Hari
ini jadi hari paling slow selama kami berada di Bandung. Tak ada rencana yang
berarti, hanya ingin menghabiskan hari terakhir sebelum balik ke Jogja. Kami
keluar dari asrama menjelan siang, menuju ke ITB. Niat hati ingin menyaksikan
penutupan pameran illustrator tapi yang diadakan oleh Fakultas Seni Rupa ITB,
namun ternyata yang lain sudah tidak sabaran untuk berjalan ke tempat yang
lain, alhasil ke pameran illustratornya tidak begitu lama. Tapi
alhamdulillahnya, saat kami masuk kami mendapat bingkisan yang berisi kue pie
dari sponsor. Lumayan sebagai bekal menjalani hari.
Aad
dan Ana sudah lebih dulu berangkat, karena ingin menukarkan sepatu yang dibeli
semalam, sepatunya kebesaran jadi harus ditukar. Saya, Oky, Ani dan Siti
menyusul meninggalkan ITB setengah jam kemudian. Tujuan kami adalah Alun-alun.
Selama beberapa hari di Bandung kami belum pernah ke alun-alun. Jadilah kami
berempat memesan gocar dan melaju menuju ke Alun-alun, disusul Ana dan Aad
kemudian.
Di
Alun-alun sudah ada Wizka yang menungguku, juniorku waktu masih kuliah S1 di
Makassar dulu, sekarang dia sedang menempuh pendidikan master di UPI Bandung.
Lalu kemudian datang juga kak Ifa salah satu inspirator KI Konawe yang kukenal
dulu saat menyelenggarakan KI Konawe bersama beberapa teman.
Di
alun-alun, kami menjalani ritual seperti biasa. Mengabadikan momen sembari
sholat ashar berjamaah. Cuaca Bandung tidak jauh berbeda dengan cuaca di Jogja,
tak bisa diprediksi. Saar kami tiba di Alun-alun hujan turun begitu derasnya,
tak lama kemudian tiba-tiba panasnya begitu terik. Alhamdulillah kami bisa
mendapat spot foto yang cerah di alun-alun.
Setelah
sholat ashar, saya berpamitan ke teman-teman yang lain untuk membelikan Aad dan
Ana makuta lalu lanjut ke toko Divinces untuk membeli tas. Tapi sayang,
sesampainya di Divinces penjaga tokonya belum juga kunjung datang, padahal
sebelumnya saya sudah membuat janji. Saat saya menghubungi adminnya, ternyata
penjaga tokonya terjebak macet. Saya memutuskan untuk kembali ke alun-alun
menemui teman-teman yang lain lalu mencari makan. Ternyata benar, disekitar
alun-alun agak susah mencari makanan yang cocok, jadinya kami makan di KFC.
Menjelang
maghrib, kami memutuskan untuk balik ke Asrama menggunakan Bus Damri. Ternyata
sangat nyaman dan murah, penyesalan terbesar adalah kenapa baru mencoba bus
damri tepat sehari sebelum kami pulang. Andaikan dari hari-hari sebelumnya
sudah menggunakan bus damri mungkin tidak akan ada drama diturunkan dijalan
oleh bapak gocar, atau mendengar keluh kesah bapak gocar karena macet. Ya
begitulah jalan takdirnya, semua sudah diatur dengan begitu apik.
Menjelang
isya kami sudah tiba di depan asrama, kami terlebih dahulu sholat di masjid
yang berada di dekat gerbang UIN lalu terakhir membeli bolu susu lembang,
setelah itu baru memesan gocar untuk kembali di asrama. Setibanya di asrama
kami dengan sigap memulai untuk packing barang-barang kami, mengingat keesokan
harinya kami harus sudah siap-siap pagi-pagi buta untuk menuju ke stasiun,
karena kereta yang akan membawa kami menuju ke Jogja dijadwalkan pukul 05:25.
Malam yang sama, sekitar pukul 22.00 Aad pamitan untuk ke terminal mencari bus
yang akan membawanya kembali ke Surabaya. Aad yang rencananya balik jam 10 pagi
akhirnya molor 12 jam dan balik di malam hari.
16 Februari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar