Rabu, 03 Mei 2017

Pulau Labengki



Kalau rutinitas yang sehari-hari kau jalani membuatmu jengah tak berdaya, letih, lesu dan suka marah-marah, mungkin itu adalah sindrom kurang piknik.

Yeeiiiy. Setelah melewati rangkaian Kelas Inspirasi Konawe kami akhirnya melanjutkan perjalanan untuk piknik sehari ke Pulau Labengki. Perjalanan dimulai dari dermaga dekat Pelabuhan Kendari. 

Kami menyeberang ke Pulau Labengki menggunakan kapal, hmmp atau lebih tepatnya disebut katinting. Katinting bermesin yang memuat penumpang maksimal 15 orang. Tarifnya 3juta perkapal, itu sudah hitungan pulang dan pergi.

Beberapa teman shock saat melihat penampakan kapal. Saya sih biasa-biasa aja, dan sudah menduga kapalnya akan seperti itu. kapal yang kami tumpangi ke Labengki ukurannya lebih kecil dibandingkan kapal yang pernah saya tumpangi menuju Pulau Kulambing yang muat hingga 50-an orang.

Perjalanan pun dimulai. Kami berangkat membelah lautan yang tenang dibawah langit abu-abu, dinahkodai oleh bapak yang sudah berumur dengan didampingi oleh anak dan keponakannya yang masih usia 12 dan 14 tahun. Katanya sih perjalanan akan memakan waktu sekitar 2 hingga 3 jam. 

Ombak tak begitu kencang, bahkan tergolong tenang. Beberapa kali kami melewati laut yang airnya jernih sehingga kami bisa melihat makhluk-makhluk bawa laut. Sejam kemudian, kami melewati Pulau Bokori yang indah. Kapal terus melaju. Sebagian besar penumpang kapal sudah terlelap dalam mimpi yang indah. Saya bersama beberapa orang teman masih melek dan menikmati hamparan laut yang indah meski langit belum kunjung biru.
Pulau Bokori dari kejauhan

Menikmati perjalanan

Capek bu? 😂

Keras memang kehidupanG nak 😂


4 jam berlalu kapal belum juga kunjung bersandar di pulau tujuan, beberapa kapal yang berangkat belakangan telah melaju lebih cepat dari kapal yang kami tumpangi. Disisi kiri kapal mata kami tak pernah terlepas dari penampakan daratan. Tak lama kemudian, sejauh mata memandang didepan. Sudah terlihat daratan yang belakangan kami ketahui bahwa itu adalah tujuan kami, daratan yang berada didepan kami ternyata adalah Pulang Labengki.  

Sejam kemudian kami sudah sampai di Pulau Labengki kecil. Bapak kapal mengarahkan kapalnya untuk minggir, membiarkan kami untuk mengambil gambar di danau biru. Jadi Pulau Labengki terdiri atas dua, yakni Pulau Labengki besar dan Pulau Labengki kecil. Setelah kami menanjak sekitar 2 meter melewati batuan karst yang tajam akhirnya kami sampai di pinggir danau. Kami lalu mengambil gambar seperlunya lalu bergegas turun, maklum langit yang sedari tadi mendung tiba-tiba menumpahkan airnya dalam bentuk rintik hujan. 
Pulau Labengki kecil

Danau Biru



Kami melanjutkan perjalanan, kali ini bapak kapal mengarahkan kami ke resort. Nah dibelakang resort itu, kami harus nanjak lagi sekitar 100 meter ke atas untuk mengambil gambar. Gambar dari atas resort disinyalir dapat menghasilkan gambar yang apik dengan gambaran miniatur raja ampat. “katanya”. Tapi memang indah banget sih pemandangan dari atas. Mata disuguhkan dengan hamparan hutan yang hijau bersanding dengan lautan biru dan pasir yang putih. Setelah puas berfoto kami melanjutkan perjalanan ke tujuan akhir yakni Pulau Labengki besar yang berpenghuni dan memiliki mercusuar, di Pulau Labengki Besar yang akhirnya menjadi tempat kami menginap. Oh iya, resort yang ada di Labengki ini sangat indah, didirikan diatas laut yang dibawahnya terdapat pasir putih dengan air yang jernih, jadi keluar kamar sudah bisa menikmati panorama laut. Mata kami pun dimanjakan dengan ikan-ikan hias yang berenang kesana kemari. Tarif resort permalam 1.500.000/orang. Sangat cocok untuk bulan madu, hihihihi. 
Pulau Labengki, katanya sih miniatur raja ampat


Katanya sih pulau cinta



Untuk menuju Labengki ada kapal cepat atau speedboat tapi tarifnya lumayan mahal, Rp 10.000.000 dan hanya muat 7 orang, tapi kenyamanannya terjamin dan bisa lebih mengefisienkan waktu, hanya satu jam sudah bisa sampai di Pulau Labengki.

Labengki, 30-04-2016
Penampakan kapal

Penampakan dermaga

Pemukiman penduduk

Sebagian kecil teman seperjalanan

Sesampainya di Labengki besar kami bergegas menuju rumah penduduk yang akan kami tempati menginap. Nah selain resort ada juga rumah penduduk yang dijadikan penginapan, tarifnya Rp 1.500.000 untuk banyak orang sudah plus dengan makan. Ekonomis kan? Apalagi kalau rame-rame. Setelah menyimpan barang dan sholat, kami bergerak menuju ke lokasi snorkling. Jaraknya sekitar 15 menit dari Pulau Labengki. Meski saya bukan pencinta laut dan pulau, tapi melihat pemandangan indah yang terhampar didepan mata membuat saya begitu takjub dan kagum. Sungguh indah ciptaanmu ya Allah. Pulau yang masih sepi, air yang jernih, pasir yang begitu putih serta pohon kelapa yang berjejer menambah keindahan pulau tersebut.

Tak lama kemudian, kami diantar sekitar 500 meter ketengah laut untuk snorkling. Semua mengambil alat tempur masing-masing, pelampung, kacamata dan kaki katak. Kami lalu menyebur kelaut. Saya agak kewalahan sih, karena tidak tau berenang. Jadi bisanya cuman mengapung mengandalkan baju pelampung. Sesekali balik badan dan melihat kebawah laut. Pemandangan bawah lautnya tak seindah pemandangan yang kita lihat diatas perahu. Kalau bisa membandingkan. Pemandangan bawah laut pulau Penyu di Bulukumba jauh lebih indah. 

Tapi yang lebih penting kan kebersamaannya dan teman-teman jalannya bukan. Tak lama kemudian satu persatu naik ke kekapal. Pemadangan bawah laut yang tak begitu indah membuat semuanya cepat untuk menyelesaikan snorklingnya. Bapak pemilik kapal pun memanggil kita untuk segera pulang, karena ombak di sore hari kadang besar. Sebelum balik ke penginapan, kami kembali ke pulau sebelumnya untuk mandi. Dibawah pohon kelapa ada sumur yang menghasilkan air tawar yang cukup untuk membersihkan badan kami yang sudah mulai tak karuan.

Nah, satu teman kelompok kami tuh ada yang mabok. Mungkin karena kelamaan nyelam dan mungkin karena kebanyakan minum air garam. Sesampainya didaratan doi langsung tepar. Ini kali kedua saya melihatnya mabok laut hahahaha. Kali pertama waktu kami sama-sama ngetrip ke Pulau Penyu di Bulukumba, kali kedua saat ini di Labengki. Ketika semua sudah mandi, doi baru bangun dan bersegera mandi. Jadilah kami semua harus menunggu sedikit lebih lama untuk melihatnya menyelesaikan mandinya dan bersama-sama balik ke penginapan.

Setelah semua sudah berada diatas kapal, bapak mengemudikan kapalnya menuju ke dermaga Labengki. Satu persatu turun dari kapal dan berjalan menuju ke penginapan. Kami menyimpan baju basah lalu melanjutkan jalan ke mercusuar, tapi sayangnya mercusuarnya tidak buka. Jadi kami hanya mengambil foto dibawah mercusuar. Puas mengambil gambar dan adzan maghrib telah berkumandang, kami berjalan kembali menuju ke penginapan. Di penginapan makanan sudah tersaji diatas meja. Kami makan lalu sholat.

Penampakan belakang rumah penginapan



Selesai makan dan sholat maghrib semua sudah bergabung di kelompoknya masing-masing. Hahahaha. Cowok-cowok tidur diruang tamu. Cewek-cewek terbagi di dua kamar. Saya tidur bersama teh Arlet, kak Widi dan kak Wira. Kekuatan kehilangan sinyal, akhirnya obrolan pun terjalin. Teh Arlet sudah tidur lebih dulu. Tersisa saya bertiga dengan kak Widi dan kak Wira. Kami mengobrol banyak. Mengenai liburan, destinasi yang indah untuk jalan-jalan, mengenai pengalaman dan saya mendengar cerita dari kak Widi dan kak Wira mengenai kerjaannya. Sempat speechless juga sih saat mendengar mereka cerita. Ah sesuatu yang kelihatan indah dari luar, belum tentu seindah yang dirasakan didalam. Itu yang bisa saya simpulkan dari hasil bincang-bincang singkat kami. Ketiadaan signal memang menjadi sebuah kekuatan komunikasi yang luar biasa. Kita mampu untuk berbicara tatap muka tanpa harus terganggu oleh sebuah media yang disebut “gadget”. Karena kelelahan, kami tidur lebih awal. Jam 10 semua sudah terlelap. 


  1. Sebelum jam 4 subuh semua sudah terbangun. Kami bersiap-siap untuk balik ke Kendari. Teh Arlet dan kak Wira 2 sudah membeli tiket dengan jadwal penerbangan pukul 10. Dengan berangkat jam 4 dan memperhitungkan estimasi waktu sampai, kami akan tiba di kendari pukul 9. Dalam segala keterbatasan, baik listrik maupun air tawar. Subuh hari itu tak ada seorang pun yang mandi. Bukan karena kesubuhan tapi karena air yg ada hanya bisa dipake untuk wudhu dan menggosok gigi. Si mr.clean pun yang selalu tampil bersih akhirnya tidak mandi pagi dan harus berangkat ke Kendari dengan muka kucel dan tidak mengganti baju hahahaha

Ini packing dalam kondisi kesel karena gak bisa mandi hahahah

Dalam gelap fajar, bapak dengan tegar bermodalkan kompas menahkodai kapal yang akan membawa kami kembali menuju Kendari. Bermodalkan doa dan pasrah, kami kelihatan seolah-olah tenang diatas kapal. Meskipun rasa takut sempat menghinggapi. Apalagi ombak subuh itu tak begitu bersahabat. Lalu apalagi yang bisa kita lakukan selain ikhlas, pasrah dan berdoa? Semua harus dikembalikan kepada-Nya. Apapun yang akan terjadi nantinya. Kami mempercayakan bapak kapal untuk menahkodai dan membawa kami sampai di Kendari dengan selamat. 
Keras memang kehidupanG kak 😂

Penumpang yang terombang ambing dilautan

Cuaca yang mulau bersahabat

Langit indah yang cerah

Pulau Bokori dari kejauhan


Dalam perjalanan, ombak hari ini jauh lebih mengombang ambing dibanding ombak kemarin. Kebanyakan dari kami menikmati deburan ombak dalam mimpi yang indah. Teh Arlet masih kelihatan melek sampai kapal bersandar di dermaga Kendari. Tanpa terkatakan wajahnya menyiratkan perasaan was-was. Kita bertarung dengan waktu. Teteh harus berada dibandara paling lambat setengah 10, atau kalau tidak dia harus ketinggalan pesawat. Tantangannya disini adalah perjalanan laut beda dengan perjalanan darat tidak bisa kita prediksi waktu tempuh. Tergantung angin laut dan ombak yang membawa. But, the power of thinking. Kami bisa sampai di dermaga tepat waktu, sesuai perkiraan yakni jam 9 pagi. Setelah membongkar semua barang yang ada dikapal dan menyelesaikan transaksi bersama bapak kapal serta pamit-pamitan kami semua berpisah menuju tujuan masing-masing. Teh Arlet, kak Wira 2, Ami dan Fuad berangkat menuju Bandara. Kak Wira 1, kak Wira 3 dan kak Danang mengambil angkot menuju kerumah temannya. Saya, kak Urri, kak Widi, kak Ifa, kak Udpa dan Oky mengambil angkot menuju rumah kak Ifa, namun sebelumnya kami singgah dulu makan di KFC Kendari. Usailah liburan singkat kami. 

Thank you Labengki untuk Panorama yang telah disuguhkan. Meski bagi sebagian besar dari kami yang sudah kerja trip ini hanyalah fatamorgana dan kehidupan nyata adalah saat kembali ke dunia kerja masing-masing. Namun sehari ngetrip dengan kebersamaan yang ada mampu memberikan energi yang baru untuk lebih bersemangat lagi menempuh rutinitas yang menanti. Selamat kembali bekerja gaess. See you in another trip.

1 komentar:

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...