Jumat, 23 Desember 2016

Funtrip Sahabat Indonesia Berbagi (SIGi)




Hamparan langit biru menaungi perjalanan kami pagi itu. Rombongan anak muda yang memiliki semangat yang menggelora. Uyeeeiii kita funtrip. Danau Tanralili dan tembus Lembah Lohe adalah tujuan langkah kami. 26 orang SIGi-ers menapaki jalan setapak yang datar hingga yang penuh kerikil. Menyempatkan untuk singgah berfoto disetiap lokasi yang memiliki pemandangan yang menarik. Satu dua teman rombongan mulai keletihan dan berjalan sempoyongan. 20 menit berlalu kontur jalan sudah mulai mendaki, cucuran keringat mulai menyembur membasahi dahi dan pakaian. Sepanjang perjalanan hanya suara nafas beradu dengan air mengalir yang terdengar.
Alam beserta isinya selalu menyuguhkan keindahan tanpa henti. Hijau yang selalu menyegarkan, udara sejuk masih saja menyambut dengan dinginnya yang khas. Meski tak seperti dulu lagi, namun alam tak pernah letih untuk memberikan kehidupan dan air keasrian. Disetiap pijakan kaki, ada cuil-cuil pelajaran hidup yang berserakan. Mendaki selalu saja menyenangkan, mendaki selalu saja menjadi proses pembelajaran kehidupan. Batu kerikil menjadi pengingat masalah-masalah kecil yang selalu datang dalam setiap ranah kehidupan. Mendaki dan menurun memberikan petuah kehidupan yang dinamis, kadang diatas, kadang kita terhempas kebawah. Jangan pernah angkuh dengan sesuatu yang kita miliki saat ini, bagai proses pendakian yang memiliki perputaran situasi.
Tuhan tak pernah henti menaungi dengan nikmat yang bertubi-tubi. Udara segar khas pegunungan yang tak pernah kita temui di kota-kota. Angin sepoi-sepoi yang membelai lembut. Mata air yang tak pernah kering membasahi kerongkongan yang haus akan dahaga. Kicauan burung yang bernyanyi menyemangati. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan.
Bertemu dengan orang-orang diperjalanan, ramah dan bersahabat meski tak seluwes dulu. Ah, saya lagi-lagi bernostalgia. 5-6 tahun yang lalu ketika saya baru mulai belajar mendaki. Acapkali bertemu dengan orang-orang baru, kita bisa dengan mudah akrab. Tidak ada istilah sok akrab seperti kawulah muda kekinian. Selalu saja tercipta keharmonisan dan keakraban meski dengan orang asing. Ah saya rindu masa-masa dulu.
Setelah sekitar 3 jam perjalanan akhirnya kita sampai di danau Tanralili. Danau yang 3 tahun  silam pernah kusambangi, danau yang dulu masih sepi dan belum terjamah. Sekarang sudah banyak berubah. Ada beberapa papan penanda, beberapa bekas api unggun, dan juga beberapa sisa tali tenda yang tertinggal serta beberapa sisa pembungkus makanan yang berceceran. Kami istirahat sejenak sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan ke Lembah Lohe. 2 jam kami gunakan untuk istirahat di Tanralili, sholat, makan dan menyempatkan tidur. Setelah semua selesai makan dan sholat, perjalanan kami lanjutkan.
Tak ada bonus. Melintasi sungai, mata dan kaki langsung disuguhkan pendakian. Dengan sisa semangat yang tersisa kami menapaki jalan yang cukup curam dan licin. Baru sekitar setengah jam berjalan, hujan deras mengguyur. Beberapa orang yang berjalan lebih dulu singgah beristirahat dengan membentangkan flysheet sembari menuggu beberapa orang yang tertinggal jauh dibelakang. Sekitar setengah jam kemudian semuanya sudah berkumpul, dan hujan masih mengguyur dengan deras. Tak ada pilihan lain. Kita harus tetap melanjutkan perjalanan meski hujan.
Sekitar pukul 5 kita sampai di danau merah.
Sempat berhenti sejenak dan mencari jalur menuju Lembah Lohe. Tedodeeeet, ternyata tak ada satupun orang yang pernah ke Lembah Lohe, bahkan leader. Sungguh berani si Leader membawa segitu banyak orang ke tempat yang diapun belum pernah kesana, apalagi dalam kuantitas lebih banyak cewek. Salut buat keberanian dan kegigihan om leader dalam mengambil keputusan ngetrip ke tempat yang baru, musim hujan dan beranggotakan lebih banyak cewek. Setelah menemui jalur perjalanan pun di lanjutkan. Sejam kemudian kami sudah sampai di Lembah Lohe.
Sembari mencari tempat lapang untuk mendirikan tenda, jas hujan yang sejak tadi dipake ditanggalkan. Lalu membongkar carrier yang berisi tenda. Tak lama terdengar kabar 3 orang drop. Beberapa teman menjemput. Dalam kondisi hujan lebat dan kondisi tubuh yang kurang fit memang sangat rentan untuk terserang kedinginan. Namun karena semangat, keterbatasan pun terlampaui. Meski dalam kondisi ngedrop dan jalan tertatih-tatih, akhirnya 3 orang ini pun sampai di Lembah Lohe.
Tenda didirikan, satu persatu berganti pakaian dan lainnya masak untuk persiapan makan malam. Setelah makan malam tinggal beberapa suara yang terdengar, lainnya sudah larut ke alam mimpi. Sebagiannya lagi berkumpul di api unggun milik tetangga yang malam itu mendirikan tenda dekat dengan tenda kami. Api unggun malam itu menghangatkan badan kami yang tertusuk dingin udara lembah. Namun, hangatnya api unggun tak mampu menghangatkan obrolan yang seolah beku. Kita duduk melingkar dan bergerilya dalam imajinasi masing-masing. Kita terpaku dalam suasana hening. Ah lagi-lagi saya rindu masa-masa dulu. Masa dimana kita bisa menembus pagi dengan beberapa gelas kopi dan mengobrol ngalur ngidul dalam lingkaran api unggun.
Pagi harinya sekitar pukul 5 kami bangun dan sholat subuh berjamaah. Setelah cahaya pagi sudah mulai menyinari kami berkumpul di tempat api unggun yang masih tersisa. Mencoba menambah bahan agar api unggun tetap menyala dan mengangatkan kami. Beberapa orang menyalakan kompor untuk membuat minuman yang menghangatkan, sebagian teman stretching untuk mencari jalan menghangatkan tubuh mereka, ada yang sudah semangat berfoto di pagi buta, sebagiannya lagi masih terpaku dalam hangatnya Sleeping Bag dalam tenda.

Sembari ngeteh, ngopi dan sarapan roti. Kami mulai menanak nasi dan lauk untuk persiapan makan di jalan. Kami bercanda ria dan mengobrol banyak hal. Tak terasa waktu berputar begitu cepat. Matahari sudah hampir diatas kepala. Kami melanjutkan foto bersama dan membuat video. Lalu membongkar tenda dan beres-beres untuk melanjutkan perjalanan kembali ke desa terakhir. Sekitar pukul 10 kami sudah memulai perjalanan untuk turun. Baru sekitar 10 menit berjalan, hujan sudah mulai mengguyur. Di sisi kanan jalur nampak seperti air bah di aliran sungai, hujan yang begitu deras mendukung derasnya aliran sungai serta keruhnya semua sumber mata air. Perjalanan pulang jauh lebih cepat ketimbang waktu pergi. Beberapa teman berjalan seperti orang mabok karena keletihan. Berjalan sempoyongan sampai beberapa kali hampir terjatuh. Namun lagi lagi, semangat mengalahkan keterbatasan. Meski berjalan pelan kita akhirnya sampai di desa terakhir menjelang maghrib.



Terimakasih kakak-kakak SIGi untuk funtrip menyenangkan yang penuh cerita, ceria dan kenangan. Sampai jumpa di funtrip selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...