Alam beserta isinya selalu menyuguhkan keindahan tanpa henti. Hijau yang
selalu menyegarkan, udara sejuk masih saja menyambut dengan dinginnya yang
khas. Meski tak seperti dulu lagi, namun alam tak pernah letih untuk memberikan
kehidupan dan air keasrian. Disetiap pijakan kaki, ada cuil-cuil pelajaran
hidup yang berserakan. Mendaki selalu saja menyenangkan, mendaki selalu saja
menjadi proses pembelajaran kehidupan. Batu kerikil menjadi pengingat
masalah-masalah kecil yang selalu datang dalam setiap ranah kehidupan. Mendaki
dan menurun memberikan petuah kehidupan yang dinamis, kadang diatas, kadang
kita terhempas kebawah. Jangan pernah angkuh dengan sesuatu yang kita miliki
saat ini, bagai proses pendakian yang memiliki perputaran situasi.
Tuhan tak pernah henti menaungi dengan nikmat yang bertubi-tubi. Udara
segar khas pegunungan yang tak pernah kita temui di kota-kota. Angin
sepoi-sepoi yang membelai lembut. Mata air yang tak pernah kering membasahi
kerongkongan yang haus akan dahaga. Kicauan burung yang bernyanyi menyemangati.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau
dustakan.
Bertemu dengan orang-orang diperjalanan, ramah dan bersahabat meski tak
seluwes dulu. Ah, saya lagi-lagi bernostalgia. 5-6 tahun yang lalu ketika saya
baru mulai belajar mendaki. Acapkali bertemu dengan orang-orang baru, kita bisa
dengan mudah akrab. Tidak ada istilah sok akrab seperti kawulah muda kekinian.
Selalu saja tercipta keharmonisan dan keakraban meski dengan orang asing. Ah
saya rindu masa-masa dulu.
Setelah sekitar 3 jam perjalanan akhirnya kita sampai di danau Tanralili.
Danau yang 3 tahun silam pernah
kusambangi, danau yang dulu masih sepi dan belum terjamah. Sekarang sudah banyak
berubah. Ada beberapa papan penanda, beberapa bekas api unggun, dan juga
beberapa sisa tali tenda yang tertinggal serta beberapa sisa pembungkus makanan
yang berceceran. Kami istirahat sejenak sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan
ke Lembah Lohe. 2 jam kami gunakan untuk istirahat di Tanralili, sholat, makan
dan menyempatkan tidur. Setelah semua selesai makan dan sholat, perjalanan kami
lanjutkan.
Tak ada bonus. Melintasi sungai, mata dan kaki langsung disuguhkan
pendakian. Dengan sisa semangat yang tersisa kami menapaki jalan yang cukup
curam dan licin. Baru sekitar setengah jam berjalan, hujan deras mengguyur.
Beberapa orang yang berjalan lebih dulu singgah beristirahat dengan
membentangkan flysheet sembari menuggu beberapa orang yang tertinggal jauh
dibelakang. Sekitar setengah jam kemudian semuanya sudah berkumpul, dan hujan
masih mengguyur dengan deras. Tak ada pilihan lain. Kita harus tetap
melanjutkan perjalanan meski hujan.
Sekitar pukul 5 kita sampai di danau merah.
Sempat berhenti sejenak dan mencari jalur menuju Lembah Lohe. Tedodeeeet, ternyata tak ada satupun orang yang pernah ke Lembah Lohe, bahkan leader. Sungguh berani si Leader membawa segitu banyak orang ke tempat yang diapun belum pernah kesana, apalagi dalam kuantitas lebih banyak cewek. Salut buat keberanian dan kegigihan om leader dalam mengambil keputusan ngetrip ke tempat yang baru, musim hujan dan beranggotakan lebih banyak cewek. Setelah menemui jalur perjalanan pun di lanjutkan. Sejam kemudian kami sudah sampai di Lembah Lohe.
Sempat berhenti sejenak dan mencari jalur menuju Lembah Lohe. Tedodeeeet, ternyata tak ada satupun orang yang pernah ke Lembah Lohe, bahkan leader. Sungguh berani si Leader membawa segitu banyak orang ke tempat yang diapun belum pernah kesana, apalagi dalam kuantitas lebih banyak cewek. Salut buat keberanian dan kegigihan om leader dalam mengambil keputusan ngetrip ke tempat yang baru, musim hujan dan beranggotakan lebih banyak cewek. Setelah menemui jalur perjalanan pun di lanjutkan. Sejam kemudian kami sudah sampai di Lembah Lohe.
Sembari mencari tempat lapang untuk mendirikan tenda, jas hujan yang
sejak tadi dipake ditanggalkan. Lalu membongkar carrier yang berisi tenda. Tak
lama terdengar kabar 3 orang drop. Beberapa teman menjemput. Dalam kondisi
hujan lebat dan kondisi tubuh yang kurang fit memang sangat rentan untuk
terserang kedinginan. Namun karena semangat, keterbatasan pun terlampaui. Meski
dalam kondisi ngedrop dan jalan tertatih-tatih, akhirnya 3 orang ini pun sampai
di Lembah Lohe.
Tenda didirikan, satu persatu berganti pakaian dan lainnya masak untuk
persiapan makan malam. Setelah makan malam tinggal beberapa suara yang
terdengar, lainnya sudah larut ke alam mimpi. Sebagiannya lagi berkumpul di api
unggun milik tetangga yang malam itu mendirikan tenda dekat dengan tenda kami. Api
unggun malam itu menghangatkan badan kami yang tertusuk dingin udara lembah.
Namun, hangatnya api unggun tak mampu menghangatkan obrolan yang seolah beku.
Kita duduk melingkar dan bergerilya dalam imajinasi masing-masing. Kita terpaku
dalam suasana hening. Ah lagi-lagi saya rindu masa-masa dulu. Masa dimana kita
bisa menembus pagi dengan beberapa gelas kopi dan mengobrol ngalur ngidul dalam
lingkaran api unggun.
Pagi harinya sekitar pukul 5 kami bangun dan sholat subuh berjamaah.
Setelah cahaya pagi sudah mulai menyinari kami berkumpul di tempat api unggun
yang masih tersisa. Mencoba menambah bahan agar api unggun tetap menyala dan
mengangatkan kami. Beberapa orang menyalakan kompor untuk membuat minuman yang
menghangatkan, sebagian teman stretching untuk mencari jalan menghangatkan
tubuh mereka, ada yang sudah semangat berfoto di pagi buta, sebagiannya lagi
masih terpaku dalam hangatnya Sleeping Bag dalam tenda.
Sembari ngeteh, ngopi dan sarapan roti. Kami mulai menanak nasi dan lauk
untuk persiapan makan di jalan. Kami bercanda ria dan mengobrol banyak hal. Tak
terasa waktu berputar begitu cepat. Matahari sudah hampir diatas kepala. Kami
melanjutkan foto bersama dan membuat video. Lalu membongkar tenda dan beres-beres
untuk melanjutkan perjalanan kembali ke desa terakhir. Sekitar pukul 10 kami
sudah memulai perjalanan untuk turun. Baru sekitar 10 menit berjalan, hujan
sudah mulai mengguyur. Di sisi kanan jalur nampak seperti air bah di aliran
sungai, hujan yang begitu deras mendukung derasnya aliran sungai serta keruhnya
semua sumber mata air. Perjalanan pulang jauh lebih cepat ketimbang waktu
pergi. Beberapa teman berjalan seperti orang mabok karena keletihan. Berjalan
sempoyongan sampai beberapa kali hampir terjatuh. Namun lagi lagi, semangat
mengalahkan keterbatasan. Meski berjalan pelan kita akhirnya sampai di desa
terakhir menjelang maghrib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar