Kita pernah bersama karena
menemukan kecocokan, namun ketika kita merasa tak cocok lantas memilih untuk
jalan masing-masing bukan berarti kita harus bermusuhan bukan? Kenangan indah
yang pernah kita ukir bersama tak lantas menjadi petaka yang mesti kita
sesalkan bukan? Aib yang pernah kita tutupi rapat-rapat tak mesti kita umbar
bukan hanya karena kita tak lagi bersama, kita bukan artis yang selalu cari
sensasi.
Saya akan sedikit
bercerita mengenai mantan terakhir yang sekarang menjadi teman (sahabat)?. Awalnya
semuanya berjalan biasa. Kita memutuskan untuk jalan masing-masing setelah 3
tahun suka duka pacaran kita lewati. Idiiiih, apa banget ya kalimatnya. Suka duka
pacaran, oweks. Tiba-tiba pengen muntah.
Tepat di anniversary 3
tahun, kita sama-sama memilih untuk menjalani kehidupan masing-masing tanpa
adanya ikatan hubungan. Semua berjalan seperti biasa. Hanya saja yang berkurang
adalah intensitas perhatian satu sama lain, kepedulian masih sama. Ini nih yang
membuat saya heran. Tujuan pacaran sebenarnya apa ya? Menghalalkan perbuatan
yang tidak bisa dilakukan kepada teman kah? Kenapa banyak hal yang terbatas
ketika kita berteman dan menjadi begitu wajib ketika kita pacaran. Duduuuuh,
anak mudaiyya bela.
Bektutopik. Jadi setelah
kita putus kita pun memutuskan untuk menjadi “sahabat”. Waddefak! Pacar jadi
sahabat. Huahahaha. Bagi saya sih biasa aja ya. Tapi tidak bagi teman-teman
dekat saya. Komentar tajam setajam linggis pun berceceran. “Eh kamu itu bodoh
atau gimana sih, kok mau-maunya aja jalanin hubungan baik sama mantan setelah
semuanya sudah berakhir”, nah ini malah yang membuat saya heran. Bukankah sebagai
umat muslim kita tidak boleh diam-diaman lebih dari 3 hari. Mantan juga bagian
dari teman sesama umat loh. Lantas apa yang salah kalau saya berhubungan baik
sama mantan?
Hubungan baik tak hanya
saya jalin dengannya, dengan mama serta adik-adiknya pun masih seperti biasa. Saling
berkirim kabar. Saling menanyakan aktifitas masing-masing. Tak ada yang
berubah, mungkin perasaan kita pun masih sama, yang berubah hanyalah status
hubungan? Widiiiiih, sebegitu pentingnya kah sebuah status.
Tedeeett, sekitar 6 bulan bulan
kemudian. Ketika dia mulai masuk kerja, ditempat kerjanya dia cinlok dengan
seorang cewek. Lalu masalahnya apa? Sebenarnya bukan masalah ya, itu hak dia. Toh
dia juga lagi gak jalan sama siapa-siapa. Dia masih tetap menghubungiku, curhat
tentang cewek yang lagi dekat dengannya. Dan ketika mereka sudah pacaran pun
sang mantan masih tetap intens menghubungi saya, widiiih dasar cowok kamfret. Kalo
saya sih gak masalah ya, yang masalah sama ceweknya dia yang cemburuan. Huahahaha.
Kita ikuti saja alur permainan ini, sampai bom waktu pun akan meledak. Huahahaha
ketawa setan.
Sang mantan sering
menelfon hanya untuk bercerita tentang pacarnya sekarang, curhat banyak hal
tentang pacarnya. Hahaha waddefak banget ini mah. Kok enteng banget sih dia
curhat sama saya tentang pacarnya. Tapi sebagai “sahabat” yang baik, saya
dengan ikhlas mendengar dan memberi masukan. Suer takkewer kewer tak ada rasa
sakit hati sekalipun, malah dalam hati ketawa. Masih mau memilih dia dibanding
saya, saya jauh lebih baik cuyyyy. Langgeng ya sama si dia, karena saya memang
bukan pilihan, tapi tujuan Hahahahaha
Ketika kali kesekian saya
telefonan sama mantan dan mendengar dia berceloteh dan mengeluhkan tentang
pacarnya salah seorang teman baik saya mendengar. Selesai telefonan cercaan
kalimat menusuk pun menghujam. “eh kamu itu baik atau bodoh sih, ikhlas tidak
sebodoh itu kali, saya yakin dihatimu masih menyimpan sakit, jangan terlalu
memaksakan baik sama orang kalau kamu tersakiti”, awalnya semuanya berjalan
baik. Tapi ketika hujatan dari beberapa teman baik yang tidak cuman satu dua
orang akhirnya saya terbakar. Terbakar cui karena dikomporin.
Saya akhirnya naik pitam
dan meledak, membenarkan kalimat teman-teman baikku yang selama ini selalu
peduli tanpa batas. “ngapain juga saya mendengarkan curhatan si mantan sama
ceweknya, apa juga untungnya, malah menimbulkan sakit hati, memikirkan posisi
yang dicurhatin saat ini adalah posisi yang pernah saya tempati” huauahahaha. Akhirnya
saya memutuskan untuk memblokir semua akun sosmed dan nomor hpnya.
Tapi dasar ya namanya
hati, mau dihantam sekeras apapun selalu ada sisi baik yang bisa mematikan niat
buruk. Tak cukup seminggu, saya kembali menambahkan doi sebagai teman di semua
akun sosial medianya. Dengan catatan mengurangi intensitas mendengarkan
curhatan dan mengurangi komunikasi. Ini bentuk penghormatan kepada beberapa
pihak yang saat ini sudah benci akut sama si mantan. Ini mah judulnya siapa
yang jalanin siapa yang sakit hati huahahaha.
Sebaik-baik manusia adalah manusia yang tidak memutuskan silaturrahmi.
Sekian dan terimakasih
Terimakasih telah sudi membaca catatan saya
yang absurd ini
Semoga mendapat pelajaran dari kisah saya,
eh apa sih. hahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar