Kamis, 07 Maret 2019

Baluran


Taman wisata Baluran terletak di perbatasan Situbondo-Banyuwangi, perjalanan ditempuh kurang lebih 90 menit dari kota Situbondo, 60 menit sampai di gerbang masuk kawasan wisata dan kurang lebih 30 menit perjalanan dari luar menuju ke loket masuk taman wisata. Sejauh mata saya memandang, tak jua kutemukan angkutan umum menuju Baluran, hanya ada mobil pribadi, motor dan sepeda yang seliweran.

Kontribusi masuk sebesar 17.500 tambah 1.000 untuk asuransi, karcis mobil sebesar 15.000 di hari libur, barangkali di hari kerja harganya lebih murah. Dari tempat pembelian karcis, kami melanjutkan perjalanan menuju kawasan padang savana, jika beruntung kita akan bertemu dengan berbagai satwa yang hidup di sekitar hutan, namun karena kami berangkatnya agak siang jadi kami hanya mendapati segerombolan monyet, beberapa jenis burung, rusa dan banteng.

Sepanjang jalan, dimulai saat memasuki kawasan taman nasional baluran mata kita akan dimanjakan oleh hijaunya pepohonan dan rumput yang semakin meninggi, diatapi birunya langit yang sangat cerah. Kebetulan kami datang pas matahari lagi cantik-cantiknya, perpaduan warna biru dan putih serta hamparan padang savanna yang hijau lengkap menjadikan pemandangan itu layaknya wallpaper di desktop laptop yang sering saya lihat. Masih di kawasan yang sama, pemandangan dilengkapi dengan latar belakang gunung yang entah itu gunung apa, menambah kesempurnaan pemandangan indah Baluran.

Mobil melaju melewati kawasan Baluran menuju pantai Puma, kami memilih untuk menikmati kawasan pantai Puma terlebih dahulu, karena menjamah Baluran di tengah terik yang begitu menyengat bukan sebuah pilihan yang terbaik. Di pantai Puma kita akan disambut oleh banyak monyet yang berkeliaran ke sana ke mari, menggoda setiap pengunjung yang datang, meratapi pengunjung yang sedang berjalan untuk sekedar mendapat jatah makan, tapi sayangnya ada larangan untuk memberi makanan kepada satwa yang ada di sekitar kawasan, jadi pupuslah harapan sang monyet. Melihat banyaknya monyet yang seliweran memanggil lagi memori kelam masa laluku, saya pernah begitu trauma dengan monyet, hal itu berawal ketika saya mendaki gunung Rinjani, waktu itu saya berniat memotret monyet yang lucu dan tak kusangka, monyetnya dengan muka garang siap menerkamku yang membuatku lari terbirit-birit untuk menghindari kejarannya. Eh ini kok malah curhat.



Lanjut kisah perjalanan di pantai Puma, kami menyusuri bibir pantai yang masih indah, meskipun ternyata beberapa waktu silam sebelum sosial media memboomingkan pantai ini pemandangannya jauh lebih indah, namun saat makin ramai bisa dipastikan keindahan alamnya akan sedikit demi sedikit terkikis. Kami mengambil satu persatu foto dari berbagai sudut, dengan latar belakang langit dan laut, perpaduan yang tak kalah indahnya.

Puas berjalan menyusuri pantai, kami ngadem dibawah pohon sembari menyeruput degan bertemankan monyet-monyet yang tak juga mau menjauh, lalu kami menjalankan ibadah sholat duhur sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke kawasan Baluran untuk mengambil foto, mengabadikan moment, dan merekam jejak bahwa kami pernah berada di sana. Ah lagi lagi semua tentang eksistensi, semua tentang memberi makan ego untuk sekedar mendapat secuil pengakuan.
Ah akhirnya, setelah beberapa kali memasukkan Baluran ke list tempat yang wajib dikunjungi, akhirnya saya di sini, menikmati keindahan Baluran yang katanya Africa Van Java dan menyatu dengan alamnya. Eh iya, karena kami datangnya pada saat musim hujan jadi rerumputannya tumbuh dengan subur dalam balutan warna hijau cerah, andai kami datang di musim kemarau mungkin pemandangannya akan jauh berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...