Senin, 17 April 2017

Memilih pasangan hidup



Saya berusaha mengukir rekaman bincang-bincang kemarin di pulau Kulambing. Sembari menunggu kapal datang untuk menjemput dan membawa kami ke Pangkep, saya mengikuti kak Noe bersafari mengelilingi pulau untuk bersua dengan kenangan masa kecil dan orang-orang yang terlibat didalamya.

Awalnya kami kerumah pak Kepala Sekolah, lalu lanjut kerumah rekan guru mamanya kak Noe yang sudah dianggap seperti saudara. Seperti biasa, celengan rindu yang begitu lama ditabung akhirnya tumpah dalam eratnya pelukan dalam pertemuan yang dinantikan. Setelah berbasa basi. Akhirnya masuk ke perbincangan mengenai pasangan hidup.

Seperti biasa, pertemuan setelah sekian lama tak bersua pasti akan muncul pertanyaan wajib. Jadi sekarang dekat sama siapa, kapan nikah? Sumpah takkewer kewer, pertanyaan klasik macam ini adalah pertanyaan wajib yang tak pernah terlewatkan dalam setiap obrolan.

Akhirnya petuah demi petuah pun dilontarkan oleh kak Lela. Petuah utuk kak Noe yang ternyata masuk dalam akal fikiran dan sanubariku. Hingga memberkas begitu lekat dalam ingatanku. Cari suami itu yang baik sifatnya, tak perlu yang gagah. Kalau sifatnya baik, rajin ibadah, pasti akan terlihat gagah juga olehmu. Namun sebaliknya, meskipun dia gagah pake banget kalau sifatnya jelek pasti akan terlihat buruk olehmu.Tak perlu menjadikan paras sebagai standar, kalau lampu dimatiin, toh juga parasnya sudah gak kelihatan. Hahahaha. Dalam hatiku ngakak membenarkan pernyataan yang baru saja kudengar. Tapi jangan yang jelek-jelek amat juga, lanjut kak Lela. Huahaha. Ya elah -___-.

Anak-anak sekarang selalu menjadikan gagah sebagai standar untuk mencari suami, katanya biar bisa di bawah arisan. Untung kalau sudah nikah suamimu mau diajak arisan, paling-paling bilang “sana gih pergi sendiri, saya capek”. Lanjutnya lagi. Huahaha. Iya ya bener juga. Terkadang kita terlalu silau sama standar-standar umum, silau akan duniawi, menjadikan standar paras menjadi standar utama hingga lupa bahwa banyak hal yang lebih hakiki dari itu. Bahwa setelah menikah paras sudah tak lagi begitu berarti, yang paling berarti adalah pasangan hidup yang dapat membimbing ke jalan-Nya. Bisa bersama-sama berjuang dan melewati hari-hari senang maupun susah hingga ajal yang memisahkan.

Terimakasih untuk petuah-petuah berkualitasnya kak. Obrolan yang kedengarannya hanya berupa guyonan tapi meaningfull banget buat saya. Obrolan selalu memberikan pelajaran-pelajaran hidup yang berharga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...