Minggu, 25 Desember 2016

Apa yang benar-benar saya inginkan?



Teruslah berharap karena tidak ada yang salah dalam sebuah harapan yang ditabung, namun sepintar-pintarnya kita mengelola harapan itu. Teruslah bermimpi, karena mimpi adalah satu jalan yang akan membawa kita ke sebuah tujuan akhir. Banyak hal yang ingin saya lakukan di masa depan. Bertepetualang, melanjutkan pendidikan, menikah dan yang paling saya inginkan adalah mendedikasikan diri bagi masyarakat. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.

Hidup dalam keluarga sederhana, memberikan saya makna hidup yang luar biasa. Pesan dari orang tua yang sangat saya ingat adalah, cara terbaik menikmati dan mensyukuri hidup adalah dengan berbagi. Karena berada dalam lingkungan keluarga yang mendidik saya dengan cara yang sangat luar biasa, saya tumbuh menjadi sosok yang resah ketika melihat orang lain kesusahan. Ketika sekolah saya sudah mulai berkecimpung dalam dunia organisasi, lanjut di bangku kuliah saya aktif di beberapa lembaga kampus dan komunitas. Sampai sekarang pun saya masih menyibukkan diri dalam komunitas.

Berkomunitas membuat mata saya terbuka lebar melihat kenyataan hidup yang terjadi dalam masyarakat, membuat saya belajar banyak hal yang tidak pernah saya pelajari di bangku sekolah formal, memotivasi saya untuk terus berbagi tanpa henti karena berbagi takkan membuat saya rugi, dan tentunya terus memanggil-manggil saya untuk terus menularkan virus kebaikan karena ada banyak insan yang kehidupannya tidak seberuntung kehidupan yang saya jalani.

Pernah satu waktu ketika saya mengikuti salah satu recruitment komunitas saya mendapati sebuah sekolah yang lumayan jauh dari hiruk pikuk kota, sekolahnya berdiri megah di kaki gunung. Jangan berharap kita bisa melihat indomaret atau alfamart disekelilingnya seperti yang sering kita lihat di kota besar, rumah pun jarang kita lihat. Siswa-siswi yang belajar disekolah tersebut harus menempuh puluhan kilo agar bisa sampai di sekolah. Gurunya pun tidak sampai 10 orang. Bahkan yang paling miris anak SD kelas 6 yang notabene akan mengikuti Ujian Nasional yang dicanangkan sebagai standar kelulusan belum lancar baca tulis hitung. Pendidikan menjadi barang mewah bagi mereka, bahkan tak sekali dua kali orang tua mereka meminta untuk tinggal dirumah membantu mengerjakan pekerjaan orang tua seperti berkebun, beternak dan membajak sawah. Menurut mereka itu adalah kehidupan yang lebih nyata, ketimbang harus belajar di sekolah. 

Kalau sudah seperti ini, siapa yang perlu disalahkan? Orang tuanya, anaknya, gurunya, atau pemerintah? Tidak ada yang perlu disalahkan, apa yang dipikirkan orang tua para siswa-siswa tersebut adalah hal yang wajar, kehidupan bagi mereka begitu keras, yang paling penting bagaimana mencari penghidupan agar tetap bisa makan dan melanjutkan hidup. Satu hal yang perlu kita evaluasi adalah, sebenarnya apa yang salah dari semua ini? Kita sebagai masyarakat terdidik harus bisa mencari akar permasalahan, tidak hanya bisa men-judge lalu menyalahkan. Kita harusnya hadir sebagai pemberi solusi, bukan sebagai makluk pemaki-maki.

Di sudut yang lain, salah satu sudut yang ada di kotaku. Sebuah kampung yang kami namai kampung pemulung, puluhan anak rentan usia sekolah dasar tidak dapat merasakan mewahnya sebuah pendidikan formal. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi, salah satunya faktor ekonomi. Hal ini tidak bisa dipungkiri, pengaruh ekonomi akan sangat berdampak besar bagi kehidupan manusia, baik dampak bagi pendidikan maupun kesehatan.

Apakah ini adalah salah pemerintah? Jelas bukan! Pemerintah sudah cukup maksimal melakukan yang terbaik untuk pemerataan pendidikan, namun pemerintah pun tak bisa sepenuhnya serta merta memberantas masalah pendidikan yang sudah menjamur. Ini adalah kewajiban kita bersama. Kewajiban untuk bersama-sama berkontribusi untuk mencerdaskan anak bangsa. Lebih baik menyalakan lilin dari pada terus-terusan mengutuk kegelapan, lebih baik mengambil andil dari pada terus-terusan mengutuk sistem yang ada.

Kalau mendapat pertanyaan apa yang ingin saya lakukan di masa depan? Jelas saya akan menjawab saya akan mendedikasikan diri untuk sedikit mengambil andil membantu para penerus bangsa untuk merajut miimpi, menggapai asa dan tetap percaya bahwa pendidikan yang baik adalah sebuah jalan yang akan mengantarkan kita ke gerbang kehidupan yang jauh lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...