Minggu, 27 Januari 2019

Menyibukkan diri


Setiap orang memiliki cara masing-masing untuk membuat hati dan pikirannya tetap sehat, begitupun aku.

Dan caraku menjaga jiwa dan mental tetap sehat adalah dengan menyibukkan diri. Aku begitu keras sama diri sendiri, aku tak memberikan ruang pada diriku untuk sendiri, aku pulang saat aku ingin tidur. 

Kalo pun terpaksa harus sendiri di kamar, aku mengisi kekosongan waktu dengan menyelesaikan deadline Tesis aku dan menonton berbagai program yang edukatif.

Ketika raga yang lelah obatnya ya istirahat, tapi kalo hati yang lelah aku belum menemukan formula untuk mengobatinya.

Keluar dari kamar, bertemu dengan banyak orang, mengobrol, belajar dan bercanda tawa adalah caraku membunuh waktu. Pelampiasan yang paling elegant. Menjauhi orang-orang yang potensial membuat hati lelah, me-mute segala update-an sosial medianya membuatku lebih tenang.

Alay? Ya bisa jadi menurutmu seperti itu. But I don’t care what people say and think, I know myself. I do my best for my better life.

Jumat, 25 Januari 2019

Jumat barokah, 250119



Seperti biasa, rutinitas setiap jumat masih terus berjalan. Alhamdulillah, semoga tetap istiqomah. Pagi ini, tak seperti juamat-jumat sebelumnya. Sedari subuh, hujan turun tanpa henti. Hingga jam 6 pun hujan masih awet, membuat tubuh enggan beranjak dari tempat tidur. Tapi membayangkan wajah-wajah yang sering kutemui disetiap jumat membuatku tidak terlelap di pagi hari. Ada harap dan doa yang terus berdengung berharap hujan segera berhenti, tak lama kemudian menjelang pukul setengah 7 pagi, langit mulai cerah. Aku memanggil Siti, menghubungi Naya dan Jaya untuk siap berangkat untuk berbagi nasi. Kami pun berempat berangkat menuju penjual nasi kuning langganan. Seperti biasa, nasi pesananku sudah dibungkus dan siap untuk disebar.

Kami membagi dua jalur, aku bersama Naya menuju jalan Malioboro, sedangkan Siti dan Jaya menuju jalan Selokan Mataram. Aku sudah memiliki bapak ibu langganan yang akan menjadi tempat kami berbagi berkah setiap jumat pagi, bapak ibu penjual Koran di lampu merah, dan random untuk pemulung dan tukang bersih serta tukang becak di sepanjang jalan yang kami temui.

Ada hal yang membuatku begitu terharu pagi ini, tak seperti biasanya. Di perempatan lampu merah jembatan teknik, bapak penjual Koran yang biasanya sendiri kini Nampak seorang bapak lagi yang pakaiannya begitu lusuh, perkiraanku sih bapak tersebut tuna wisma dan baru bangun dari tempat tidurnya di emperan toko, saat Naya memberikannya sebungkus nasi kuning pembungkus nasi tersebut langsung dibuka dan disantap dengan begitu lahap, ada rasa haru dan nyesek yang mencuat didada dan tiba-tiba mata panas dan air mengalir dari pelupuk mata. Entah kapan terakhir bapak itu makan, dan sebungkus nasi yang kami bagikan menjadi pengisi kekosongan perut yang sudah mulai keroncongan. Hal ini yang membuatku terus dan terus mengusahakan agar tetap komitmen berbagi nasi minimal sekali seminggu, karena didalam hati yang paling dalam ada rasa bahagia yang luar biasa saat melihat pemandangan seperti itu, ternyata masih banyak sekali orang yang membutuhkan, disaat-saat seperti itu aku berdoa sama Allah agar diberikan anugerah kekayaan hingga aku bisa berbagi lebih banyak lagi. :’)

Pelajaran yang lain kudapatkan saat membagikan nasi kepada tukang sampah dan pemulung. Sampah yang selama ini kita anggap kotor dan menjijikkan, bagi sebagian orang itu adalah berkah dan sumber rejeki. Jangankan sampah, sehelai rambut pun atau lalat yang hinggap dimakanan atau saat kita makan dan ada yang kebetulan berbicara tentang sesuatu yang menjijikkan tiba-tiba ada segelintir orang yang menghentikan makan karena jijik, namun kita jarang menyadari bahwa ada loh orang di luar sana yang hidup di atas sesuatu yang kita anggap menjijikkan itu. Bahkan tadi pagi saat bagi nasi itu, aku melihat dengan jelas bagaimana bapak-bapak pemulung dan tukang bersih tersebut menyimpan makanan yang kami berikan di gerobak sampah yang sedang mereka tarik. Dan kuasa Allah yang begitu besar membuat daya tahan tubuh mereka begitu kuat, bagi sebagian orang jangankan disimpan di tempat sampah makanan yang akan di makan, sesederhan tak cuci tangan pun atau dalam bahasa lebih sederhananya makanan tidak higienis menjadikan sebagian besar orang bisa langsung sakit, namun bapak pemulung dan tukang sampah tersebut Alhamdulillah terus diberikan kesehatan meski secara kasat mata makanan yang akan dimakannya mungkin saja sudah terkontaminasi banyak kuman dengan menyimpannya satu tempat dengan sampah-sampah yang baru saja diambilnya.

Banyak pelajaran yang bisa kita dapat di luar kelas saat kita mau membuka mata, saat kita mau menetralkan fikiran tanpa cepat menghakimis sesuatu yang kita lihat. Lagi-lagi benar bahwa semua orang adalah guru, semua tempat adalah sekolah dan semua pengalaman adalah pelajaran. Terima kasih atas berkah dan pelajarannya hari ini :’)
Yogyakarta, 25 Januari 2019

Berkomunitas

Setelah lama tidak bergelut dengan dunia komunitas, sekarang kembali lagi dengan dunia tersebut, dunia yang membuat energiku bertambah berkali-kali lipat. Setelah hampir dua tahun bergelut dalam organisasi kampus dengan menjadi pengurus, mengurusi orang, mengurusi kegiatan, kini kembali dengan dunia volunteering. Sesuatu yang selalu kurindukan.

Sepertinya aku memang cocoknya bergelut dengan anak-anak, ada rasa bahagia yang luar biasa saat berinteraksi dengan anak-anak, ada semangat yang menggebu saat bertemu dengan orang-orang yang sefrekuensi yang memiliki kegemaran dibidang sosial edukasi, apalagi ranah anak-anak. Ada energi yang begitu menggelora saat membahas dan merencakan sesuatu untuk pembelajaran anak-anak. Hal tersebut membuat energiku menjadi lebih besar saat bergabung di komunitas. Karena dipertemukan dengan orang-orang yang memiliki fokus yang sama, sama-sama saling bertukar energi untuk menebar manfaat, untuk menjadi anak muda yang bukan hanya nampak, tapi juga berdampak. Ada rasa haru dan bahagia melihat antusiasme anak-anak muda yang rela meluangkan waktu dan fikiran untuk mengambil langkah kecil guna membuat perubahan, bukan hanya terus-terusan menuntut tapi ikut andil dalam menyelesaikan sesuatu yang dianggap sebagai sebuag masalah, dalam hal ini ranah pendidikan.

Pagi hari setelah bagi nasi, meski mengantuk tapi lebih besar semangatnya untuk bertemu dengan kakak-kakak RBIB guna membahas rencana pembelajaran selama sebulan ke depan. Jaraknya tak bisa dibilang dekat, menembuh sisi utara menuju selatan. Butuh niat yang besar untuk menghadapi segala rintangan termasuk rasa malas dan capek untuk bisa sampai di tempat tujuan. Ini bukan hal baru sih bagiku, dulu pun di Makassar sudah terbiasa menembus jarak yang tak dekat. Rumah di Sudiang dan lokasi mengajar anak-anak biasanya di Pettarani, 11-12 lah yang dengan jarak yang sekarang di Jogja.

Semua mata berbinar, semangat bergelora untuk membahas persiapan mengajar adik-adiknya minggu pekan depan. Bersyukur dipertemukan dengan mereka, anak-anak muda yang masih peduli ditengah banyaknya kesenangan dan kehidupan hedon yang nampaknya lebih asyik. Berkomunitas membuat lingkaran pertemananku makin luas, kenalan dari berbagai kampus mulai bertambah.

Sebenarnya sekarang sih lagi bergelut dengan tesis, lagi penyelesaian tugas akhir tapi aku masih semangat dan menyempatkan untuk ikut berkomunitas, hingga teman-teman terkadang geleng-geleng kepala saat tau aku ikut ini dan itu, tapi aku menganggap kegiatan seperti ini menjadi hiburan ditengah rutinitas yang membuat spaneng. Saat bertemu dengan orang-orang selalu ada energi tambahan untuk lebih semangat lagi menyelesaikan tesis, bukan malah menjadi hambatan. Apalagi saat bertemu dengan orang-orang yang tau aku lagi tesis, selalu ada doa yang dirapalkan dengan begitu tulus, selalu ada pesan untuk tetap semangat dan menjaga kesehatan. Sereceh itu aku merasa begitu bahagia. Mendapat ucapan tulus bahkan dari orang yang baru saja kukenal. Ini yang membuat aku selalu mengusahakan meskipun harus banyak belajar untuk mengatur waktu dengan baik agar tak ada yang terbengkalai.

Selesai dari RBIB pulang sebentar ke kost lalu lanjut lagi untuk meet up terakhir persiapan kegiatan Tengok Desaku. Kegiatannya sama, fokus mengajar anak-anak. Sesuatu yang selalu membuatku bahagia. Kalau di RBIB programnya rutin setiap minggu, di Tengok desaku ini kegiatan momentum. Terjun ke desa yag kali ini berlokasi di desa Kapungan Ngawi untuk mengajar anak SD bahasa Inggris dan tematik sesuai dengan kondisi alam di desar tersebut. Kalau di RBIB ketemu dengan anak UMY dan UAD, di Tengok desaku banyaknya ketemu sama anak UIN. Jadi berkomunitas disamping menyalurkan hasrat untuk berbagi bersama anak-anak, juga mendapat manfaat dan pelajaran banyak. Serta koneksi teman-teman yang makin luas. Aku selalu percaya bahwa asset terbesar adalah teman, karena kita tak pernah tau dengan siapa kita akan berkolaborasi nantinya, kita tak pernah tau siapa yang akan membantu kita saat kita membutuhkan, dengan banyaknya teman segala sesuatu bisa menjadi lebih muda.

Terima kasih atas segala kesempatan, semoga senantiasa diberi kesehatan sehingga bisa lebih banyak menebar manfaat. :)
Yogyakarta, 25 Januari 2019

Berdamai dengan kesendirian


 
Sendiri berteman musik jauh lebih menyenangkan dibanding berdua berteman sepi
Aku mulai membiasakan diri untuk menikmati segala sesuatunya sendiri tanpa pikiran berlebih
Aku mulai terbiasa untuk tak melibatkanmu dalam setiap rencanaku
Aku sudah mulai terbiasa dengan ketidakhadiranmu
Aku sudah mulai terbiasa dengan keadaan yang sudah berubah
Dan aku pun sudah menjadikan semua kenyamanan yang dulu ada hanya sebagai sebuah kenangan

Aku memulai kembali membuka diri untuk orang lain, membuka pergaulan baru, bertukar energi dengan orang baru
Memang apa salahnya menjadi cewek yang kuat? Kata temanku waktu itu. Aku pun mulai memikirkan kata-kata itu kembali sekarang. Belakangan ini aku memalsukan diri dengan mencoba menggantukan diriku kepada orang lain, ternyata lebih banyak kecewanya. Sekarang kembali untuk menata hidup, mengembalikan ritme, dan mencoba untuk kembali mandiri. Karena pada akhirnya yang tidak memberikan kekecewaan hanyalah Allah dan diri sendiri

Aku sudah kembali sibuk hingga tak ada waktu untuk merindu
Aku sudah menyibukkan diri hingga tak ada waktu untuk menggalau
Aku sudah mulai terbiasa, dan aku mulai membiasakan diri untuk tersenyum tanpamu

Minggu, 20 Januari 2019

Pengalaman dari berjualan

Ini kali kedua jualan lagi di sunmor, dengan dagangan yg berbeda. Minggu lalu jualan es teh dan es melon, es melonnya hampir habis meski es tehnya sisa banyak. Hari ini, jualannya lebih variatif. Ada es melon, es coco pandan sama es mangga.

Malam minggunya sudah nyiapin bahan untuk jualan pada hari minggu di sunmor, sampai begadang untuk mempersiapkan semuanya. Pekerjaan lain jadinya gak tersentuh sama sekali. Dalam keadaan lelah dan ngantuk sampe mikir "gue ngapain sih kayak gini, banyak hal yang bisa gue lakuin yang lebih berfaedah, kalau mau nyari uang banyak hal yang bisa dilakuin yg lebih mudah". Terus akhirnya ketiduran.

Esok paginya, Jogja diguyur hujan yang awalnya deres hingga akhirnya menyisakan gerimis. Kondisi seperti itu membuat gravitasi kasur meningkat berkali-kali lipat, membuat enggan untuk beranjak. Tapi karena mengingat ada tanggung jawab yang mesti dilakuin, jadinya bangun dan bersemangat lagi di bawah rinai hujan di minggu pagi. Aku bersama seorang partner mempersiapkan pretelan-pretelan yang hendak dibawa, mencampur bahan yang akan dijual. Di luar langit tak kunjung cerah. Seorang partner lagi sangsi untuk melanjutkan jualan, apalagi jualannya es dan dalam keadaan hujan kayak gitu, tapi aku masih aja yakin untuk tetap lanjutin niat dagang hari ini meski gak ada garansi nanti akan cerah. Mikirnya sih sesuatu yang dimulai harus diakhiri, apapun kondisinya.

Kami pun berangkat. Sunmor yang biasanya sudah diramaikan pedagang di pagi buta, hari ini kelihatan sepi. Maklum saja, hujan membuat orang-orang setengah hati untuk berangkat. Lapak biasanya diperebutkan, hari ini banyak yang kosong. Tapi tak apa, keadaan itu tak membuat kami menyurutkan semangat. Masih tetap ceria dan bahagia menjalani hari dengan ketidakpastian cuaca. Berkah pun datang, seseorang dengan sukarela memberikan pinjaman tenda cuma-cuma. Alhamdulillah

Sepanjang hari hujan berganti panas dan kembali hujan lagi. Membuat pengujung pun sepi. Barang dagangan kami tersisa banyak, kerugian secara materi pun ditanggung, belum korban waktu dan tenaga.

Karena melakukannya dengan cinta, semuanya terasa menyenangkan. Meski harus keluar uang untuk menutupi kerugian, meski harus mengorbankan waktu yang harusnya dipake istirahat, meski harusnya tubuhnya diberi hak. Ada sesuatu yang priceless bernama pengalaman, ada kebahagiaan saat ada pelanggan yang membeli barang dagangan, ada rasa bahagia saat bertemu dengan banyak orang dengan berbagai model dan keunikannya masing-masing, ada rasa syukur telah terlahir dalam keluarga yang berkecukupan, ada rasa empati dan syukur melihat orang-orang yang memang benar-benar berjualan di situ dengan menjadikan jualannya sebagai mata pencaharian bukan cuman iseng, belajar menghargai segala macam proses. Ada banyak pelajaran dan pengalaman yang membuat jualan itu candu, meski kadang dihinggapi rasa lelah dan hampir menyerah tapi selalu ada satu titik yang membangkitkan semangat.

Melakukan sesuatu dengan hati yang bahagia dan penuh cinta selalu membuat bangkit meski sudah terpuruk, meski sudah lelah, meski sudah ingin menyerah.
Terima kasih semesta dan para penghuninya untuk pelajaran dan pengalaman hari ini.

Refleksi sebelum tidur, 200119. 23:15pm

Senin, 14 Januari 2019

Rasa nyaman


Rasa nyaman terkadang membuat orang tak logis.

Dulu, aku memang pernah senyaman itu
Dulu, aku merasa begitu bahagia kau selalu ada

Sekarang, aku tak lagi menemukan kenyamanan yang dulu selalu kutemukan acapkali kita bertemu.

Kau telah banyak berubah, sangat banyak. Hingga aku merasa tak lagi mengenalimu.

Sekarang, teman dekatmu terlampau banyak hingga kumerasa aku tak lagi punya tempat dihidupmu.

Mungkin memang sekarang waktunya. Waktu untuk memilih jalan sendiri, menjadikan kenyamanan yang dulu pernah ada itu cukup sebagai sebuah kenangan usang. I'm in my way, you with your own bussiness.

Aku berusaha untuk menganggap semuanya baik-baik saja dan berfikir kau masih sama seperti yang dulu. Tapi ternyata aku keliru, kau sudah menjadi seorang asing yang tak lagi kukenal.

Aku yang bodoh, masih saja selalu mengulik kenyamanan yang dulu pernah ada, berharap semua masih sama. Memanipulasi kesadaranku atas segala acuhmu, atas segala kecuekanmu.

Aku yang terlalu percaya diri merasa telah begitu mengenalmu.
Nyatanya makin ke sini kau memang semakin asing, kau terlalu sibuk dengan duniamu, kau terlalu sibuk dengan entah apa,
kauuu tak lagi sama!

Kamis, 10 Januari 2019

Kekuatan story di sosial media


Sibuk ya beb sekarang nesis, kata salah seorang teman via pesan singkat WA.

Lah, kamu kok bisa bilang gitu? Aku loh masih nyantai, masih sempat main. Ini aja aku baru balik dari nonton Film Keluarga cemara, balasku.

Iyaa, soalnya kamu gak pernah lagi update story liburan. Balasnya lagi

Hahaha aku emang lagi mengurangi untuk bersosial media beb, mengurangi untuk pamer ini dan itu lagi di story, jawabku.

Oalah, pantesan aja gak pernah lagi keliatan storymu. Katanya


Yayaya, dari penggalan chat diatas aku sempat merenung, ternyata sebegitu hebatnya pengaruh sebuah eksistensi, sebegitu kuatnya penilaian seseorang hanya dari apa yang dia lihat di sosial media. Aku jadi tertegun, merenungi dampak dari tulisan atau gambar yang kita pamerkan. Orang dengan mudah bisa menyimpulkan tanpa adanya komunikasi, orang dengan mudah menilai hanya dari apa yang mereka lihat tanpa pernah tau dan tanya sebelumnya.

Ah lagi lagi menjadi selfreminder, memang sudah saatnya mengurangi untuk "pamer" di sosial media, dulu bagiku eksistensi hadir hanya karena ingin sebuah pengakuan dan haus akan sebuah like dan komentar.

Lalu kumerenung lagi, aku sudah tak butuh itu lagi. Aku lebih butuh banyak bercerita di dunia nyata, lebih butuh untuk menikmati setiap moment dan tempat yang kukunjungi, lebih butuh untuk mengabadikan dalam sekali jepret dan membuat memori indah dalam ingatan hingga menjadi cerita yang tak pernah usang.

Ah saatnya mengurangi pamer untuk mengurangi banyaknya prasangka, saatnya mengurangi pamer untuk menghalau segala kemungkinan orang-orang stress karena terlalu sering membandingkan ketidakpuasan akan hidupnya dengan kebahagiaan yang mereka lihat terpampang lewat layar handphone.

#renungansebelumtidur 100119

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...