Pagi yang
mendung tak menghalangi niat yang begitu besar untuk bertemu sang pujaan hati,
ya perpustakaan. Dua hari sudah tak bertemu, tinggal gulang guling di kamar
cukup untuk membakar energy di hari senin untuk kembali beraktifitas.
Syukuran ulang tahun di perpus
Hari ini
entah ada angin apa saya terbangun sebelum alarm di handphone berbunyi, bangun
dalam keadaan hati yang baik dan fikiran yang segar. Setelah sholat subuh saya
membuka laptop untuk menyelesaikan transkripsi data lalu mencoba memahami revisian
dari dosen tercinta. Waktu-waktu senggang dibalik kegiatan pagiku kusempatkan
untuk gulang guling di kasur dan sesekali scroll
up and down sosial mediaku, melihat perkembangan dan aktifitas teman-teman
sejawat. Tiba-tiba ada chat yang masuk dari seorang teman yang tidak pernah
bertegur sapa sebelumnya di sosial media, dia mengirimkan pesan singkat untuk
memesan bouquet snack yang menjadi
usaha yang iseng kulakukan bersama
seorang temanku belakangan ini, untungnya ada persediaan jadi meskipun mepet masih
sempat untuk kubuatkan.
Setelah
semuanya selesai, saya bersiap untuk ke kampus. Pagi menjelang siang barulah
saya berangkat ke perpus, sampai di perpus sudah lewat puku l 10 pagi. Tempat
yang biasa kududuki di sudut quiet room sudah diisi orang lain. Maklum saja,
pagi ini Siti teman kostku memakai motor untuk kuliah pagi, seberes kuliah baru
dia pulang untuk menjemputku. Belum lama saya duduk di perpustakaan, jarum jam
sudah menunjukkan pukul 11. Saya Jaya dan Tama janjian untuk datang pada ujian
Desty di Fakultas Psikologi. Jaya dan Tama mengabari kalau mereka sudah di
perpus, jadi saya mendatangi mereka untuk kemudian kami bertiga berjalan menuju
ke Psikologi. Setelah ujiannya selesai, akmi foto-foto dan kembali ke
perpustakaan lagi.
Desty pasca ujian
Alhamdulillah
mood dan semangatnya bisa diajak kerjasama, jadi bisa untuk memahami sedikit
demi sedikit teori yang menurutku begitu rumit. Satu persatu tesis dan jurnal
saya download untuk memperkaya
pengetahuan saya mengenai teori. Beberapa jam berlalu akhirnya mendapat pencerahan.
Saya mulai merangkum teori tersebut ke dalam bahasa yang mudah saya pahami lalu
berniat untuk mencetaknya agar lebih mudah untuk saya baca. Saya mencari uang
recehan untuk mencetak rangkuman yang hanya selembar tersebut, kudapati uang
200 perak di tempat pensil, dan satu lembar uang 50 ribuan terakhir di dompet.
Jadi saya memutuskan untuk meminta uang Naya 1000 perak untuk persiapan siapa
tau biaya cetaknya lebih dari 200 perak. Saya berjalan menuju tempat duduk
Naya, dalam suara berbisik saya meminta uang 1000. Hanya berselang beberapa
detik, tiba-tiba kami didatangi penjaga perpus. “Kalau mau ngobrol di luar”,
dengan suara berbisik sambil menunjuk ke luar. Saya membalasnya dengan iya
sambil tersenyum, dan berusaha menyelesaikan obrolan sebelum keluar. Bapaknya
mengulangi kata-katanya lagi dan saya pun kembali dengan respon yang sama,
menjawab iya sambil tersenyum. Tapi kali ini saya mengiringi dengan berjalan
keluar sambil tertawa. Betapa tegasnya bapak ini menjalankan tugas, demi
menjaga kenyamanan dan konsentrasi warga perpus yang berada di quiet room. Masih dalam kondisi tertawa,
saya berjalan menuju lantai satu untuk mencetak rangkuman teori tadi. Setelah
itu kembali ke posisi duduk semula untuk melanjutkan aktifitasku sebelumnya.
Foto anteng pasca kena tegur hahaha
Siang harinya
Daeng menghubungiku untuk pergi ke Galeria mall untuk membelikan kuetart untuk
Ayu. Hari ini kami memang telah berencana untuk memberikan kue kepada Ayu di
Perpus, dengan alasan kontrakan sudah tidak ada dan agar menjadi reminder bahwa kita harus segera
menyelesaikan segala sesuatu yang telah kita mulai.
Kekonyolan
kembali terjadi saat kami tiba di Galeria, tepatnya saat sudah berada di depan
gerai Breadtalk. Obrolan receh antara saya dan Daeng.
Tini : Daeng
pake uangmu dulu ya, nanti ketemu sama anak-anak baru saya ganti.
Daeng : Tini,
uangku cuman 25.000
Tini : Eh
Daeng, serius? Uangku cuman 75.000
Daeng : Iya
serius, masa bohong sih. Ya udah beli yang harga 18.000 aja
Tini : Eh,
ya kali. Kita kan ramaian, masa belinya yang kecil. Gak cukup untuk dibagi-bagi.
Ambil uang di atm gih.
Daeng : Gak ada,
atmku kosong. Eh ada ding, kamu transfer 20.000 nanti saya bisa tarik 50.000
Tini : ya
elah, saya juga ada kalau kayak gitu. Saldoku 92.000, jadi kamu transfer 10.000
biar bisa saya tarik 50.000
Perdebatan
pun selesai dan kami berdua berjalan menuju ke atm. Daeng mengirimkan 20.000 ke
rekeningku, jadi sudah cukup untuk di tarik 50.000. konyolnya adalah ternyata
atm yang ada di galleria mall itu pecahan 100.000 jadi tetap aja tidak bisa
untuk ditarik. Setelah berfikir lumayan lama, akhirnya kuputuskan untuk meminta
tolong kepada teman untuk mengirimkan uang agar kami bisa membeli kue. Tak lama
kemudian transferannya pun masuk lalu kami kembali ke kasir untuk memesan kue
yang kami inginkan. Drama di mall sudah selesai. Kembali Daeng mengantarku ke
Perpus lalu menjemput Ayu.
Daeng, pake lilin atau gak usah? Tanyaku. Pake lilin aja, jawab Daeng. Ya udah, kamu beli lilin angka ya. Itu
harganya 3.000 satu, beli dua, kataku. Lalu kuberikan uang 10.000 ke Daeng
untuk membeli lilin dan saya kembali menuju ke perpus.
Sore
harinya Ayu dan Daeng sudah datang, Jaya sudah berada di perpus, saya da Naya
berada di lantai yang sama di lantai 3, dan Siti baru berjalan dari perpus FIB
menuju ke perpustakaan pusat. Menjelang maghrib, karena saya dan Siti berpuasa
jadi kami sepakat untuk semuanya go food agar bisa makan bersama di
perpustakaan. Saat memesan olive melalui go food, kembali terjadi kekonyolan
karena kurang konsentrasi. Kami berenam pesan ayam dengan komposisi sayap, dada,
dan paha. Tak lama kemudia mas gofoodnya mengabari kalau yang tersisa tinggal
sayap dan dada. Karena kurang konsentrasi saya membalasnya “Mas, dada bawah atau atas?” lalu membalasnya “Dada tulang”, disaat itu kumerasa kelaparan rawan dengan
kelinguan. Hahaha
Saat tiba
di lantai 5, saya Daeng Jaya Siti dan Naya sudah duduk di meja persegi di ruang
diskusi. Saya menceritakan kekonyolan yang saya lakukan sama Daeng, dan
kelinguan yang saya lakukan kepada mas gofood, kami semua tertawa. Lalu Daeng
menambahi cerita drama hari ini. Jadi saat membeli lilin, uang yang saya kasi
hanya 10.000 dengan perkiraan jika membeli lilin angka itu masih lebih,
ternyata Daeng membeli lilin yang kecil-kecil dengan harga 11.000. Uang yang
dimilikinya pun hanya uang yang saya kasi 10.000 itu, karena uangnya tidak
cukup jadi Daeng akhirnya kembali ke kost untuk mencari uang 1.000 agar cukup
untuk membeli lilin. Hahaha
Kami
kembali menertawakan kekonyolan yang kami lakukan, betapa berharganya uang
1.000 di saat kita sudah tidak memiliki apa-apa. Betapa berharganya hal kecil
di saat hal besar sudah tidak ada dalam genggaman.
Lepas
sholat maghrib, saat Rayhan sudah datang kami siap-siap untuk pulang dan
memberikan Ayu kue di depan perpustakaan. Depan perpustakaan kami pilih karena
merupakan tempat yang paling aman untuk bakar-bakar lilin, setelah itu kami
duduk sambil menertawakan nasib kami masing-masing, sembari terus berdoa semoga
bulan 7 kami sudah pindah tempat foto ke GSP sebagai wisudawan/ti yang
lokasinya berada pas di depan perpus.
Oh iya, ada
cerita yang terlewat. Saat selesai sholat maghrib, sebelum kami pulang. Saya
dan Naya kembali ke quiet room untum mengambil barang kami. Di saat itu pula
kami melihat bapak yang pada siang hari tadi menegur kami mematikan computer
presensi dan merapikan semua kursi yang berserakan di depan ruangan. Betapa
haru kumelihat bapak penjaga perpus tersebut. Apa yang dilakukannya tadi siang
semata-mata untuk melaksanakan tanggung jawab, dan beliau bekerja hingga malam
hari sampai benar-benar waktu pulang telah tiba. Membereskan kursi yang
berantakan mungkin adalah tanggung jawab beliau. Tapi betapa bijaknya jika kita
yang sudah menggunakan bisa langsung merapikan bekas yang kita pakai, untuk
sedikit mengurangi beban kerjaan bapak yang sudah sedari pagi menjaga keamanan
dan ketentraman perpus.
Betapa kita
begitu sering mengabaikan hal-hal kecil, menganggap enteng sesuatu yang mungkin
bagi orang lain begitu berharga, betapa kita jarang bisa mengapresiasi
pekerjaan baik yang dilakukan orang lain. Begitu banyak pelajaran yang kudapat
hari ini. Terima kasih kalian yang telah mejadi guru kehidupanku.
Jogja, 25 Maret 2019