Rabu, 01 Februari 2017

Mata-Hari

Selamat datang Februari yang katanya penuh cinta.


Pagi yang sendu.

Sudah beberapa hari terakhir, langit di kotaku bersedu sedan. Mungkin ikut menggalau dengan beberapa orang yang moodnya lagi berantakan. Atau mungkin saja lagi murung tak bersemangat. Langit barangkali lagi lelah atau mungkin sedang istirahat sejenak dari panasnya hingar bingar dunia. Rintik berkonspirasi menghibur cuaca yang semakin panas. Langit biru pun malu-malu menampakkan diri.

Layaknya pagi ini, saat saya sudah berada di alam sadar. Tubuh seakan menolak untuk meninggalkan kasur, enggan untuk menanggalkan selimut yang memberi kehangatan. Rintik hujan terdengar begitu sendu, cuaca dingin merasuk ke sanubari membuat gravitasi kasur semakin besar.

Tak boleh seperti ini terus, LAWAN! LAWAN! LAWAN! Saya harus melawan rasa malas. Kewajiban harus ditunaikan. Dengan mata sipit saya pun bergegas mengambil air wudhu. Selepas sholat, kasur kembali memanggil-manggil untuk dijamah.

Beberapa menit bergaul dengan kasur, selimut kusingkap dan mengunjungi cucian yang sudah bertumpuk. Mesin cuci yang sudah berabad-abad malas beroperasi memaksaku harus bekerja keras untuk melewati proses mencuci yang begitu alot. Menyikat-membilas-memolto-menjemur. Huahaha Belajar menjadi ibu rumah tangga.

Setelah mencuci, matahari yang selama ini dirindukan, mulai menampakkan sinarnya. Cuaca bersahabat hatipun gembira. Rasa senang dan bahagia menyelimuti. Bahagia itu sederhana, saat harapan bertemu dengan realita yang diharapakan disitulah tercipta suatu kebahagian.

Yuhuuuiii, fix beberapa ajakan keluar kutolak. Ini semua kulakukan demi menghargai proses perjuangan mencuci yang begitu panjang. Kupilih untuk berdiam diri dirumah seharian, menunggui jemuran kering. Memantau matahari yang sewaktu-waktu bisa labil. Entah berapa kali saya harus bolak balik ke depan rumah untuk sekedar mengangkat jemuran yang jatuh, dan membolak-balikkan pakaian yang masih basah agar cepat kering.

Godaan tidur siang pun kuacuhkan, ini karena mengingat perjuangan mencuci. Takutnya bablas tidur, pakaian yang sudah kering basah kembali oleh tangisan langit. Kulewati hari dengan memperhatikan cucian yang kujemur di depan rumah, sambil sesekali mengupload barang jualan di beberapa sosial media. Alhamdulillah, rejeki belakangan ini sederas hujan yang turun. Tuhan selalu menitipkan begitu banyak rejeki di setiap usaha yang dilakukan.

Setelah perjalanan yang begitu alot, sore hari pakaian yang sudah kucuci satu persatu kuangkat. Alhamdulillah sudah kering semuanya. Tak berselang berapa lama, awan kembali berubah mendung. Kuangkat semua cucian masuk kerumah. Dan beberapa menit kemudian, hujan pun mengguyur kotaku.

Saya kembali menikmati hujan dengan suasana hati yang sendu bercampur bahagia. Bahagia karena perjuangan mencuci, menjaga cucian sampai kering telah selesai dengan akhir yang membahagiakan. Sedu sedan karena sesuatu yang mengganjal yang entah itu apa. Duduuuh, semoga besok lebih semangat lagi. Meski hujan terus mengguyur itu takkan jadi masalah, yang penting cucian sudah kering dan stok pakaian sudah kembali normal. hihihi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...