Kalau
rutinitas yang sehari-hari kau jalani membuatmu jengah tak berdaya, letih, lesu
dan suka marah-marah, mungkin itu adalah sindrom kurang piknik.
Yeeiiiy.
Setelah melewati rangkaian Kelas Inspirasi Konawe kami akhirnya melanjutkan
perjalanan untuk piknik sehari ke Pulau Labengki. Perjalanan dimulai dari
dermaga dekat Pelabuhan Kendari.
Kami menyeberang ke Pulau Labengki menggunakan kapal, hmmp atau lebih tepatnya disebut katinting. Katinting bermesin yang memuat penumpang maksimal 15 orang. Tarifnya 3juta perkapal, itu sudah hitungan pulang dan pergi.
Kami menyeberang ke Pulau Labengki menggunakan kapal, hmmp atau lebih tepatnya disebut katinting. Katinting bermesin yang memuat penumpang maksimal 15 orang. Tarifnya 3juta perkapal, itu sudah hitungan pulang dan pergi.
Beberapa
teman shock saat melihat penampakan
kapal. Saya sih biasa-biasa aja, dan sudah menduga kapalnya akan seperti itu.
kapal yang kami tumpangi ke Labengki ukurannya lebih kecil dibandingkan kapal yang
pernah saya tumpangi menuju Pulau Kulambing yang muat hingga 50-an orang.
Perjalanan
pun dimulai. Kami berangkat membelah lautan yang tenang dibawah langit abu-abu,
dinahkodai oleh bapak yang sudah berumur dengan didampingi oleh anak dan
keponakannya yang masih usia 12 dan 14 tahun. Katanya sih perjalanan akan
memakan waktu sekitar 2 hingga 3 jam.
Ombak
tak begitu kencang, bahkan tergolong tenang. Beberapa kali kami melewati laut
yang airnya jernih sehingga kami bisa melihat makhluk-makhluk bawa laut. Sejam kemudian,
kami melewati Pulau Bokori yang indah. Kapal terus melaju. Sebagian besar
penumpang kapal sudah terlelap dalam mimpi yang indah. Saya bersama beberapa
orang teman masih melek dan menikmati hamparan laut yang indah meski langit
belum kunjung biru.
Pulau Bokori dari kejauhan
Menikmati perjalanan
Capek bu? 😂
Keras memang kehidupanG nak 😂
4
jam berlalu kapal belum juga kunjung bersandar di pulau tujuan, beberapa kapal
yang berangkat belakangan telah melaju lebih cepat dari kapal yang kami
tumpangi. Disisi kiri kapal mata kami tak pernah terlepas dari penampakan
daratan. Tak lama kemudian, sejauh mata memandang didepan. Sudah terlihat
daratan yang belakangan kami ketahui bahwa itu adalah tujuan kami, daratan yang
berada didepan kami ternyata adalah Pulang Labengki.
Sejam
kemudian kami sudah sampai di Pulau Labengki kecil. Bapak kapal mengarahkan
kapalnya untuk minggir, membiarkan kami untuk mengambil gambar di danau biru. Jadi
Pulau Labengki terdiri atas dua, yakni Pulau Labengki besar dan Pulau Labengki kecil.
Setelah kami menanjak sekitar 2 meter melewati batuan karst yang tajam akhirnya
kami sampai di pinggir danau. Kami lalu mengambil gambar seperlunya lalu
bergegas turun, maklum langit yang sedari tadi mendung tiba-tiba menumpahkan
airnya dalam bentuk rintik hujan.
Kami
melanjutkan perjalanan, kali ini bapak kapal mengarahkan kami ke resort. Nah dibelakang
resort itu, kami harus nanjak lagi sekitar 100 meter ke atas untuk mengambil
gambar. Gambar dari atas resort disinyalir dapat menghasilkan gambar yang apik dengan
gambaran miniatur raja ampat. “katanya”. Tapi memang indah banget sih
pemandangan dari atas. Mata disuguhkan dengan hamparan hutan yang hijau
bersanding dengan lautan biru dan pasir yang putih. Setelah puas berfoto kami
melanjutkan perjalanan ke tujuan akhir yakni Pulau Labengki besar yang
berpenghuni dan memiliki mercusuar, di Pulau Labengki Besar yang akhirnya
menjadi tempat kami menginap. Oh iya, resort yang ada di Labengki ini sangat
indah, didirikan diatas laut yang dibawahnya terdapat pasir putih dengan air
yang jernih, jadi keluar kamar sudah bisa menikmati panorama laut. Mata kami
pun dimanjakan dengan ikan-ikan hias yang berenang kesana kemari. Tarif resort
permalam 1.500.000/orang. Sangat cocok untuk bulan madu, hihihihi.
Pulau Labengki, katanya sih miniatur raja ampat
Katanya sih pulau cinta
Untuk
menuju Labengki ada kapal cepat atau speedboat tapi tarifnya lumayan mahal, Rp 10.000.000
dan hanya muat 7 orang, tapi kenyamanannya terjamin dan bisa lebih
mengefisienkan waktu, hanya satu jam sudah bisa sampai di Pulau Labengki.
Labengki,
30-04-2016
Penampakan kapal
Penampakan dermaga
Pemukiman penduduk
Sebagian kecil teman seperjalanan
Sesampainya
di Labengki besar kami bergegas menuju rumah penduduk yang akan kami tempati
menginap. Nah selain resort ada juga rumah penduduk yang dijadikan penginapan,
tarifnya Rp 1.500.000 untuk banyak orang sudah plus dengan makan. Ekonomis kan?
Apalagi kalau rame-rame. Setelah menyimpan barang dan sholat, kami bergerak
menuju ke lokasi snorkling. Jaraknya sekitar 15 menit dari Pulau Labengki. Meski saya
bukan pencinta laut dan pulau, tapi melihat pemandangan indah yang terhampar
didepan mata membuat saya begitu takjub dan kagum. Sungguh indah ciptaanmu ya
Allah. Pulau yang masih sepi, air yang jernih, pasir yang begitu putih serta
pohon kelapa yang berjejer menambah keindahan pulau tersebut.
Tak
lama kemudian, kami diantar sekitar 500 meter ketengah laut untuk snorkling. Semua
mengambil alat tempur masing-masing, pelampung, kacamata dan kaki katak. Kami lalu
menyebur kelaut. Saya agak kewalahan sih, karena tidak tau berenang. Jadi bisanya
cuman mengapung mengandalkan baju pelampung. Sesekali balik badan dan melihat
kebawah laut. Pemandangan bawah lautnya tak seindah pemandangan yang kita lihat
diatas perahu. Kalau bisa membandingkan. Pemandangan bawah laut pulau Penyu di
Bulukumba jauh lebih indah.
Tapi yang lebih penting kan kebersamaannya dan teman-teman jalannya bukan. Tak lama kemudian satu persatu naik ke kekapal. Pemadangan bawah laut yang tak begitu indah membuat semuanya cepat untuk menyelesaikan snorklingnya. Bapak pemilik kapal pun memanggil kita untuk segera pulang, karena ombak di sore hari kadang besar. Sebelum balik ke penginapan, kami kembali ke pulau sebelumnya untuk mandi. Dibawah pohon kelapa ada sumur yang menghasilkan air tawar yang cukup untuk membersihkan badan kami yang sudah mulai tak karuan.
Tapi yang lebih penting kan kebersamaannya dan teman-teman jalannya bukan. Tak lama kemudian satu persatu naik ke kekapal. Pemadangan bawah laut yang tak begitu indah membuat semuanya cepat untuk menyelesaikan snorklingnya. Bapak pemilik kapal pun memanggil kita untuk segera pulang, karena ombak di sore hari kadang besar. Sebelum balik ke penginapan, kami kembali ke pulau sebelumnya untuk mandi. Dibawah pohon kelapa ada sumur yang menghasilkan air tawar yang cukup untuk membersihkan badan kami yang sudah mulai tak karuan.
Nah,
satu teman kelompok kami tuh ada yang mabok. Mungkin karena kelamaan nyelam dan
mungkin karena kebanyakan minum air garam. Sesampainya didaratan doi langsung
tepar. Ini kali kedua saya melihatnya mabok laut hahahaha. Kali pertama waktu
kami sama-sama ngetrip ke Pulau Penyu di Bulukumba, kali kedua saat ini di
Labengki. Ketika semua sudah mandi, doi baru bangun dan bersegera mandi. Jadilah
kami semua harus menunggu sedikit lebih lama untuk melihatnya menyelesaikan
mandinya dan bersama-sama balik ke penginapan.
Setelah
semua sudah berada diatas kapal, bapak mengemudikan kapalnya menuju ke dermaga
Labengki. Satu persatu turun dari kapal dan berjalan menuju ke penginapan. Kami
menyimpan baju basah lalu melanjutkan jalan ke mercusuar, tapi sayangnya
mercusuarnya tidak buka. Jadi kami hanya mengambil foto dibawah mercusuar. Puas
mengambil gambar dan adzan maghrib telah berkumandang, kami berjalan kembali
menuju ke penginapan. Di penginapan makanan sudah tersaji diatas meja. Kami makan
lalu sholat.
Selesai
makan dan sholat maghrib semua sudah bergabung di kelompoknya masing-masing. Hahahaha.
Cowok-cowok tidur diruang tamu. Cewek-cewek terbagi di dua kamar. Saya tidur
bersama teh Arlet, kak Widi dan kak Wira. Kekuatan kehilangan sinyal, akhirnya
obrolan pun terjalin. Teh Arlet sudah tidur lebih dulu. Tersisa saya bertiga
dengan kak Widi dan kak Wira. Kami mengobrol banyak. Mengenai liburan,
destinasi yang indah untuk jalan-jalan, mengenai pengalaman dan saya mendengar
cerita dari kak Widi dan kak Wira mengenai kerjaannya. Sempat speechless juga
sih saat mendengar mereka cerita. Ah sesuatu yang kelihatan indah dari luar,
belum tentu seindah yang dirasakan didalam. Itu yang bisa saya simpulkan dari
hasil bincang-bincang singkat kami. Ketiadaan signal memang menjadi sebuah
kekuatan komunikasi yang luar biasa. Kita mampu untuk berbicara tatap muka
tanpa harus terganggu oleh sebuah media yang disebut “gadget”. Karena kelelahan, kami tidur lebih awal. Jam 10 semua
sudah terlelap.
- Sebelum jam 4 subuh semua sudah terbangun. Kami bersiap-siap untuk balik ke Kendari. Teh Arlet dan kak Wira 2 sudah membeli tiket dengan jadwal penerbangan pukul 10. Dengan berangkat jam 4 dan memperhitungkan estimasi waktu sampai, kami akan tiba di kendari pukul 9. Dalam segala keterbatasan, baik listrik maupun air tawar. Subuh hari itu tak ada seorang pun yang mandi. Bukan karena kesubuhan tapi karena air yg ada hanya bisa dipake untuk wudhu dan menggosok gigi. Si mr.clean pun yang selalu tampil bersih akhirnya tidak mandi pagi dan harus berangkat ke Kendari dengan muka kucel dan tidak mengganti baju hahahaha
Ini packing dalam kondisi kesel karena gak bisa mandi hahahah
Dalam
gelap fajar, bapak dengan tegar bermodalkan kompas menahkodai kapal yang akan
membawa kami kembali menuju Kendari. Bermodalkan doa dan pasrah, kami kelihatan
seolah-olah tenang diatas kapal. Meskipun rasa takut sempat menghinggapi. Apalagi
ombak subuh itu tak begitu bersahabat. Lalu apalagi yang bisa kita lakukan
selain ikhlas, pasrah dan berdoa? Semua harus dikembalikan kepada-Nya. Apapun yang
akan terjadi nantinya. Kami mempercayakan bapak kapal untuk menahkodai dan membawa
kami sampai di Kendari dengan selamat.
Keras memang kehidupanG kak 😂
Penumpang yang terombang ambing dilautan
Cuaca yang mulau bersahabat
Langit indah yang cerah
Pulau Bokori dari kejauhan
Dalam
perjalanan, ombak hari ini jauh lebih mengombang ambing dibanding ombak
kemarin. Kebanyakan dari kami menikmati deburan ombak dalam mimpi yang indah. Teh
Arlet masih kelihatan melek sampai kapal bersandar di dermaga Kendari. Tanpa terkatakan
wajahnya menyiratkan perasaan was-was. Kita bertarung dengan waktu. Teteh harus
berada dibandara paling lambat setengah 10, atau kalau tidak dia harus
ketinggalan pesawat. Tantangannya disini adalah perjalanan laut beda dengan
perjalanan darat tidak bisa kita prediksi waktu tempuh. Tergantung angin laut
dan ombak yang membawa. But, the power of thinking. Kami bisa sampai di dermaga
tepat waktu, sesuai perkiraan yakni jam 9 pagi. Setelah membongkar semua barang
yang ada dikapal dan menyelesaikan transaksi bersama bapak kapal serta
pamit-pamitan kami semua berpisah menuju tujuan masing-masing. Teh Arlet, kak
Wira 2, Ami dan Fuad berangkat menuju Bandara. Kak Wira 1, kak Wira 3 dan kak
Danang mengambil angkot menuju kerumah temannya. Saya, kak Urri, kak Widi, kak
Ifa, kak Udpa dan Oky mengambil angkot menuju rumah kak Ifa, namun sebelumnya
kami singgah dulu makan di KFC Kendari. Usailah liburan singkat kami.
Thank
you Labengki untuk Panorama yang telah disuguhkan. Meski bagi sebagian besar
dari kami yang sudah kerja trip ini hanyalah fatamorgana dan kehidupan nyata
adalah saat kembali ke dunia kerja masing-masing. Namun sehari ngetrip dengan
kebersamaan yang ada mampu memberikan energi yang baru untuk lebih bersemangat
lagi menempuh rutinitas yang menanti. Selamat kembali bekerja gaess. See you in
another trip.
bagus sekali ya Pulau Labengki. saya jadi pingin deh liburan ke Pulau Labengki hehehe. makasih artikelnya ya!
BalasHapus