Jumat, 04 Januari 2019

Toxic sosial media


Melihat banyaknya waktu yang kugunakan untuk sekedar menscroll up and down postingan orang-orang, kepoin kehidupan pribadi orang-orang di sosial media, dan mengabaikan orang-orang yang duduk di depanku. Aku akhirnya memutuskan untuk mengurangi bersosial media, untuk benar-benar hilang dan menghapus akun terasa masih lumayan berat, jadi satu-satunya jalan adalah mengurangi, terhitung sejak awal januari. 

Aku merasa miris dengan diriku sendiri yang terkadang diperbudak oleh adanya sosial media, merasa menjadi zombie. Bertemu dengan orang pun tak begitu berarti karena fokusku ke benda mati yang ada dalam genggaman, hingga makhluk hidup yang berada pas didepan mukaku pun terabaikan. Belum lagi rutinitas mengikuti story orang-orang di sosial media tak jarang membuatku sakit hati, banyak hal-hal yang sebaiknya tidak kuketahui karena dengan mengetahui malah membuat sakit hati. Aku selemah dan sereceh itu, sakit hati karena sesuatu yang hanya kuketahui lewat media sosial, jadi untuk menjaga kewarasan dan kesehatan jiwaku aku memilih untuk mengurangi. Lalu kuberkaca, ternyata aku masih serapuh dan sebaper itu, belum bisa menerima sepenuhnya hal-hal yang tidak sesuai keinginanku, belum merelakan orang-orang yang kusayangi lebih sering bersama orang lain. Aku belum rela posisi yang dulu kumiliki ditempati sama orang lain, ah lemah!

Rasanya aneh, sangat aneh. Yang dulunya terbiasa berselancar di sosial media saat bangun dan hendak tidur sekarang menghilangkan kebiasaan itu. Dulunya ketika makan bareng sama teman-teman pun tak jarang fokusku lebih ke layar, sekarang kadang merasa jadi orang aneh saat makan bareng, teman-teman fokus ke hp aku bengong sendirian. Tapi mulai kubiasakan meskipun aneh.

Namanya juga sesuatu yang sudah terbiasa dan tiba-tiba hilang pasti ada rasa tak nyaman, namun aku yakin kenyamanan akan kurangnya berselancar di sosial media juga nanti akan tumbuh seiring kebiasaan. Tak bisa kupungkiri, aku masih sekali dua kali mengecek beberapa story orang yang dekat denganku, sekedar ingin mengetahui perkembangannya. Aplikasi Instagram sudah kuhapus, sekarang tersisa twitter. Itupun karena aku merasa konten di twitter memberikan banyak manfaat, dan teman-teman di twitter pun akhirnya kuseleksi yang aku ikuti, karena kumerasa bahwa WA dan sosial media lain sudah cukup untuk kita berteman, dan pertemuan nyata ngobrol sambil melihat raut muka partner ngobrol kita jauh lebih bermakna ketimbang saling mengikuti di twitter.

Aku merasa banyak manfaat dari mengurangi bersosial media, aku merasa benar-benar hidup secara nyata, membuka banyak obrolan dengan siapa pun, belajar dari banyaknya hal yang kulihat, menyehatkan jiwa ragaku dan bisa lebih produktif entah itu membaca ataupun menulis (red : menulis tesis) hahaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...