Selasa, 26 Maret 2019

Sekelumit cerita 25 maret

Pagi yang mendung tak menghalangi niat yang begitu besar untuk bertemu sang pujaan hati, ya perpustakaan. Dua hari sudah tak bertemu, tinggal gulang guling di kamar cukup untuk membakar energy di hari senin untuk kembali beraktifitas.
 Syukuran ulang tahun di perpus
Hari ini entah ada angin apa saya terbangun sebelum alarm di handphone berbunyi, bangun dalam keadaan hati yang baik dan fikiran yang segar. Setelah sholat subuh saya membuka laptop untuk menyelesaikan transkripsi data lalu mencoba memahami revisian dari dosen tercinta. Waktu-waktu senggang dibalik kegiatan pagiku kusempatkan untuk gulang guling di kasur dan sesekali scroll up and down sosial mediaku, melihat perkembangan dan aktifitas teman-teman sejawat. Tiba-tiba ada chat yang masuk dari seorang teman yang tidak pernah bertegur sapa sebelumnya di sosial media, dia mengirimkan pesan singkat untuk memesan bouquet snack yang menjadi usaha  yang iseng kulakukan bersama seorang temanku belakangan ini, untungnya ada persediaan jadi meskipun mepet masih sempat untuk kubuatkan.


Setelah semuanya selesai, saya bersiap untuk ke kampus. Pagi menjelang siang barulah saya berangkat ke perpus, sampai di perpus sudah lewat puku l 10 pagi. Tempat yang biasa kududuki di sudut quiet room sudah diisi orang lain. Maklum saja, pagi ini Siti teman kostku memakai motor untuk kuliah pagi, seberes kuliah baru dia pulang untuk menjemputku. Belum lama saya duduk di perpustakaan, jarum jam sudah menunjukkan pukul 11. Saya Jaya dan Tama janjian untuk datang pada ujian Desty di Fakultas Psikologi. Jaya dan Tama mengabari kalau mereka sudah di perpus, jadi saya mendatangi mereka untuk kemudian kami bertiga berjalan menuju ke Psikologi. Setelah ujiannya selesai, akmi foto-foto dan kembali ke perpustakaan lagi.


Desty pasca ujian
Alhamdulillah mood dan semangatnya bisa diajak kerjasama, jadi bisa untuk memahami sedikit demi sedikit teori yang menurutku begitu rumit. Satu persatu tesis dan jurnal saya download untuk memperkaya pengetahuan saya mengenai teori. Beberapa jam berlalu akhirnya mendapat pencerahan. Saya mulai merangkum teori tersebut ke dalam bahasa yang mudah saya pahami lalu berniat untuk mencetaknya agar lebih mudah untuk saya baca. Saya mencari uang recehan untuk mencetak rangkuman yang hanya selembar tersebut, kudapati uang 200 perak di tempat pensil, dan satu lembar uang 50 ribuan terakhir di dompet. Jadi saya memutuskan untuk meminta uang Naya 1000 perak untuk persiapan siapa tau biaya cetaknya lebih dari 200 perak. Saya berjalan menuju tempat duduk Naya, dalam suara berbisik saya meminta uang 1000. Hanya berselang beberapa detik, tiba-tiba kami didatangi penjaga perpus. “Kalau mau ngobrol di luar”, dengan suara berbisik sambil menunjuk ke luar. Saya membalasnya dengan iya sambil tersenyum, dan berusaha menyelesaikan obrolan sebelum keluar. Bapaknya mengulangi kata-katanya lagi dan saya pun kembali dengan respon yang sama, menjawab iya sambil tersenyum. Tapi kali ini saya mengiringi dengan berjalan keluar sambil tertawa. Betapa tegasnya bapak ini menjalankan tugas, demi menjaga kenyamanan dan konsentrasi warga perpus yang berada di quiet room. Masih dalam kondisi tertawa, saya berjalan menuju lantai satu untuk mencetak rangkuman teori tadi. Setelah itu kembali ke posisi duduk semula untuk melanjutkan aktifitasku sebelumnya.


 Foto anteng pasca kena tegur hahaha
Siang harinya Daeng menghubungiku untuk pergi ke Galeria mall untuk membelikan kuetart untuk Ayu. Hari ini kami memang telah berencana untuk memberikan kue kepada Ayu di Perpus, dengan alasan kontrakan sudah tidak ada dan agar menjadi reminder bahwa kita harus segera menyelesaikan segala sesuatu yang telah kita mulai.
Kekonyolan kembali terjadi saat kami tiba di Galeria, tepatnya saat sudah berada di depan gerai Breadtalk. Obrolan receh antara saya dan Daeng.
Tini      : Daeng pake uangmu dulu ya, nanti ketemu sama anak-anak baru saya ganti.
Daeng  : Tini, uangku cuman 25.000
Tini      : Eh Daeng, serius? Uangku cuman 75.000
Daeng  : Iya serius, masa bohong sih. Ya udah beli yang harga 18.000 aja
Tini      : Eh, ya kali. Kita kan ramaian, masa belinya yang kecil. Gak cukup untuk dibagi-bagi. Ambil uang di atm gih.
Daeng  : Gak ada, atmku kosong. Eh ada ding, kamu transfer 20.000 nanti saya bisa tarik 50.000
Tini      : ya elah, saya juga ada kalau kayak gitu. Saldoku 92.000, jadi kamu transfer 10.000 biar bisa saya tarik 50.000

Perdebatan pun selesai dan kami berdua berjalan menuju ke atm. Daeng mengirimkan 20.000 ke rekeningku, jadi sudah cukup untuk di tarik 50.000. konyolnya adalah ternyata atm yang ada di galleria mall itu pecahan 100.000 jadi tetap aja tidak bisa untuk ditarik. Setelah berfikir lumayan lama, akhirnya kuputuskan untuk meminta tolong kepada teman untuk mengirimkan uang agar kami bisa membeli kue. Tak lama kemudian transferannya pun masuk lalu kami kembali ke kasir untuk memesan kue yang kami inginkan. Drama di mall sudah selesai. Kembali Daeng mengantarku ke Perpus lalu menjemput Ayu.

Daeng, pake lilin atau gak usah? Tanyaku. Pake lilin aja, jawab Daeng.  Ya udah, kamu beli lilin angka ya. Itu harganya 3.000 satu, beli dua, kataku. Lalu kuberikan uang 10.000 ke Daeng untuk membeli lilin dan saya kembali menuju ke perpus.

Sore harinya Ayu dan Daeng sudah datang, Jaya sudah berada di perpus, saya da Naya berada di lantai yang sama di lantai 3, dan Siti baru berjalan dari perpus FIB menuju ke perpustakaan pusat. Menjelang maghrib, karena saya dan Siti berpuasa jadi kami sepakat untuk semuanya go food agar bisa makan bersama di perpustakaan. Saat memesan olive melalui go food, kembali terjadi kekonyolan karena kurang konsentrasi. Kami berenam pesan ayam dengan komposisi sayap, dada, dan paha. Tak lama kemudia mas gofoodnya mengabari kalau yang tersisa tinggal sayap dan dada. Karena kurang konsentrasi saya membalasnya “Mas, dada bawah atau atas?” lalu membalasnya “Dada tulang”, disaat itu kumerasa kelaparan rawan dengan kelinguan. Hahaha


Saat tiba di lantai 5, saya Daeng Jaya Siti dan Naya sudah duduk di meja persegi di ruang diskusi. Saya menceritakan kekonyolan yang saya lakukan sama Daeng, dan kelinguan yang saya lakukan kepada mas gofood, kami semua tertawa. Lalu Daeng menambahi cerita drama hari ini. Jadi saat membeli lilin, uang yang saya kasi hanya 10.000 dengan perkiraan jika membeli lilin angka itu masih lebih, ternyata Daeng membeli lilin yang kecil-kecil dengan harga 11.000. Uang yang dimilikinya pun hanya uang yang saya kasi 10.000 itu, karena uangnya tidak cukup jadi Daeng akhirnya kembali ke kost untuk mencari uang 1.000 agar cukup untuk membeli lilin. Hahaha

Kami kembali menertawakan kekonyolan yang kami lakukan, betapa berharganya uang 1.000 di saat kita sudah tidak memiliki apa-apa. Betapa berharganya hal kecil di saat hal besar sudah tidak ada dalam genggaman.

Lepas sholat maghrib, saat Rayhan sudah datang kami siap-siap untuk pulang dan memberikan Ayu kue di depan perpustakaan. Depan perpustakaan kami pilih karena merupakan tempat yang paling aman untuk bakar-bakar lilin, setelah itu kami duduk sambil menertawakan nasib kami masing-masing, sembari terus berdoa semoga bulan 7 kami sudah pindah tempat foto ke GSP sebagai wisudawan/ti yang lokasinya berada pas di depan perpus.

Oh iya, ada cerita yang terlewat. Saat selesai sholat maghrib, sebelum kami pulang. Saya dan Naya kembali ke quiet room untum mengambil barang kami. Di saat itu pula kami melihat bapak yang pada siang hari tadi menegur kami mematikan computer presensi dan merapikan semua kursi yang berserakan di depan ruangan. Betapa haru kumelihat bapak penjaga perpus tersebut. Apa yang dilakukannya tadi siang semata-mata untuk melaksanakan tanggung jawab, dan beliau bekerja hingga malam hari sampai benar-benar waktu pulang telah tiba. Membereskan kursi yang berantakan mungkin adalah tanggung jawab beliau. Tapi betapa bijaknya jika kita yang sudah menggunakan bisa langsung merapikan bekas yang kita pakai, untuk sedikit mengurangi beban kerjaan bapak yang sudah sedari pagi menjaga keamanan dan ketentraman perpus.

Betapa kita begitu sering mengabaikan hal-hal kecil, menganggap enteng sesuatu yang mungkin bagi orang lain begitu berharga, betapa kita jarang bisa mengapresiasi pekerjaan baik yang dilakukan orang lain. Begitu banyak pelajaran yang kudapat hari ini. Terima kasih kalian yang telah mejadi guru kehidupanku.
Jogja, 25 Maret 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...