Melihat
banyaknya waktu yang kugunakan untuk sekedar menscroll up and down postingan orang-orang, kepoin kehidupan
pribadi orang-orang di sosial media, dan mengabaikan orang-orang yang duduk di
depanku. Aku akhirnya memutuskan untuk mengurangi bersosial media, untuk
benar-benar hilang dan menghapus akun terasa masih lumayan berat, jadi satu-satunya
jalan adalah mengurangi, terhitung sejak awal januari.
Aku merasa
miris dengan diriku sendiri yang terkadang diperbudak oleh adanya sosial media,
merasa menjadi zombie. Bertemu dengan orang pun tak begitu berarti karena
fokusku ke benda mati yang ada dalam genggaman, hingga makhluk hidup yang
berada pas didepan mukaku pun terabaikan. Belum lagi rutinitas mengikuti story orang-orang di sosial media tak
jarang membuatku sakit hati, banyak hal-hal yang sebaiknya tidak kuketahui
karena dengan mengetahui malah membuat sakit hati. Aku selemah dan sereceh itu,
sakit hati karena sesuatu yang hanya kuketahui lewat media sosial, jadi untuk
menjaga kewarasan dan kesehatan jiwaku aku memilih untuk mengurangi. Lalu
kuberkaca, ternyata aku masih serapuh dan sebaper itu, belum bisa menerima
sepenuhnya hal-hal yang tidak sesuai keinginanku, belum merelakan orang-orang
yang kusayangi lebih sering bersama orang lain. Aku belum rela posisi yang dulu
kumiliki ditempati sama orang lain, ah lemah!
Rasanya
aneh, sangat aneh. Yang dulunya terbiasa berselancar di sosial media saat
bangun dan hendak tidur sekarang menghilangkan kebiasaan itu. Dulunya ketika
makan bareng sama teman-teman pun tak jarang fokusku lebih ke layar, sekarang
kadang merasa jadi orang aneh saat makan bareng, teman-teman fokus ke hp aku
bengong sendirian. Tapi mulai kubiasakan meskipun aneh.
Namanya
juga sesuatu yang sudah terbiasa dan tiba-tiba hilang pasti ada rasa tak
nyaman, namun aku yakin kenyamanan akan kurangnya berselancar di sosial media
juga nanti akan tumbuh seiring kebiasaan. Tak bisa kupungkiri, aku masih sekali
dua kali mengecek beberapa story orang
yang dekat denganku, sekedar ingin mengetahui perkembangannya. Aplikasi Instagram sudah kuhapus, sekarang
tersisa twitter. Itupun karena aku
merasa konten di twitter memberikan banyak manfaat, dan teman-teman di twitter
pun akhirnya kuseleksi yang aku ikuti, karena
kumerasa bahwa WA dan sosial media lain sudah cukup untuk kita berteman, dan
pertemuan nyata ngobrol sambil melihat raut muka partner ngobrol kita jauh
lebih bermakna ketimbang saling mengikuti di twitter.
Aku merasa
banyak manfaat dari mengurangi bersosial media, aku merasa benar-benar hidup
secara nyata, membuka banyak obrolan dengan siapa pun, belajar dari banyaknya
hal yang kulihat, menyehatkan jiwa ragaku dan bisa lebih produktif entah itu
membaca ataupun menulis (red : menulis tesis) hahaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar