. Tawa terbahak pun ternyata hanyalah kamuflase dari sebuah sikap
untuk menunjukkan saya dalam keadaan baik-baik saja. Nyatanya, kekesalan itu
merobek-robek perasaanku.
Ah, harusnya tercipta kenyamanan dalam sebuah
kerjasama. Harusnya ada kerjasama dalam sebuah tim. Tapi ah sudahlah. Semoga
ketidaksukaan ini secepatnya berubah. Semoga ada titik dimana kenyamanan itu
saya dapatkan.
Memanglah benar, semuanya akan kelihatan
baik-baik saja ketika kita berada diluar lingkaran. Semuanya nampak begitu
sempurna ketika kita hanya saling mengenal luarnya semata. Beda cerita ketika
kita harus mengenal lebih dalam. Ego pun perlahan akan mencuat, gesekan
emosional tak akan terhindarkan.
Ah sudahlah. Mungkin lagi PMS, mungkin karena
cuaca yang mendung membuat suasana hati ikut murung, ah mungkin saya yang
terlalu perasa, ah mungkin yang terlalu cepat menafsirkan, ah harusnya saya
mengerti mungkin dia punya alasan kenapa seperti itu, Ah mungkin mungkin mungkin. Ah sudahlah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar