Sabtu, 31 Desember 2016

Refleksi 2016



Waktu bergulir begitu cepat. Masih segar diingatan tahun baru 2016, saat ini kita sudah berada di detik-detik pergantian tahun menuju 2017. Sejarah 2016 telah terukir. Siap atau tidak, kita diseret untuk menghadapi kenyataan tahun yang akan berganti, terima atau tidak kita dipaksa untuk berdamai dengan keadaan. Karena waktu tidak punya hati untuk sekedar menunggu kita yang belum begitu siap dengan perubahan yang begitu cepat.

Puji syukur kepada Tuhan serta salawat kepada Rasul-Nya.

Begitu banyak hal yang terjadi sepanjang tahun 2016 yang sedikit banyak mengubah hidup dan cara pandang saya menyikapi dunia yang semakin brutal ini.

#1. Terimakasih Tuhan atas nikmat kesehatan, keselamatan dan umur panjang yang selalu engkau curahkan kepada saya, kedua orang tua serta kedua saudara saya dan orang-orang yang saya sayangi.

#2. Berjalan dari satu tempat ketempat yang lain. Berawal dari Kediri-Banjarbaru-Makassar-Surabaya-Jogja-Makassar-Depok-Jakarta-Makassar. Perjalanan mengajarkan saya banyak hal, membuat saya lebih membuka mata terhadap beberapa hal yang terjadi sepanjang perjalanan yang saya lakukan.

#3. Bertemu banyak teman-teman dari berbagai daerah, dari Sabang sampai Merauke dengan perbedaan suku, agama, ras, budaya dan profesi. Banyak teman banyak rejeki, hal itu selalu terpatri indah dalam hati dan ingatan saya. Teman merupakan aset yang sangat berharga dalam hidup saya. Ada yang hanya numpang lewat tapi tak sedikit yang berkesan dan melekat diingatan.

#4. Numpang nama di beberapa komunitas. Sokola Kaki Langit, Sobat Budaya Makassar, International English Club Jogja, Ruang Berbagi Ilmu, Kelas Inspirasi Gowa, Pecandu Aksara, Sahabat Indonesia Berbagi, dan Penyala Makassar. Bergabung dalam dunia komunitas mempertemukan saya dengan banyak orang-orang hebat, yang secara tidak langsung memberi saya pelajaran kehidupan. Kakak-kakak yang selalu menginspirasi serta adik-adik yang senantiasa menampar dengan pelajaran hidup agar bisa selalu bersyukur.

#5. Menjadi salah seorang awardee LPDP Batch 2. Suatu kesyukuran bisa lulus menjadi salah seorang masyarakat Indonesia yang terpilih untuk mengemban amanah menjadi penerima beasiswa yang saat ini menjadi primadona. Sebuah kesyukuran yang sangat besar bisa bergabung dalam lingkaran orang-orang hebat, dimana posisi yang saya dapatkan saat ini menjadi hal yang sangat diinginkan oleh banyak orang.

#6. Menjadi bagian dari keluarga besar SIGi Makassar, Keluarga besar Metamorfosa PK-88 LPDP, keluarga spesial Acto serta keluarga gesrek Alteko.

#7. Membuat perpustkaan kecil yang meski pada akhirnya harus dipenuhi debu karena saya terlalu “sok sibuk” dengan kegiatan luar rumah.

#8. Membeli motor (red : sebagian besar masih pake uang orang tua) dan lebih spesialnya lagi bisa mengendarai motor sendiri, ini progress yang besar. Mengingat selama ini selama beberapa tahun saya mesti membelah kemacetan dan kesemrawutan kota Makassar dengan transportasi sejuta Ummat (Pete-pete).

#9. Tahun ini menjadi begitu spesial karena lebaran tahun ini bisa merayakan bersama kedua orang tua dan kedua saudara. Semenjak 10 tahun lalu kakak kerja dan bertugas di Banjarbaru ini tahun pertama kita bisa lebaran berlima di kampung halaman. Masih jelas diingatan saya tahun lalu ketika idul fitri berlebaran di Solo dan Idul Adha lebaran di Papua, tak ada masakan spesial khas lebaran dan tidak ada kumpul keluarga pasca hari raya. Lebaran menjadi tidak begitu spesial karena jauh dari kampung halaman dan keluarga. Dari proses itu saya memahami alasan kenapa kebanyakan perantau rela menggelontorkan rupiah demi bisa berlebaran bareng keluarga.

#10. Belajar proyek Ikhlas. Belajar melepaskan dan menerima. Karena pada prakteknya ada hal-hal yang memang tidak bisa dipaksakan. Kita hanya perlu melepaskan dan menerima serta berdamai dengan kenyataan. Karena tidak semua hal yang kita inginkan bisa sejalan dengan realitas yang ada.


Tak sedikit pula kegagalan serta lampu merah yang saya alami sepanjang 2016. Lampu merah membuat saya berjeda sejenak dan introspeksi diri, sebelum pada akhirnya lampu hijau saya dapatkan untuk melanjutkan perjalanan

#1. Gagal menjadi salah seorang mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris UPI Bandung, but everything happen for a reason. Dari kegagalan itu saya disentil untuk meluruskan niat, memantapkan pilihan dan memperbesar usaha.

#2. Tertunda keliling Indonesia. Ini bukan masuk dalam taraf gagal, Keliling Indonesia masih masuk dalam resolusi tahun 2017. 

#3.  Gagal membangun kembali Ruh Restinyshop. Sebuah onlineshop yang sudah saya rintis beberapa tahun. Sekarang mati suri dan belum bangun dari tidur panjangnya. Semoga 2017 ruhnya bisa kembali.

#4. Intensitas untuk hadir di Maestro berkurang. Ini merupakan kegagalan bagi saya. Kesibukan di luar, kesibukan orang-orang yang selama ini selalu saya temani membuat saya pun akhirnya jarang datang ke sekretariat dan lebih parahnya melewatkan beberapa event.

#5. Kenekatan saya berkurang. Sekarang selalu mempertimbangkan banyak hal sebelum melangkah, saya rindu diri saya yang dulu. Jarang memikirkan resiko sebelum melangkah, karena prinsipnya setiap apapun yang kita jalani akan ada resiko yang dihadapi, dan solusinya ya nanti ketika resiko itu sudah menyapa. Namun tahun ini saya merasa mengalami begitu banyak penurunan. Saya sudah mulai parno dalam bertindak. Umur menjadi salah satu faktor yang membuat saya sedikit berfikir untuk menentukan skala prioritas.

Tahun 2016 mengukir banyak kisah. Banyak yang masih terekam jelas dalam ingatan, namun banyak pula yang menjadi angin lalu. Terimakasih untuk setiap orang yang telah menyentuh kehidupan saya sepanjang tahun 2016. Selamat menjadi sejarah 2016, selamat menyambut tahun baru 2017 dengan resolusi baru yang lebih besar.


Jumat, 30 Desember 2016

2 days trip with Alteko



                Tak perlu hubungan darah untuk merasa berkeluarga. Tak perlu mewah untuk bahagia. Karena cara sederhana pun jika dinikmati akan selalu membawa cerita yang tak pernah usang. 

Liburan sudah kami rencanakan jauh-jauh hari. 28-29 Desember jadi hari liburan terspesial. Jelas saja, kak Udpa sampai mengambil cuti kerjaa. Cekgu yang harusnya tahun baru di Kendari memilih untuk balik ke Makassar. Hari rabu subuh kami berangkat ke Bulukumba. Saya menyambangi kak Udpa disaat matahari belum muncul, lalu kami menjemput kak Rhya, Oky dan Jannah. Perjalanan pun dimulai. Kami berangkat dari Makassar menuju ke Kajang, tujuan liburan kami yang pertama. Kami menghabiskan satu malam dirumah Oky. Rumah yang berada di Kajang dalam. Selama ini saya hanya tahu ada Kajang Luar dan Kajang dalam. Ternyata satu hal yang luput dari pengetahuan saya, ada kajang Adat. Jadi kajang terbagi atas 3. Kajang Luar, dalam dan kajang Adat. Sebelum sampai di Kajang, kita beberapa kali singgah. Di Pertamina, Indomaret dan posko KKN Janna. Jam 4 baru kami tiba dirumah Oky, kami beristirahat sejenak sebelum masuk ke Kajang Adat. Meski lahir dan besar di Sulawesi, meski sudah beberapa kali mendengar cerita tentang Kajang, ini kali pertama saya masuk ke Kajang Adat. Kami berangkat sekitar pukul 5 dari rumah Oky, dengan pakaian hitam tentunya. Kami memarkirkan mobil lalu berjalan masuk kedalam hutan. Jalan setapak penuh bebatuan. Awalnya kami menggunakan alas kaki. Sampai tiba di batas rumah yang memiliki spanduk, kita diharuskan membuka alas kaki. Dengan kaki telanjang kita melanjutkan perjalanan masuk lebih jauh kedalam hutan. Ada beberapa rumah dikiri jalan. Rumah dengan atap rumbiah, berdindingkan bambu dan memiliki tiang dengan kayu-kayu yang tidak sama lurus. Semakin ke dalam kita melihat ada beberapa rumah yang modelnya hampir sama, dan kita bertemu dengan beberapa orang dengan pakaian khas yang bernuansa hitam dan gelap. Weits, jangan lupa. Ketika sudah masuk kedekat rumah Amma toa, atau lebih dikenalnya sebagai kepala suku kita dilarang keras untuk mengambil gambar. Kita berjalan mengelilingi jalan setapak yang penuh batu kerikil tajam. Setelah puas melihat-lihat kita kembali berjalan keluar, ketempat mobil terparkir.

Kajang hitam, lingkungan kajang adat

                Sesampainya dirumah Oky kita bergantian mandi, makan lalu bercengkrama. Nampak garis-garis keletihan diwajah Jannah, Oky dan kak Udpa. Pukul 9 satu persatu mulai tepar. Istirahat mengumpulkan tenaga untuk next trip. Esok harinya,pagi-pagi buta semuanya sudah bangun. Pukul 4 gresak gresuk sudah mulai kedengaran diluar kamar. Setelah sholat kita kembali antri untuk mandi dan sarapan. Lalu bersiap untuk melanjutkan trip setelah berpamitan dengan penghuni rumah. Appalarang merupakan tujuan pertama kami hari itu. Sebelum sampai di Appalarang, kita terlebih dahulu singgah mengambil beberapa gambar di perkebunan karet.

Kebun karet

  Lalu kami melanjutkan perjalanan ke Apparalang. Untuk pertama kalinya berkunjung di Appalarang dengan orang-orang spesial. Sesampainya di Appalarang kita disambut dengan gerimis yang sendur. Beberapa saat berdiam diri di mobil, membiarkan hujan jatuh bersama kenangan yang pernah ada. Ketika melihat rinai hujan tak lagi deras, kami melangkah keluar dari mobil dan berjalan menuju bibir Pantai. Nampak keindahan ciptaan Tuhan yang sangat luar biasa, pantai dengan pasir putih, warna air laut yang hijau dan biru, tebing yang condong kelaut dengan tanaman hijau rimbun yang menambah keindahan pantai Appalarang. Kita sejenak menikmati keindahannya dan berfoto-foto dan melanjutkan perjalanan ke pantai Bara.


Pantai Apparalang

                Pantai Bara tak kalah indah dengan pantai Appalarang. Sejauh mata memandang, tak ada alasan untuk tidak menikmati dan tidak bersyukur atas Negeri indah yang diciptakan oleh Tuhan. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan”. Pasir putih lembut yang menari-nari di setiap pijakan, laut lepas yang menenagkan, lagit biru yang meneduhkan, dan pohon kelapa yang menaungi dengan indahnya yang khas. Kami membuka bawaan yang berada didalam kardus, ada nasi beserta lauk pauknya yang sudah disediakan oleh mamanya Oky khusu buat piknik ceria kami. Di depan bale-bale nampak Kak Udpa dengan ekspresi orang yang baru lepas dari belenggu kerjaan berlarian kepantai sambil berteriak tak karuan. Kami menikmati makanan bawaan kami sebelum mencemplungkan diri di pantai. Lagi-lagi kak Udpa yang sangat bersemangat menyelesaikan makan dengan cepat lalu menghilang dari pandangan, dia sudah berlari menuju bibir pantai dan membenamkan diri dalam air yang begitu jernih. Teman-teman yang lain menyelesaikan makan dan ikut berlarian ke bibir pantai. Kami menikmati siang itu dengan perasaan puas, bermain air, tiduran dipinggir pantai, saling berlarian dan lempar-lemparan pasir. Setelah puas bermain air, kami bernegoisiasi dengan bapak pemilik speed untuk mendapatkan harga murah untuk membawa kami snorkling di pulau penyu. Setelah proses tawar menawar yang alot, kami deal dengan harga 300ribu untuk speed dan alat snorkling. Kami dengan penuh antusias menaiki speed dan bersiap menuju pulau penyu. Ombak yang kencan dan tinggi membuat speed terombang-ambing dilautan.  Jannah dengan teriakan histeris karena ketakutan dan kami dengan tawa lepas yang menikmati perjalanan. 10 menit melawan ombak yang semakin meninggi dan mencekam, bapak pemilik speed mematikan mesin sekitar 100 meter sebelum sampai di bibir pantai. “kok berhenti disini pak”? tanya Jannah. Katanya mau snorkling, disini spot yang bagus. Jawab bapaknya. Kami pun bersiap nyemplung di air dengan pelampung dan kacamata yang sudah terpasang. Awalnya saya kira mudah karena sudah menggunakan alat. Ternyata jauh dari harapan, tetap saja karena tidak tau berenang jadi kewalahan. Beberapa kali saya berteriak meminta tolong sama Oky dan kak Udpa ketika merasa posisi sudah tidak nyaman. Beberapa kali menelan air asin dan beberapa kali pula merasa hampir tenggelam. Ketika membenamkan mata melihat kedasar laut sempat begitu terkesima dengan pemandangan alam bawah laut yang begitu indah. Seketika melupakan semua beban dan hutang yang ada hahaha. Pemandangan bawah laut sangat indah, dengan ikan-ikan menari-nari di air. Tak lama terdengar suara bapak pengemudi speed “kalau bisa jagan terlalu lama, cuaca tidak menentu, langit mendung”. Kami akhirnya mengakhiri bermain air lalu naik ke speed dan melanjutkan perjalanan ke pulau penyu. Sesampainya di dermaga kami berjalan menuju ke tempat penangkaran penyu dengan bayaran karcis 10.000/orang. Tak ada yang begitu spesial, hanya ada 3 ekor penyu dengan bau kolam yang amis. Kita lalu bersegera untuk kembali. Perjalanan pulang tidak seseheboh ketika pergi, kak Udpa terserang mabuk laut karena kebanyakan meminum air garam. Oleng kapten. Ombak ketika pulang pun tidak seganas ketika berangkat. Sesampainya di pantai Bara kita istirahat sejenak mandi, sholat dan bersiap untuk balik. Tapi sebelum balik kami kembali menikmati senja. Berfoto bersama senja yang semakin menjingga. Membuat para penikmat senja bercengkrama dengan kenangan dan kehangatan.
Senja di pantai Bara

                Tepat saat adzan maghrib berkumandang kita meninggalkan pantai Bara. Singgah sholat didepan gerbang lalu melanjutkan perjalanan ke Bulukumba. Sampai di Bulukumba kota jarum jam menunjukkan pukul 09:00 malam. Berkali-kali kutanya kak Udpa untuk meyakinkan bakal nekat melanjutkan perjalanan atau tidak ke Makassar. Dengan ronah wajah yang sok tegar dia selalu mengiyakan kuat asal tidak ada yang tidur. Setelah makan, beli es cream goreng dan menuju rumah Oky untuk pamitan kami berangkat menuju ke Makassar. Dalam perjalanan kak Udpa memutuskan untuk singgah di Bantaeng menginap. Terpilihlah hotel Aryani sebagai tempat kita beristirahat semalam. Ini adalah keputusan yang paling baik ketimbang memaksakan diri tembus Makassar dalam keadaan lelah dan jarak pandang hanya beberapa meter. Ada rasa lucu menghinggapi, selama ini saya selalu berada disituasi yang tidak mewah tapi sangat menyenangkan. Menggembel dan tidur dimana saja, tiba-tiba sekarang nginap dihotel degan bayaran yang lumayan mahal hanya untuk tidur 2-3 jam. Lagi-lagi saya belajar sebuah perbedaan yang sangat indah. Ada kehidupan yang jauh berbeda dari kehidupanku dan saya harus belajar untuk berdamai dan menikmatinya. Selama ini saya selalu belajar untuk hidup dalam keadaan terburuk, saya selalu mengingat satu hal Kita harus belajar hidup menderita, karena kehidupan yang menyenangkan tidak perlu dipelajari. Tidur berkualitas 2-3 jam lalu kami melanjutkan perjalanan ke Makassar sebelum adzan subuh berkumandang. Dalam perjalanan baru singgah untuk sholat lalu kembali melanjutkan perjalanan. Kita kembali dalam obrolan random yang penuh dengan tawa. Tiba-tiba ada mobil yang weser dan berhenti pas didepan mobil kita. Berselang beberapa lama terdegar bunyi dug dari belakang, tadaaa mobil kak Udpa dihantam oleh motor dari belakang. Tanpa rasa bersalah pengemudi motor malah menyalahkan lalu melanjutkan perjalanan. Kondisi mobil tidak begitu parah tapi mampu membuat perjalanan kami terhenti karena kap belakang mobil menyentuh ban dan hal itu membuat mobil tidak dapat jalan. Setelah mendapat bantuan dari bapak yang baik hati perjalanan pun dilanjutkan. Jam 08:00 kami tiba di Makassar. Terimakasih untuk liburan yang sangat menyenangkan. Banyak tempat baru yang saya datangi dengan orang-orang yang baru. Kelak ketika kita tak sempat bersua lagi, akan banyak kenangan yang akan kekal di memori kita. Semoga kita langgeng ya hehehe. Semoga akan ada lagi trip trip selanjutnya dan semoga rencana project kita berjalan.

Geng Alteko



Kita bertemu bukan karena kebetulan. Kita bersama karena sebuah garis alasan yang sudah tertuliskan. 

Entah berawal dari mana, atas inisatif siapa dan dengan harapan apa geng Alteko terbentuk. Grup yang memiliki nama cukup unik, Alteko : Merekatkan serpihan serpihan yang berantakan. Kita dipertemukan dalam sebuah gerakan Penyala Makassar, disatukan dalam satu kegiatan Running Book. Grup ini terbentuk dalam proses persiapan Running Book. Saat pra kegiatan grup selalu ramai dengan koordinasi satu sama lain. Setiap pagi akan selalu ada Power Wush sebagai pemberi semangat sebelum melaksanakan aktifitas. Ketika menjelang kegiatan Running Book ada sedikit kekhawatiran, khawatir jika kegiatan selesai geng Alteko pun akan ikut berakhir. Sama seperti kebanyakan grup yang ramai pada saat pra kegiatan dan akan hening ketika kegiatan telah berakhir. Mengingat grup ini memang ada untuk koordinasi satu sama lain. Pasca kegiatan 2 hari kemudian, memang benar grup ini jadi krik-krik. Kita jetleg dengan kondisi baru, tidak ada lagi koordinasi yang mesti dilakukan karena kegiatan pun telah berakhir. 

Hingga tiba satu hari, kita semua rindu dengan keramaian di grup, akhirnya obrolan random pun terjadi. Dari pembicaraan yang pura-pura serius sampai pembahasan yang paling tidak masuk akal. Grup ini berubah menjadi grup menggalau, grup curhat, saling menasehati, saling meluruskan yang bengkok dan jadi ajang pencarian jodoh. Grup yang beranggotakan 8 orang ini berisi orang-orang gesrek yang menginspirasi. Ada kak Udpa, orang yang paling tua diantara kita. Pegawai yang selalu mengaku pengangguran, orang dengan seabrek aktifitas, nguli, kuliah, kursus dan menggalau tapi sangat pintar untuk mengatur waktu hingga tak ada yang terabaikan. Orang yang selalu mengaku introvert tapi pada prakteknya nampak sebagai seorang ekstrovert. Orang yang paling gila tapi juga bisa paling dewasa, orang yang paling perhatian diantara kita. Ada Oky, Alteko bukan tempat pertama mengenal Oky, kami sudah satu komunitas di SIGi Makassar, tapi berawal dari intensitas di Alteko akhirnya saya bisa jauh lebih mengenal Oky. Orang yang tak pernah mengeluh, tidak suka berdebat, suka mengirim hadist setiap hari, paling aktif dan sangat total dalam dunia relawan, dan seorang arsitek terbaik masa depan. Ada Cekgu, kak Ria. Seorang guru SD di Athirah, kalau melihat umur dan angkatan, cekgu lebih muda dari saya. Tapi dari segi kelakuan dia jauh lebih dewasa. Cekgu dengan totalitas dalam melakukan sesuatu, sangat introvert, hidup dengan berbagai aturan, sensitif dan moody-an. Tapi ketika mendapat sebuah amanah, dia tidak akan berhenti sebelum menyelesaikannya dan akan bekerja dengan totalitas, mengerahkan tenaga dan fikirannya untuk hasil terbaik. Ada juga Janna, seorang gadis yang baru beberapa hari mendapat gelar S.Kg. awal bertemu dia selalu diam, kalem tapi ketika sudah ngetrip bareng baru tahu kalo seorang calon dokter gigi ini sangat lugu, manja, menyenangkan, gesrek, tulalit dan super duper telmi hahahaha. Ada Nabila, gadis telolet. Orang yang setiap kali muncul di saat grup hening dan hanya nge-chat telolet. Gadis manis yang sering pura-pura lugu, pintar dan calon bidan yang saat ini lagi sibuk melanjutkan D IV kebidanan dan kerja dikampus UIN. Nah satu lagi ada Nyunyu’. Gadis cantik, enerjik ini sangat sibuk sampai jarang ngumpul bareng Altekoers. Gadis yang lagi menjabat sebagai ketua salah satu UKM kampus ini selalu muncul dengan pembawaannya yang bersahabat. Yang terakhir ada kak Rasyid. Dalam proses perkenalan kami, orang ini kelihatan sangat aktif, tapi sayangnya pasca kegiatan dia memilih untuk left group. Tak banyak yang bisa saya jabarkan tentang kak Rasyid.

Alteko, bukan hanya merekatkan serpihan. Tapi mengajarkan saya banyak hal. Banyak pelajaran hidup yang saya dapatkan berada dilingkaran Alteko-ers. Sebenarnya tak pernah merasa pantas untuk bergabung menjadi salah satu geng Alteko. Bergabung bersama teman-teman yang luar biasa, disaat saya merasa saya masih sangat biasa dan bukan siapa-siapa. Hidup yang selama ini saya tertawai, hidup dengan penuh aturan, kaku, tegang dan sangat serius, tiba-tiba saja disatukan dengan orang-orang yang seperti ini. Orang-orang akademisi, orang yang hidup dengan aturan yangat tertata, orang yang sangat intrrovert, orang yang punya perencanaan matang sebelum menjalani sesuatu. Awalnya selalu muncul rasa tidak nyaman. Saya yang selama ini ingin terlepas dari belenggu aturan, saya yang tak pernah memikirkan resiko sebelum berbuat sesuatu, saya yang nekat dalam melakukan banyak hal. Tiba-tiba saja dibenturkan dengan orang yang sangat bertolak belakang. Tapi seiring berjalannya waktu saya bisa menyesuaikan diri. Saya bisa melihat perbedaan itu ternyata indah. Saya menyadari bahwa hidup yang saya tertawai selama ini ternyata sangat dinikmati oleh orang-orang tertentu dan mereka nyaman dengan hal itu, dan yang paling penting saya termotivasi dengan mereka para Altekoers.

Entah beberapa tahun atau bulan kemudian, kita memilih untuk “pura-pura tidak saling mengenal”, namun satu hal yang kusadari bahwa saya bahagia pernah mengenal kalian. Saya bahagia karena menganggap kalian sebagai sebuah keluarga, meskipun saya yakin kalian belum tentu merasa sebaliknya. Satu hal yang kutau, meski nanti kita “memilih untuk larut dalam kesibukan masing-masing dan tidak saling berkomunkasi”, saya pernah bahagia bersama kalian dan cerita yang kita jalani akan selalu terkenang sebagai sebuah kisah yang tak pernah usang. Saya akan selalu mengenang kalian sebagai orang-orang terbaik yang pernah mengisi hari-hari bahagia yang saya jalani. Dan yang tak akan terlupakan saya merasa bahwa saya pernah begitu berarti dalam kehidupan kalian, meski hanya sesaat.



Rabu, 28 Desember 2016

Bermanfaat, bergerak, dan berjarak

Teruslah bermanfaat, menebar kebaikan, dan lakukan perjalanan ke daerah terpencil, gunung, hutan 😀 mumpung masih muda, agar kelak ketika sudah punya anak kita tak hanya bisa mengajarkan teori, tapi mampu mengajarkan banyak hal dari pengalaman hidup yang telah kita jalani.

Kelak, akan tiba satu masa dimana kita akan disibukkan dengan lanjut kuliah, deadline tugas kantor, atau mungkin mengurusi keluarga. Bagaimanapun keadaannya nanti, tetaplah disini, menebar virus kebaikan, berbagi manfaat hingga ke anak cucu kita nantinya 😆

Dan pada suatu saat nanti, saya harus bergerak. Saya harus mengalir. Karena air yg diam terlalu lama akan keruh dan busuk.
Pada akhirnya kenyamanan ini harus saya tinggalkan untuk berpindah ke zona nyaman yang lain. Ada kekhawatiran tidak bakal senyaman sekarang, tapi saya terus mencoba untuk memantapkn hati move on, karena saya tak pernah tau nyaman atau tidaknya kalau saya hanya bergelut dalam fikiran. Pada akhirnya saya harus berjarak dengan orang-orang yang saya sayangi, agar kita bisa saling menabung celengan rindu dan bisa memahami arti sebuah jarak. Pada akhirnya semua orang akan memiliki dunianya masing-masing. Pada akhirnya akan ada regenerasi yang imut lucu dan menggemaskan. Pada akhirnya kita akan tumbuh dan memiliki jalan yang berbeda.

Selasa, 27 Desember 2016

Geng predator dan gadis-gadis pembuat pouch



Kelas carakdek SIGi, 25 desember 2016 selesai. Setelah berberes dari carakdek. Kami berangkat menuju kerumah kak Cedar, dibawah naungan awan kelabu yang berujung pada rinai hujan yang sendu. Ahad kali ini ada undangan makan-makan sebagai syukuran atas gelar ST yang disandang oleh ketua SIGi Makassar. Kami berbondong-bondong layaknya orang konvoi menuju ke jalan Terong. Alamat tempat rumah kak Cedar berada. Sampai tiba di jalanan masuk pasar. Rame, sedikit becek dan penuh penjual kiri dan kanan jalan, khas pasar traditional. Karena jumlah motor yang banyak dan kita mesti berpapasan dengan orang-orang pasar, salah seorang teman kena semprotan dari bapak-bapak yang mungkin sudah kelelahan karena mesti berjibaku dengan pekerjaan sedari subuh.

Kami melewati jalan setapak yang hanya bisa dilalui satu motor untuk menuju ke rumah kak Cedar, tak hanya sampai disitu. Untuk memasukkan motor ke halaman rumah kak Cedar jauh lebih menantang lagi, pintunya memang sudah diatur untuk dilalui hanya satu motor dan harus menggunakan teknik yang tepat agar bisa masuk tanpa kendala. Beberapa gaya memasukkan motor pun dilakukan, ada yang mengangkat bagian belakang motor, ada yang menarik, dan ada pula yang paguyuban saling mengarahkan agar motor bisa masuk. Setelah memastikan semua motor sudah terparkir, kita sejenak berhenti didepan untuk saling menertawai lalu masuk kedalam rumah.

Sebagian teman-teman yang belum sholat bergeser ke bangunan sebelah rumah kak Cedar, kebetulan pas samping rumah ada mesjid. Jadi kami bersama-sama menunaikan sholat duhur terlebih dahulu sebelum beraksi. Setelah selesai sholat, ada satu tempat kue puding yang disuguhkan. Tidak butuh waktu lama, hanya sekedipan mata kue puding itupun ludes tak bersisa. Setelah habis  kue puding yang pertama, sebagian masih bertanya “tante masih ada kue pudingnya”? Berharap masih ada gelombang kedua, tapi harapan tetaplah harapan. Kuenya hanya satu tempat. Kita sisa menunggu sop ayam siap disantap.

Berselang beberapa menit kemudian, sudah terdengar suara mempersilahkan untuk makan. Beberapa orang dengan lincah mengambil piring dan memenuhi piringnya dengan makanan. Disini sudah jelas kelihatan siapa yang lapar dan siapa yang lapar banget. Beberapa kali mangkuk sup diisi ulang, beberapa kali pula piring buras di ganti. Semuanya saling bergantian untuk mengambil makanan. Kita makan sambil sesekali ngobrol dan tertawa. Setelah semuanya selesai makan, tak ada suara lagi yang terdengar. Ternyata reseknya hanya kambuh ketika lapar, dan ngantuk akan menyerang setelah kenyang. Inilah geng predator. Hahahah

Tahap ketiga pun dimulai, setelah makan puding, makan sup ayam, sekarang giliran minum sirup. Entah beberapa kali teko sirup diisi ulang, entah beberapa botol sirup yang dihabiskan dan entah beberapa kali harus membeli es batu. Seolah dahaga tak pernah habis. Setiap kali teko sirup dikeluarkan, dapat dipastikan isinya akan habis hanya dalam hitungan detik. Ah, kita memang bisa selalu kompak dalam urusan mengisi perut. Jamuan hari itu tak hanya sampai pada sirup yang mengisi dahaga, sesi terakhir ada menikmati pisang goreng. Pisang goreng yang asapnya masih mengepul disandingkan dengan sambel terasi menjadi hidangan penutup kita hari itu. Perut kenyang, hatipun bahagia.

Setelah sesi makan minum selesai. Selanjutnya memasuki sesi yang sedikit lebih serius. Rapat persiapan Gathering Nasional ke 5 yang mana SIGi Makassar akan menjadi tuan rumah. Rapat dibuka oleh ketua Gathnas yakni kak Dhani. Pembahasan konsep serta pembentukan teamwork. Ada beberapa pemaparan gambaran gathnas sebelumnya dan masukan ide untuk gathnas ke-5. Kurang lebih sejam kita rapat, berhubung rapat kali ini masih rapat perdana, yang dibahas pun masih gambaran-gambaran umum dan dijadwalkan untuk melakukan rapat lanjutan hari selasa. Setelah rapat selesai, kami pun bersiap-siap untuk pindah tempat, sebagiannya lagi langsung balik kerumah masing-masing. Sebelum capcus, kak Huda yang baru seminggu datang dari Riyadh membawa oleh-oleh. Beberapa gantungan kunci berbagai motif, 2 gantungan kunci unta yang menjadi rebutan dan beberapa buah lipstik yang juga menjadi sasaran empuk para gadis-gadis. Setelah beres-beres kami pamitan dan bertolak ke tujuan masing-masing. Terimakasih kak Cedar sekeluarga untuk jamuannya.

Tujuan selanjutnya ada Mc.Donald Pettarani, tempat andalan untuk kumpul setelah Kedai Pojok Adyaksa. Sebelum menuju ke Mc.D. Saya, kak Indi dan kak Jul menuju ke jalan Cumi-cumi terlebih dahulu untuk mencari benang, resleting dan jarum untuk dipake belajar membuat pouch. Hari itu sudah kami jadwalkan untuk kelas menjahit. Apapun background kita, se sok sibuk apapun kita setiap harinya, perlu untuk mengisi diri dengan kegiatan bermanfaat dan ilmu-ilmu baru setiap harinya. Menjahit yang merupakan pekerjaan biasa, tapi butuh belajar untuk bisa. Karena sebagai anak jaman sekarang yang lebih banyak bergulat dengan gadget. Rasanya juga sangat perlu untuk mempunyai keahlian, karena kita tidak pernah tahu setelah menikah nanti kita bisa bekerja diluar rumah atau menjadi full time wife. Setidaknya ketika mempunyai keahlian, kita masih bisa berkarya walaupun harus tinggal dirumah.

Uyeeiii, sesampainya di Mc.D nampak beberapa orang yang sudah sangat faimilir, ada kak Aang, kak Ardhe, kak Ricky, kak Iq, kak Nisa, kak Ayu, kak Huda serta sepupunya kak Huda yang duduk di pojok private di Mc.D, pojokan yang memang menjadi tempat favorit kami ketika ngumpul. Setelah memarkirkan motor, saya berjalan masuk menuju ke Mc.D disusul oleh kak Indi dan kak Jul. Sebelum sampai di pojokan, mata kami melihat ada kak Noe dan kak Accul yang lagi ngobrol didepan tempat mainana anak di Mc.D, mereka nongkrong ditempat berbeda untuk mengecas hp, maklum diruang private tidak ada colokan.

Kami langsung nimbrung dalam lingkaran kursi yang sudah digabung, kak Indi mengeluarkan senjatanya. Senjata untuk kami belajar menjahit. Hal pertama yang kami lakukan adalah memilih kain yang ingin kami gunakan. Selanjutnya membuat pola. Satu persatu dari kami anak guru yang mau belajar menjahit (red : kak Nisa, kak Ayu, kak Huda, dan sepupunya kak Huda) mengambil kain yang kami inginkan lalu membuat pola. Alat dan bahan yang diperlukan adalah kertas yang sudah dibuat pola, penggaris, pensil atau pulpen dan gunting. Kami membuat pola masing-masing dapat 4 peorangnya, dua kain untuk bagian dalam dan dua kain untuk bagian luar. Belum selesai menggambar pola, adzan maghrib sudah berkumandang. Kami menghentikan aktifitas sejenak lalu bersegera untuk sholat. Barulah setelah sholat kegiatan menggunting kain kami lanjutkan. Setelah semua memegang masing-masing 4 kain, kami lalu mengambil jarum dan memasukkan benang. Mengepaskan kain di resleting dan merekatkannya sementara dengan menggunakan jarum pentul.

Proses menjahit pun dimulai. Awalnya terasa sulit dan rumit, tapi setelah mencoba dan melakukannya beberapa menit, kami sudah mulai terbiasa. Butuh kesabaran dan ketelatenan untuk menjahit. Sejujurnya saya bukan orang yang sabar, juga bukan orang yang telaten. Saya gampang bosan dan jenuh. Tapi karena proses pembuatan pouch hari itu dibungkus semenyenangkan mungkin dan diselingi dengan obrolan, serta memiliki beberapa teman seperguruan, rasa bosan dan jenuh itu seakan menguap. Kak Indi selaku mentor beberapa kali mengarahkan dan meluruskan ketika kami keliru. Sembari dia pun melanjutkan rajutannya. Kakak SIGi yang cowok mengobrol dalam bahasa yang hanya mereka yang mengerti. Sekitar pukul 07:30 PM, hp kak Ayu berdering. Panggilan dari bapaknya yang menginformasikan keberadaannya di rumah yang di Gowa, kak Ayu akhirnya berpamitan untuk pulang duluan, dan menunda untuk menyelesaikan pouchnya malam itu. Satu teman seperguruan telah gugur. Setengah jam kemudian, hp kak Huda pun berdering, telepon dari kak Nunu yang meminta untuk dijemput. Akhirnya kak Huda dan sepupunya pun ikut menyusul kak Ayu, tereliminasi dalam menyelesaikan pouch. Kak Huda, sepupunya dan kak Ardhe pun pulang kerumah masing-masing.

Teman seperguruan yang tersisa tinggal kak Nisa, saya dan kak Nisa berduel untuk menyelesaikan pouch. Kak Jul beberapa kali menggodai “ah paling juga tidak selesai”, “paling baru selesai nanti subuh”, “kasian gurunya ditinggalkan, biasanya guru yang meninggalkan, ini malah muridnya yang pergi satu persatu, godanya ke kak Indi”. Dengan kebulatan tekad dan kemauan yang keras, pukul 09:00 PM pouch hasil karya saya dan kak Nisa pun selesai. Alhaamdulillah ya, ada kepuasan tersendiri ketika bisa membuat sebuah karya, meski terlihat remeh temeh, kecil dan gampang. Tapi kami mengerjakannya dengan sepenuh hati dan penuh perjuangan, kami pun bahagia dengan hasil buah tangan kami. Terimakasih bunda mentor untuk pelajarannya. Di lain waktu ajari kami untuk membuat pouch yang lebih besar lagi, dan karya lebih banyak lagi. Kelas menjahit pun ditutup dengan senyum puas nan bahagia, serta berfoto bersama bunda mentor dan hasil karya kami. Terimakasih untuk pelajaran berharganya, serta hari menyenangkan dan membahagiakan.



Makassar, 26 desember 2016

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...