Selasa, 05 Maret 2019

Bandung hari ketiga




DAY 3
Kami memulai hari dengan bangun pukul 4 subuh lalu antri untuk mandi. Hari ini kami berencana berangkat lebih pagi, untuk menghindari macet. Hari ini pula kami tidak memesan gocar melalui aplikasi, tapi minta dijemput oleh Dwika si pemilik gocar yang mengangkut kami saat hari pertama kami tiba di Bandung. Perjalanan yang sepagi itu ternyata tidak bisa menghindarkan kami dari macetnya kota Bandung, meski berangkatnya pukul 7 kurang, kami tetap sampai di lokasi kegiatan pukul 08 lewat. Kami pun langsung registrasi lagi di meja registrasi yang telah disediakan. Lalu memilih ruangan yang ingin kami masuki, saat kami tiba di lokasi presentasi session pertama sudah dimulai, dan dibagi dalam beberapa ruangan. Orchid 1, 2 dan 3. Jadi kami bebas memilih ruangan yang ingin kami masuki dengan tema yang kami ingin dengarkan. Dipilihlah orchid 2 sebagai tempat berlabuh kami, berhubung diruangan tersebut 5 dari 7 rombongan kami akan presentasi disitu. Ada beberapa peserta yang berhalangan hadir, sehingga beberapa peserta maju presentasi lebih awal dari jadwal yang sudah dibagikan. Tapi tidak menjadi masalah yang begitu berarti bagi kami, karena sudah mempersiapkan dari beberapa hari sebelumnya.

Hingga pukul 10, yang artinya setengah jam lagi giliran saya untuk presentasi. Saya pamit untuk pindah ke orchid 3, ruangan yang akan menjadi tempat saya presentasi. Rasa gemetar, gugup, tidak percaya diri, mules mulai menghampiri saya. Apalagi melihat para presenter membawakan materi dengan bahasa Inggris full, saya tidak begitu siap dan tidak latihan dengan baik menggunakan Bahasa Inggris, alhasil saat saya presentasi saya tampil apa adanya dengan mengerahkan kemampuan maksimal saya yang bulepotan. Semua audience memperhatikan dengan saksama, entah karena tidak ada pilihan lain selain memperhatikan saya mempresentasi atau memang mereka mengerti apa yang saya bicarakan. Oh iya, karena menyangka presentasi bisa mix antara bahasa Indonesia dan Inggris jadi file presentasi saya hanya berupa poin-poin, tapi ternyata sangkaan saya keliru. Untungnya saya sedikit banyak telah menguasai materi tersebut dalam bahasa Indonesia, jadi presentasinya sambil mikir dan menerjemahkan dalam waktu yang bersamaan. Tampak wajah teman-teman saya yang memperhatikan dengan tegang dan sesekali mengambil gambar, mereka mungkin khawatir jika saya benar-benar stuck dan malu-maluin. Hahahah, tenang aja guys kita memang sudah terbiasa untuk saling malu-maluin satu sama lain. Hahahaha. Di barisan paling depan nampak seorang bapak paruh baya yang memperhatikan saya presentasi dengan begitu serius sambil sesekali mencatat. Saat 10 menit telah berlalu, waktu presentasi saya telah selesai dan dibukalah sesi Tanya jawab, 1 menit menunggu pertanyaan dan tidak ada satupun yang melontarkan pertanyaan dan berakhirlah waktu saya. Moderator mempersilahkan saya duduk dan digantikan dengan presenter yang lain. Alhamdulillah ada kelegaan saat presentasi telah berakhir, meskipun bocor sana sini presentasinya setidaknya saya telah melakukan yang terbaik versi saya.

Setelah saya presentasi, saya dan beberapa teman pun pindah ke orchid 2 dan melihat Ana yang sementara presentasi. Beberapa menit kemudian moderator mengingatkan 10 menit waktu presentasi telah berakhir, 5 menit yang tersisa mau digunakan untuk Tanya jawab atau lanjut presentasi, dan Ana memilih untuk lanjut presentasi. Tak terasa waktu berallu begitu cepat, Ana telah selesai presentasi dan tibalah waktu untuk istirahat. Ana yang terbiasa sarapan dan sedari pagi tidak makan apapun dan telah bercampur dengan rasa gugup dan tegang sebelum presentasi tadi membuat maagnya kambuh. Kami semua duduk di depan mushollah menunggui Ana yang sedang sakit.

Tiba-tiba melintas bapak yang duduk dibarisan paling depan saat saya presentasi, bapak tersebut menyatakan apresiasinya “ibu, tadi saya tidak mengerti bahasa yang ibu bawakan, tapi saya begitu tertarik dengan tema yang ibu bahas, sangat menarik dan pembagiannya bagus, ibu dari UGM ya? Bagus tuh, Universitas terbaik”. Saya hanya menjawab iya dan memberikan senyum terbaikku. Ada rasa haru yang muncul dari dalam jiwa, ternyata sesuatu yang saya anggap biasa-biasa saja, bahkan yang saya anggap meaningless ternyata menarik dan berarti bagi orang lain. Dari hal ini saya belajar untuk menghargai sekecil apapun itu, karena dari hal kecil tersebut ada usaha yang begitu besar, jadi tak perlu mengkerdilkan diri hanya karena kita merasa bahwa kita tidak berharga. Bukan hak kita untuk menilai, biarkan penilaian menjadi urusan orang lain. Terus saya lanjut berfikir, saat bapak tersebut menyebutkan nama kampus saya, tidak bisa dipungkiri bahwa nama besar kampus akan mendompleng penilaian orang lain terhadap diri kita. Siapa yang bilang nama kampus tidak berpengaruh, siapa yang bilang nilai tidak penting? Keliru ketika kita berfikir itu tidak penting dan berpengaruh, buktinya orang-orang akan melihat sesuatu dari brand. Baru setelah itu kualitas diri menyusul untuk diperhitungkan.

Sore itupun berakhir dengan penutupan oleh bapak Dadang selaku kepala Balai Bahasa Jawa Barat, ada satu pesan yang saya ingat benar. Pak Dadang berpesan bahwasanya ketika nanti kita menikah dengan seseorang yang berbeda suku, bahasa yang akan diajarkan sama anak harus sudah disepakati sebelum ijab dikabulkan, jangan sampai karena tidak adanya kesepakatan tersebut hingga nantinya kita memilih untuk mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu kepada anak-anak kita, karena hal tersebut yang akan menjadi salah satu faktor punahnya bahasa, yakni penuturnya yang berkurang hingga yang tidak memiliki penutur lagi, dan perkawinan antar suku adalah salah satu faktor yang akan menjadikan hal itu terjadi.

Saat sesi terakhir itu ada dua orang penyusup, Oky dan Ghery. Oky adalah teman komunitas saya di Makassar yang saat ini sedang kuliah di ITB dan menjadi travel guide kami selama beberapa hari di Bandung, Ghery adalah teman saya saat PK di Wisma Hijau, saat ini dia sedang menempuh pendidikan di UPI Bandung. Mereka berdua datang ke hotel untuk menemui saya dan teman-teman. Ada rasa syukur dan bahagia karena memiliki banyak teman-teman di mana-mana.
Kami ber-9 lalu ke Alun-alun, rencana ingin foto-foto. Berhubung beberapa orang dari kami baru pertama kali datang ke Bandung. Jelas kami terbagi dalam dua mobil, karena tidak akan mungkin cukup ber-9 dalam satu mobil. Hahaha, akhirnya terpisahlah sekat antara akhi dan ukhti. Kami tiba di alun-alun sekitar setengah jam kemudian, kami memutuskan untuk jalan ke Asia-Afrika dulu sembari berfoto ria, dan rencana sholat maghrib di Mesjid Raya. Langit kota bandung begitu gelap, menemani perjalanan kami.

Ana yang tadi di hotel tidak makan meminta untuk kami mencari makan dulu sebelum melanjutkan jalan-jalan, Ghery mengajak kami untuk mencari makan di Braga, teman-teman meminta untuk ke warung makan yang murah dan enak. Kami pun larut dalam perjalanan dan canda tawa, sesekali mencari warung makan yang kemungkinan murah. Maklum saja, mahasiswa Jogja yang main ke Bandung terkaget-kaget dengan harga yang lumayan mahal bagi kami.

Dipilihlah salah satu warung makan yang ada diperempatan jalan Braga, tempat di depan bank BJB. Saya ditugaskan untuk mengecek harga dulu sebelum kami memutuskan untuk makan di sana, saat saya melihat daftar menu dan makanan yang lumayan ekonomis, saya pun memberikan kode kepada teman-teman yang masih berada diseberang jalan untuk mengikuti saya masuk ke warung tersebut. Tawa kami pecah, ada-ada saja kelakuan koplak kami yang memalukan. Kami pun diberikan petunjuk untuk menuju ke lantai 3, tempatnya sepi, luas dan nyaman. Sembari menunggu makanan kami bermain undercover. Ghery dan Oky pun sudah terlibat keakraban dengan teman-teman saya yang lain, Ghery pun nyeletuk “anak-anak UGM hemat-hemat ya”, mendengar celetukan tersebut, teman-teman saya tertawa. Bukan hemat sih, tapi kaget dengan harga yang melambung tinggi, berbeda sekali antara harga di Jogja dan Bandung, jadi kami mencari yang paling ekonomis.

Hujan pun turun dengan begitu derasnya, rencana kami untuk sholat di masjid Raya akhrinya tertunda. Hujan tak kunjung berhenti hingga waktu menunjukkan pukul 20:00, makanan sudah habis, kami pun sudah mulai bosan bermain undercover, jadi kami memutuskan untuk pulang saja dan merencanakan ulang sholat di masjid Raya keesokan harinya. Kami dijemput lagi sama Dwika, supir gocar yang mengantar kami tadi pagi. Pukul 20:00 lebih beberapa menit kami meninggalkan warung tersebut dan melanjutkan perjalanan balik ke asrama, sedang Oky dan Ghery juga memesan gojek untuk balik ke kediaman masing-masing. Kami menutup hari tersebut dengan perasaan lega dan bahagia, telah menyelesaikan tanggungjawab dan mengakhirinya dengan makan bersama. 
14 Februari 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...