Selasa, 31 Januari 2017

H-ooooo-bby?



Apa hobbymu?

Ketika ditanya hobby, sejak kecil hingga kita dewasa, pasti jawabannya akan berubah-ubah. Sama halnya dengan saya, saat kecil ditanya apa hobbymu? Saya pasti menjawab “nonton, makan, main bulutangkis”, ini mah jawaban yang asli ngasal. Karena pernah melakukannya sekali dua kali, dan tiba-tiba hal itu terlintas ketika ditanya hobby, hasilnya jawaban yang keluar pun ngasal.

Ketika beranjak remaja, hobbynya sedikit berubah. Ketika ditanya apa hobbymu? Pasti akan menjawab “jalan-jalan, baca buku”, sama ketika masih kecil. Kebiasaan yang lumayan sering dilakukan bisa menjelma menjadi sebuah jawaban ketika ditanya hobby.

Ketika kuliah, karena beberapa kali pernah mendaki. Kalau ditanya apa hobbymu? Pasti akan menjawab mendaki, atau travelling. Ini hobbynya gaya banget ya. Padahal hanya sekali dua kali mendaki dan travelling sok-sokan bilang itu hobby. Hahaha

Setelah merenung dan bertapa mencari sebenarnya hobby saya apa? Saya menemukan hal yang tak saya sadari selama ini. Ternyata hobby saya bukan nonton, makan, main bulutangkis, jalan-jalan baca buku ataupun mendaki. Tapi hobby saya adalah BERCERITA. Yah bercerita.

Entah kenapa, paling senang dan paling antusias ketika bercerita. Bercerita apapun itu dan dengan siapapun itu. Selalu saja mendapat mata air kehidupan yang baru kala bercerita, selalu saja menemukan warna kehidupan kala mendengarkan cerita. Dan selalu saja ada bahan untuk berbagi cerita.

Saya acapkali menemukan diriku yang kadang bisa sok akrab dengan orang baru. Entah itu tukang sampah, tukang parkir, kasir, pelayan toko, penjual bakso, penjual sayur dan ikan di pasar, tukang ojek, supir taksi, ibu-ibu yang kebetulan ketemu di tempat umum atau bapak-bapak yang barengan mengantri. Selalu saja ada dorongan untuk mengajak mereka bercerita. Dan seringkali menemukan banyak pelajaran dari cerita yang mereka bagikan. Belajar untuk simpati dan empati atas pekerjaan orang lain.

Dulu, waktu masih kuliah. Sering sekali sampai didepan lorong dalam kondisi sendiri, tak ada lagi bentor dengan jalanan masuk kerumah yang kurang lebih 500 meter dalam kondisi gelap, dan harus jalan kaki karena orang rumah sudah pada tidur dan tak ada yang bisa menjemput. Kadang ada orang yang singgah memberi tebengan, tanpa fikir dua kali saya langsung saja naik. Dan saya selalu merasa bercerita menemukan kebaikannya sendiri. Orang yang memberi tebengan kuajak untuk bercerita, sebagai salah satu jurus jitu menghindari niat jahat yang mungkin terbesit.

Ketika turun gunung dan bertemu dengan sesama pendaki di desa terakhir, selalu saja menemukan magnet yang menjadi jembatan penghubung cerita kami. Kami bisa kelihatan begitu akrab meski baru bertemu, semua dijembatani karena cerita.

Dan masih banyak pengalaman lain, yang ketika saya ingat mampu membuat saya ketawa-ketawa sendiri karena kepedean yang akdang terlalu, ke sok akraban yang seringkali terjadi.

Kaya akan cerita ternyata mampu menghubungkan kita dengan banyak hal, banyak orang dan banyak pelajaran.

Senin, 30 Januari 2017

Werewolf



Hidup ini adalah panggung sandiwara, mau tetap eksis? Pintar-pintarlah ber acting.

Beberapa pekan terakhir ini, virus werewolf telah mengusik hari-hari para SIGi-ers. Disetiap waktu dan tempat, kita selalu mendapat ruang dan kesempatan untuk mengisi kekosongan. Duduk melingkar, dan moderator mengambil andil membagikan kartu dan memimpin jalannya permainan. Dalam proses bermain werewolf, kita ternyata bisa belajar tentang kehidupan, bukan hanya sekedar menikmati permainan.

Terkadang hidup ini seperti permainan werewolf, penuh intrik, penuh spekulasi, penuh drama. Kadang kita perlu jadi seer yang mampu untuk menerawang, diakah pihak yang baik? Atau pihak yang buruk? Hati-hati dengan werewolf, doi orang jahat yang punya seribu satu macam spekulasi agar bisa dianggap sebagai orang baik. Jangan terlalu percaya dengan seseorang, banyak yang mengaku baik, nyatanya tidak. Jangan terlalu percaya dengan orang yang ketawa bareng denganmu, nongkrong bareng, ngopi bareng dan sering memujimu, bisa jadi dia adalah orang yang sama yang akan mendorongmu masuk ke jurang.

Lebih baik musuh yang terang-terangan menghujatmu, mencaci didepanmu, mengkritik pedas kekeliruanmu, dibanding orang-orang yang baik dan tertawa bersamamu nyatanya menusukmu tajam dari belakang.

Layaknya permainan werewolf akan ada beberapa kubu yang mengambil peran. Siapa yang akan bertahan nantinya? Ya liat saja siapa yang paling handal bersandiwara dan memakai topeng. Kalau anda mau bertahan, anda harus bisa menjadi master drama.

Kita bisa juga menjadi doppleganger, tapi harus jeli mencari panutan. Sekali salah memilih panutan, kita pun akan terjebak ke lubang kesalahan. Panutan akan membentuk pola pikir dan tindak tanduk kita seperti apa. Seperti kalimat klise yang sering kita dengar kalau mau menilai seseorang, lihatlah dengan siapa dia berteman.

Mari terus bermain, belajar untuk berdrama dan mendalami lebih banyak lagi peran, agar kita menjadi pemain handal yang tidak mudah untuk disingkirkan.

Mari mulai hidup dengan bersandiwara, dan lebih pintar lagi memakai topeng agar bisa selalu kelihatan baik.

Cheerrs Werewolf-ers J

Minggu, 29 Januari 2017

Untukmu, lelakiku



Dear lelakiku

Tulisan ini kudedikasikan untukmu.

Terimakasih telah memilihku dan akupun telah menjatuhkan pilihan kepadamu.

Terimakasih atas keberanian dan kegigihanmu hingga kau dan aku menjadi kita.

Maafkan segala masa laluku yang kelam, maafkan hati yang telah mengembara kemana-mana. Soal masa lalumu? Itu tak menjadi persoalan bagiku, tak usah kau meminta maaf atau menjelaskan apapun. Aku tak berhak menghakimi atau memberi penilaian terhadap masa lalumu, toh aku tak hidup disana. Apapun yang telah kau lalui biarkanlah menjadi sebuah kenangan untukmu. Yang kutau kini, kau adalah masa depanku.

Saat ini, aku lagi melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Bukan untuk menyaingimu, apalagi mengalahkan. Bukan sayang, aku hanya ingin menjadi partner yang terbaik untukmu. Aku hanya ingin ketika kau bercerita banyak hal padaku aku bisa mengerti, aku hanya ingin kau mendapat teman berdiskusi yang nyambung, aku hanya ingin kelak anak-anak kita lahir dari rahim ibu yang cerdas.

Hari ini, saat ijab telah dikabulkan, didepan orang tua, sanak family, sahabat dan aminkan oleh para malaikat. Kita resmi menjadi sepasang partner hidup.

Aku tau sayang, perjalanan yang akan kita lalui tak akan selalu mulus. Tapi selama bersamamu, selama komunikasi itu tetap terjalin baik, aku yakin kita akan melewati aral lintang yang menghadang.

Selamat membangun mahligai rumah tangga ya dear. Kini kau jadi imamku, dan aku jadi makmummu. Aku senantiasa memperbaiki diri untuk menjadi makmum yang terbaik untukmu.

Aku dalam proses menjaga dan memantaskan diri untuk menjadi istri yang terbaik untukmu. Bimbing aku menuju ke jalan-Nya. Ajari aku banyak hal, tegur aku ketika aku salah. Aku sementara belajar masak dari ibumu, agar cita rasa yang sejak bertahun-tahun kau cicipi dirumahmu dulu, akan tetap kau nikmati kelak bersamaku, bersama anak-anak kita. Aku akan selalu menjadi pendengar setia kala kau kelelahan dengan dunia luar, jiwa ragaku akan selalu ada untukmu sayang, datanglah kepadaku. Jangan pernah menyembunyikan apapun dariku dear, ketika kau mendapat masalah mari kita duduk bersama, mengkomunikasikan dan mencari jalan keluar. Ketika masalah dikantormu begitu pelik, datanglah bercerita padaku dan kita mencari solusi bersama. Jadikanlah rumah sebagai tempat kita berpulang, tempat kita bertemu, tempat kita bercengkrama. Dan jadikanlah rumah sebagai surga yang selalu kita rindukan.

Kelak, ketika kau memintaku untuk menjadi full time wife aku akan menurutimu sayang, meskipun keinginanku untuk tetap bekerja diluar masih begitu besar. Aku percaya, rejekiku, rejeki anak-anak kita sudah Allah atur. Sudah dititipkan dalam setiap tetesan keringatmu. Aku akan merawat anak-anak kita dengan penuh kasih dan sayang, mengajarkannya ilmu agama, mengajarkannya pelajaran-pelajaran kehidupan. Aku akan menungguimu dengan penuh cinta di rumah.

Ketika anak-anak kita sudah beranjak remaja kita ajak mereka untuk pergi mendaki ya sayang. Kita mengenalkannya dengan alam, agar dia lebih mengerti untuk menghargai alam, agar kelak dia bertemu dengan banyak orang di pedalaman dan belajar untuk lebih menghargai orang-orang. Kita ajarkan mereka untuk banyak bersosialisasi, agar mereka tumbuh sebagai anak-anak yang sosialis. Kita mengajarkan mereka hidup susah, bukan karena kita tak mampu. Tapi karena kita tahu hidup susahlah yang perlu dipelajari, hidup enak tak perlu dipelajari, cukup dinikmati. Kita memanjakan mereka dengan ketegasan dan kedisiplinan agar kelak mereka bisa lebih belajar arti sebuah usaha. Bukan memanjakan dengan kemudahan.

Saat anak-anak kita memasuki usia SMP kita memasukkan mereka di sekolah pesantren. Aku pernah melaluinya sayang. Pesantren bukanlah bengkel untuk anak-anak nakal. Pesantren tempat menempa diri untuk mengetahui pengetahuan agama. Aku merasakan manfaatnya sayang, sebejat dan sebrengsek apapun dunia luar, senakal apapun teman pergaulan ketika kita telah memiliki pondasi pengetahuan agama, kita selalu punya reminder.

Terima kasih telah bersamaku. Semoga kita akan tetap bersama hingga kelak dunia yang memisahkan kita. Hingga kita di pertemukan kembali di alam yang lain.




Semoga tulisan ini segera menjadi kenyataan.
Makassar, 29 Januari 2017



Sabtu, 28 Januari 2017

Andai



Andai bisa begini, andai bisa begitu, andai bisa ini itu senang sekali.

Hal yang paling jauh dipelupuk mata adalah pengandaian, jika dan hanya jika. Sesuatu yang telah terlewati, atau pun sesuatu yang tak mungkin kita gapai, atau bisa jadi sebuah penyesalan masa lalu. Dan berujung dengan pengandaian, jika waktu itu saya begini, jika waktu itu saya begitu pasti jalan ceritanya akan berbeda, jika dan hanya jika.

Ah ngomong apa sih, masih awal udah absurd banget hihihi.

Saya tak pernah begitu serius menanggapi sesuatu, saya berusaha untuk selalu mengambil sikap atas segala sesuatu yang terjadi, dan belajar olehnya.

Saya mencintai kebebasan, saya benci aturan, karena aturan selalu di identikkan dengan hukuman dan penilaian. Penilaian itu mematikan, membunuh karakter, meciutkan kepercayaan diri.

Apa sih pentingnya sebuah penilaian? Toh yang menjalani hidup dan tau apa yang kita butuh ya diri kita sendiri, bukan orang-orang yang pintar berkomentar dan menjastifikasi itu.

Dulu, sejak kecil saya sering bermain apapun itu. Tak peduli permainan itu biasanya digandrungi cowok atau permainan cewek. Bagiku, tak ada yang benar-benar milik seseorang dengan penguasaan gender. Saya bermain tali, bermain kelereng, manjat pohon, berkelahi, main boneka, mencuri mangga, main rumah-rumahan dari tanah liat, bermain minyak-minyakan dari pucuk daun kakao, main layangan, bahkan pernah paha dan betis berlubang tertusuk paku karena bermain sepeda cross bersama kakak. Semuanya kunikmati dengan senang hati dan penuh bahagia, masa kecil yang indah dan saya sangat menikmatinya.

Untungnya dalam keluarga tak pernah membatasi apapun yang saya lakukan. Orang tua memberikan kebebasan bermain dan menikmati masa kecil.

Setelah beranjak dewasa, persoalan demi persoalan mulai mencuat. Dunia dewasa benar-benar ribet dan membingungkan. Banyak keterbatasan dan banyak larangan karena saya seorang perempuan. Ah lagi-lagi penilaian masyarakat dan aturan norma adat istiadat begitu mengungkung.

Andai saya dilahirkan bukan sebagai seorang gadis, mungkin aturan yang banyak itu bisa saya terobos. Saya bisa lebih memiliki banyak kesempatan untuk memilih dan dipilih. Saya mungkin tak begitu mempersoalkan pernikahan di umur yang menjelang ¼ abad. Saya mungkin akan enteng-enteng saja berpetualang dan tidur di emperan toko tanpa harus ketakutan. Andai saja saya seorang cowok saya mungkin tak akan menjadikan beban untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sebelum menikah. Ah lagi, lagi. Penilaian itu membatasi gerak langkah, mengungkung dalam penjara emas.

Andai saja saya seorang cowok mungkin saya lebih berkesempatan besar untuk menjadi seorang kurir ekspedisi dan mengantarkan barang kesana kemari. Andai saja saya seorang cowok mungkin saya bisa lebih enteng untuk mendaftar sebagai driver gojek. Lebih banyak kesempatan mengantar orang kemana-mana dan membuka pembicaran, belajar banyak dari kisah orang lain yang bercengkrama denganku diatas motor dalam perjalanan.

Tapi apa bisa dikata, saya terlahir sebagai seorang wanita. Dengan kodrat dan aturan norma yang begitu menjemukan, larangan ini itu yang begitu membatasi gerak langkah. Nikmati, syukuri, dan jalani serta berdamailah dengan kenyataan. Kita bisa melanggar aturan yang dibuat manusia, tapi kita tak punya kuasa untuk menolak takdir yang telah ditetapkan-Nya.

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...