Jumat, 10 Februari 2017

Aku bukan lagi tujuan

Tempat yang mempertemukan dan memisahkan kita dalam status yang berbeda


Kala itu dengan berat hati kulepas kau pergi. Pergi untuk merangkai mimpimu. Di kota yang kau yakini menjadi tapak awal untuk menuju ke puncak impianmu, kuiringi kau dengan doa tulus. Berharap kelak kau kembali dengan berita bahagia, berita kesuksesanmu menimba ilmu di pulau sebelah. Air mata mengiringi jejak langkahmu hingga bayangmu tak lagi bisa kutangkap dalam pandangan mata.

Hari-hari yang kita lalui penuh banyak duri. Kita yang setiap hari ketemu. Melakukan banyak aktifitas bersama. Kini di uji dengan jarak. Ribuan mil jarak yang memisahkan kita. Suara merdumu masih sering kudengar dibalik telefon. Kita masih intens melakukan obrolan lewat video call. Tak ada yang benar-benar berubah. Kecuali ragamu yang tak lagi bisa kurengkuh.

Menit berganti jam, jam berganti hari. Aku selalu menanti kepulanganmu. Berharap celengan rindu yang kita tabung bisa kita pecahkan bersama dalam suka cita. 2 bulan telah berlalu. Kau tiba-tiba menelfonku. Memutuskan hubungan yang telah kita lewati lebih dari 4 tahun lamanya. Kau bilang kau mencintai orang lain. Orang yang sekarang tengah bersamamu di kota tempatmu belajar. Seketika itu, tanpa perintah, tanpa aba-aba air mataku jatuh tak terbendung. Berkali-kali kutampar pipiku untuk meyakinkan ini hanyalah mimpi.

Auuuuhhh, sakiiit. Ini adalah kenyataan. Ini bukan mimpi. Air mataku makin deras mengalir. Sakit dipipiku tak sebanding dengan sakit yang kurasakan didalam hatiku. Begitu menyesakkan. Aku tak percaya, benar-benar tak percaya dengan lelucon ini. Wanita yang baru kau kenal dalam hitungan minggu mampu menggeser posisi yang telah kutempati bertahun tahun. Aku kalah!

Hari-hari berikutnya aku tak hentinya menghubungimu. Berharap semuanya kembali seperti dulu. Berangan-angan ini hanya kekhilafanmu saja. Terpukau dengan wanita yang lebih dari wanitamu fikirku masih wajar, mungkin kau sedang jenuh saja denganku dan ingin mencari suasana baru. Namun asaku ternyata berlebihan. Kau benar-benar telah berubah. Sekarang kau sangat sering marah. Tidak lagi mengangkat telefonku. Kau lebih takut pacar barumu tau keberadaanku. Kau lebih menjaga perasaan orang yang baru kau kenal dibanding aku yang telah menemanimu melewati banyak hal denganmu, aku bukan lagi tujuanmu. Aku benar-benar kalah. Aku tersungkur.

Aku berkali-berkali merengek memintamu kembali ke pelukanku. Sesering aku memohon, lebih sering lagi kau mengacukan dan membentakku. Hingga hari itu tiba. Hari kepulanganmu. Hari kembalimu ke kota kita. Kota yang pernah mengukir banyak kenangan tentang kita. Entah ada angin apa. Kau memintaku menjemputmu. Aku yang masih menyimpan utuh perasaanku padamu dengan penuh haru berangkat ke bandara menjemputmu. Meski kutau, semuanya sudah berbeda. Kau yang kuantar waktu itu ke bandara, kau yang kala itu kudoakan untuk segala bentuk kebaikan agar tercurah untukmu, kini kau kembali dengan status yang berbeda. Kau bukan lagi lelakiku.

Saat melihatmu keluar dari pintu kedatangan, air mata lagi-lagi jatuh di pelupuk mataku. Namun sigap kuhapus. Kugantikan dengan tawa bahagia yang mengandung kepedihan. Kau tersenyum tanpa sedikit pun rasa bersalah. Menyalamiku lalu pamitan untuk menelfon pacar barumu. Seketika ingin rasanya kujambak dirimu, menamparmu agar kau sadar. Ada aku disini. Aku yang selalu setia menanti kepulanganmu. Aku yang selalu setia menjaga hatiku untukmu. Namun kau acuh. Kau lebih memilih dia. Aku kalah. Aku bukan lagi tujuanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...