Taman wisata Baluran terletak di
perbatasan Situbondo-Banyuwangi, perjalanan ditempuh kurang lebih 90 menit dari
kota Situbondo, 60 menit sampai di gerbang masuk kawasan wisata dan kurang
lebih 30 menit perjalanan dari luar menuju ke loket masuk taman wisata. Sejauh
mata saya memandang, tak jua kutemukan angkutan umum menuju Baluran, hanya ada
mobil pribadi, motor dan sepeda yang seliweran.
Kontribusi masuk sebesar 17.500
tambah 1.000 untuk asuransi, karcis mobil sebesar 15.000 di hari libur,
barangkali di hari kerja harganya lebih murah. Dari tempat pembelian karcis,
kami melanjutkan perjalanan menuju kawasan padang savana, jika beruntung
kita akan bertemu dengan berbagai satwa yang hidup di sekitar hutan, namun
karena kami berangkatnya agak siang jadi kami hanya mendapati segerombolan
monyet, beberapa jenis burung, rusa dan banteng.
Sepanjang jalan, dimulai saat
memasuki kawasan taman nasional baluran mata kita akan dimanjakan oleh hijaunya
pepohonan dan rumput yang semakin meninggi, diatapi birunya langit yang sangat
cerah. Kebetulan kami datang pas matahari lagi cantik-cantiknya, perpaduan
warna biru dan putih serta hamparan padang savanna yang hijau lengkap
menjadikan pemandangan itu layaknya wallpaper di desktop laptop yang sering
saya lihat. Masih di kawasan yang sama, pemandangan dilengkapi dengan latar
belakang gunung yang entah itu gunung apa, menambah kesempurnaan pemandangan
indah Baluran.
Mobil melaju melewati kawasan Baluran
menuju pantai Puma, kami memilih untuk menikmati kawasan pantai Puma terlebih
dahulu, karena menjamah Baluran di tengah terik yang begitu menyengat bukan
sebuah pilihan yang terbaik. Di pantai Puma kita akan disambut oleh banyak
monyet yang berkeliaran ke sana ke mari, menggoda setiap pengunjung yang datang,
meratapi pengunjung yang sedang berjalan untuk sekedar mendapat jatah makan,
tapi sayangnya ada larangan untuk memberi makanan kepada satwa yang ada di
sekitar kawasan, jadi pupuslah harapan sang monyet. Melihat banyaknya monyet
yang seliweran memanggil lagi memori kelam masa laluku, saya pernah begitu
trauma dengan monyet, hal itu berawal ketika saya mendaki gunung Rinjani, waktu
itu saya berniat memotret monyet yang lucu dan tak kusangka, monyetnya dengan
muka garang siap menerkamku yang membuatku lari terbirit-birit untuk menghindari
kejarannya. Eh ini kok malah curhat.
Lanjut kisah perjalanan di pantai
Puma, kami menyusuri bibir pantai yang masih indah, meskipun ternyata beberapa
waktu silam sebelum sosial media memboomingkan pantai ini pemandangannya jauh
lebih indah, namun saat makin ramai bisa dipastikan keindahan alamnya akan
sedikit demi sedikit terkikis. Kami mengambil satu persatu foto dari berbagai
sudut, dengan latar belakang langit dan laut, perpaduan yang tak kalah
indahnya.
Puas berjalan menyusuri pantai, kami
ngadem dibawah pohon sembari menyeruput degan bertemankan monyet-monyet yang
tak juga mau menjauh, lalu kami menjalankan ibadah sholat duhur sebelum
akhirnya memutuskan untuk kembali ke kawasan Baluran untuk mengambil foto,
mengabadikan moment, dan merekam jejak bahwa kami pernah berada di sana. Ah lagi
lagi semua tentang eksistensi, semua tentang memberi makan ego untuk sekedar
mendapat secuil pengakuan.
Ah akhirnya, setelah beberapa kali
memasukkan Baluran ke list tempat yang wajib dikunjungi, akhirnya saya di sini,
menikmati keindahan Baluran yang katanya Africa Van Java dan menyatu dengan alamnya. Eh iya, karena kami datangnya pada saat musim hujan jadi rerumputannya tumbuh dengan subur dalam balutan warna hijau cerah, andai kami datang di musim kemarau mungkin pemandangannya akan jauh berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar