Selasa, 05 Maret 2019

Bandung hari pertama






DAY 1
Hari pertama di Bandung, tepatnya hari selasa. Bangun pagi kami disambut dengan dinginnya Bandung yang menusuk hingga ke tulang. Wajar saja, Asrama UIN yang berada di daerah Cibiru ternyata daerah dataran tinggi, saat pagi datang kulihat gunung atau lebih tepatnya bukit yang berada pas dibelakang asrama. Saking dinginnya membuat kami enggan untuk beranjak dari tempat tidur, dan lebih memilih untuk kembali menarik selimut. Untungnya hari itu masih hari selasa, acara seminar belum dimulai. Rencana hari itu hanya seputar mengecek lokasi seminar yakni di Hotel Grand Tjocro. Pukul 09.00 baru kami siap-siap untuk berangkat, setelah melewati segala kemalasan dan kepenatan. Sebelum berangkat ke lokasi seminar terlebih dahulu kami sarapan di kantin Ma’had berkumpul bersama mahasiswa UIN yang juga sedang makan di sana. 

Nampak dari wajah mereka menyiratkan bahwa mereka kemungkinan adalah mahasiswa tingkat 2 atau 3, mereka larut dalam obrolan dengan segelas kopi di hadapan mereka dan sebatang rokok yang terpatri indah di sela-sela jari mereka, sesekali asapnya mengepul dan sampai dihidung kami. Lalu saya membuka obrolan “Hmmp semenjak kuliah S2 saya sudah jarang menemukan teman-teman yang merokok, beda ketika masih S1, jangankan rokok hal-hal yang lebih parah dari rokok pun hampir setiap hari saya dapati teman-teman saya melakukannya, tapi wajar sih ya jaman S1 masih jaman eksistensi dan aktualisasi diri, semua hal dicobain. Kalau di S2 mah mungkin sudah banyak yang tobat bahkan berfikir ini tidak lagi memberikan banyak manfaat malah menyisakan penyakit di masa tua”, teman yang lain pun menyambung obrolan saya dan kami terlibat dalam obrolan mengenai rokok dan masa-masa S1 sampai tak terasa Siti dan Tama yang sarapan telah menghabiskan makanannya, saya pun memesan gocar menuju grand Tjocro. Oh iya, saya dan Ani memilih untuk tidak sarapan karena berencana untuk sarapan di ITB sambil melihat dedek gemes yang ada di ITB. Tak lama kemudian, gocarnya pun datang.

Alhamdulillahnya kami mendapat supir yang masih muda dan asyik, kami lalu terlibat obrolan dengan supirnya yang belakangan kami tau namanya Dwika. Sepanjang perjalanan kami bercanda tawa, menikmati kemacetan kota Bandung yang naudzubillah. Baru terasa omongan orang yang mengatakan UIN itu jauh, ternyata memang iya. Semalam saat berangkat dari stasiun tidak begitu terasa karena tengah malam dan jalanan lengang, tapi saat pagi datang kemacetan itu sangatlah terasa. Sejam kemudian kami sudah tiba di depan hotel Tjocro lalu melanjutkan perjalanan ke ITB, menemui Oky yang sudah menunggu lebih dari sejam sebelumnya. Waktu itu sudah masuk waktu Duhur, jadi teman-teman menunaikan sholat duhur di masjid Salman sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke kampus ITB.

Oky yang belum begitu menguasai daerah Bandung mengajak kami unutk mencari makan di depan kampus, berhubung saat itu waktunya makan siang jadi kami tidak kebagian tempat. Oky pun menawarkan makan pasta yang kemudian diaminkan oleh anak-anak yang lain. Fix tujuan kita makan pasta di dekat kampus ITB, tapi sebelumnya Oky mengajak kami untuk datang ke pameran illustrator yang kebetulan sedang berlangsung di Fakultas Seni Rupa ITB. Nampak banyak pajangan illustrator dari berbagai sumber tapi sayangnya tak bisa kami abadikan dalam gambar. Saat kami sudah puas berkeliling dan melihat gambar yang dipamerkan, kami pun siap-siap untuk mencari makan. Oky kemudian berbisik kepadaku bahwa pasta yang ditawarkan sebelumnya itu mahal dan porsinya sedikit, jadi dia berinisiatif mengajak kami untuk makan di ciwalk. Salah satu mall yang berada di dekat kampus ITB, katanya di sana terdapat banyak jajanan. Kusampaikan hal itu kepada teman-teman yang lain lalu mereka pun mengiyakan. Jadilah kami bertujuh menuju ciwalk untuk makan, tapi sebelumnya kami menyusuri setiap sudut ITB terlebih dahulu untuk mengabadikan foto.

Seorang teman berdecak kagum sesaat setelah kami tiba di Ciwalk, baru kali ini dia melihat mall dengan konsep outdoor. Lalu kami berjalan menyusuri ciwalk untuk mencari makan yang sesuai kantong, dan tibalah kami di depan gigglebox yang memamerkan diskon 50% dengan tulisan yang begitu besar di depan café mereka. Kami pun akhirnya memilih gigglebox untuk nongkrong dan makan. Harganya lumayan untuk ukuran mahasiswa Jogja yang ekonomis, tapi Alhamdulillah ada diskon 50% jadi kami bisa makan “mewah” dengan harga ekonomis. Persyaratannya cukup sederhana untuk mendapatkan diskon, cukup dengan follow, upload foto dan buat caption kami secara otomatis bisa mendapat diskon 50% yang ditawarkan tersebut. Kami tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Beres makan, kami mencari musholla untuk sholat lalu bersiap untuk balik ke asrama. Dengan alasan persiapan untik besok dan menemui Aad yang mengabarkan dirinya sudah sampai di Bandung. Sebenarnya kami bertujuh mengikuti seminar di STBA, hanya saja Aad berangkat dari Surabaya menggunakan bis jadi waktu tiba kami di Bandung berbeda.

Awalnya kami membercandai Aad bahwa kami akan sampai di asrama isya karena kami masih di luar, Aad yang sudah capek pasrah saja kami bercandai seperti itu. Menjelang pukul setengah 5 sore kami sudah siap-siap untuk pulang, beberapa kali orderan ojol saya ditolak, dan beberapa kali pula saya cancel karena lokasinya yang kejauhan. Hingga pemesanan ketujuh barulah ada bapak ojol yang menerima orderan saya dan saya terima juga, di aplikasi terpapar orderan prioritas tak lama kemudian ojolnya datang lalu kami pun beranjak pulang. Jam pulang kantor berarti jam-jam macet. Benar saja, jalanan besar, gang hingga jalanan perumahan semuanya macet. Hampir sejam dimobil hanya bergerak sekitar 3KM, dan supir ojolnya pun mulai menyerah, kami pun sudah jenuh mendengar beliau terus-terusan mengeluh. Jadilah kami diturunkan dipinggir jalan dan disarankan untuk naik damri, sore itu Bandung diguyur hujan yang lumayan deras. Supir ojol tersebut berdalih kemungkinan di depan itu banjir dan mobil kecil tidak bisa lewat, jadi kami disarankan untuk naik damri agar lebih aman.

Kami pun  turun di depan halte dan menunggu bis di halte. Anehnya, setiap orang yang lewat melihat kami dengan ekspresi heran, pun juga dengan damri yang lewat tak satupun yang singgah mengambil kami. Ana berinisiatif bertanya kepada penjual di warung klontong pas di samping halte. Darinya kami mendapat informasi agar menunggu di trotoar jalan saja, bukan di halte. Karena terkadang kalau di halte supir damrinya tidak melihat. Pengalaman baru di Bandung, jika di Jogja bis tidak akan berhenti selain di halte, di Bandung malah berhentinya bukan di halte. Pantas saja orang-orang yang lewat melihat kami dengan tatapan muka yang heran.

Dan benar saja, kami baru tiba di asrama menjelang isya. Ini mungkin definisi kualat, awalnya hanya ingin membercandai Aad, nyatanya kami memang terlunta-lunta dan baru sampai di UIN hampir 3 jam kemudian. Setelah menemui Aad di masjid, kami bersama-sama mencari makan di depan UIN lalu kembali ke asrama untuk istirahat. Mempersiapkan diri untuk berangkat lebih awal keesokan harinya agar tidak terjebak macet yang naudzubillah.
12 Februari 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...