Senin, 21 November 2016

11.11.1993-11.11.2016




           23 tahun, usia yang cukup matang, ibarat seorang anak sekarang dia sudah bisa menyelesaikan jenjang pendidikan S1. 23 tahun bukan waktu yang singkat, banyak perjuangan, banyak gejolak, banyak cerita. 6 tahun yang lalu, awal saya mengenal organisasi ini, langkah awal pula saya bergabung menjadi keluarga besar MPAS Maestro FBS UNM. 

        Bertahan tetap eksis hingga usia 23 adalah sebuah perjuangan dan usaha yang tidak selalu mulus. Di depak dari kampus kita masih tetap bertahan, pontang panting untuk tetap eksis meskipun beberapa tahun tidak diakui oleh kampus sendiri. Beberapa kali menjadi objek teror ketika perang dikampus terjadi, tak terhitung masalah eksternal yang menerpa. Tidak cukup sampai disitu, masalah internal pun sering bergejolak.  Namun dengan kekuatan emosional yang sudah terjalin, solidaritas yang tak pernah putus, semua masalah dapat kami lewati dan bisa tetap survive sampai hari ini.

          Semakin kita dekat dengan seseorang, semakin luas kemungkinan untuk bersiteru, bersitegang dan berhadapan dengan berbagai konflik. Namun dari semua hal itu pulalah hubungan emosional kami terjalin. Kita menjadi saudara meski tak sedarah. Maestro telah menjadi rumah yang selalu dirindukan untuk pulang, sejauh dan seindah apapun tempat yang kami kunjungi. 

          Selalu ada senyum ketika berkumpul dengan mereka, para maestroner. Cerita humor tak pernah habis, selalu ada objek yang membuat kami tertawa meskipun saat itu hati sedang gundah gulana, tak pernah kuingat sekalipun saya tak tertawa lepas ketika sudah berkumpul dengan para Maestroner seberat apapun masalah yang saya hadapi waktu itu.


         Terimakasih telah menjadi tempat belajar terbaik, terimakasih telah menjadi saudara terbaik dan terimakasih telah membentukku hingga bisa sekuat sekarang. Jayalah Maestroku. Di kota, di alam bebas, dimanapun itu.

         Akan tiba satu masa dimana kita tak lagi sama seperti sekarang, kita mungkin akan disibukkan dengan lanjut sekolah, atau mungkin kesibukan kerja yang penuh deadline atau bisa saja kita akan bergulat mengurusi keluarga. Bagaimanapun kondisinya nanti, ingatlah bahwa kita pernah disini, ditempat ini, mengikat janji persaudaaran, pernah menobatkan diri sebagai saudara yang lebih dari saudara sedarah.

Kamis, 10 November 2016

Permainan rasa


Dear, duduklah disampingku. Sediakan telingamu untuk mendengar keluh kesahku, kubutuh bahumu untuk bersandar. Aku terlalu lelah dengan semua ini. Dear masih teringat jelas, baru beberapa saat yang lalu aku pulih dari sakit yang menghujamku, sakit akibat hubungan yang kujalin dengannya harus begitu saja berakhir karena alasan yang tidak masuk akal, sakit akibat rencana dan harapan yang telah dipupuk lama tiba-tiba hancur berantakan, sakit karena menyadari kenangan yang dulu sangat indah berubah pahit dan menyesakkan.

Baru saja aku mulai bangkit, mengikhlaskan semua rasa yang pernah ada. Tiba-tiba ada orang yang begitu saja muncul, membuatku terpanah, membuatku terpesona, membuatku salah tingkah. Dear, aku benci rasa suka ini, rasa suka yang kurang ajar, rasa suka yang datang tiba-tiba, tak permisi dan menyusup ke hati memporak-porandakan pikiran dan perasaanku. Aku tau dear, rasa suka itu wajar. Namun, yang membuatnya tak wajar rasa suka itu beralamat ke orang yang tak tepat, aku lebih menghargai pertemanan yang sangat membahagiakan ini, aku tak mau rasa sukaku yang mungkin hanya sesaat membuatku tidak mendapatkannya sebagai pasangan, pun juga kehilangannya sebagai teman.

            Rasa suka ini menyiksaku dear, membuatku jadi salah tingkah, membuatku menjadi orang lain. Dear, ajari aku untuk menikmati rasa suka ini sendirian, ajari aku untuk memendam rasa, ajari aku untuk membunuh secara perlahan perasaan ini, ajari aku berdamai dengan kepahitan ini, ajari aku untuk bersikap biasa saja di depannya.

            Dear, kau tau? Ini teramat menyakitkan, kau menyukai seseorang tapi kau tak memiliki kuasa untuk mengungkapkannya. Dear, temani aku menikmati sakit ini, bantu aku berjuang mengubur dalam-dalam rasa suka ini.

Rabu, 09 November 2016

Jomblo? Why not ๐Ÿ˜๐Ÿ˜๐Ÿ˜


Aku baik baik saja, menjalani hidup yang aku punya, hidupku sangat sempurna, i’m single and very happy. Penggalang lagu Oppie Andaresta yang sempat hits beberapa dasawarsa yang lalu, hingga kini selalu menjadi lagi favorit. Yes, i’m single and very happy
Picture is taken from Line

            Jomblo? Why not. Jomblo bukan kutukan, tapi sebuah pilihan. Memilih untuk sendiri dan memantaskan diri. Memilih untuk menghabiskan waktu dengan hal-hal yang terbaik. Menjadi jomblo kita masih bisa hidup, ya gak sih? Menjadi jomblo kita masih bisa tertawa, masih bisa lebih bahagia? Ya gak ya gak? Ini membuktikan kebahagiaan itu bisa berasal dari diri sendiri, tanpa perlu bantuan orang lain, tanpa perlu pacar. Kalau pasangan halal lain lagi ya ceritanya.

            Yeeesss, kesendirian biasa di identikkan dengan “tidak laku”, helllow? Itu dulu, waktu kita masih ababil. Kalo umur segini, rentan umur 20 keatas masih ber-mindset seperti ini kayaknya butuh untuk piknik. Hahaha apa hubungannya ya.

            Umur 20 keatas bukan lagi waktunya untuk berlama-lama pacaran, kita sudah terlalu tua jika hanya memikirkan hubungan sesaat. Pamer kemesraan! Helloooowww? Gak usah terlalu sering mengumbar kemesraan, apalagi di media sosial, kasian ntar capek menghapus foto-foto kalo putus, ntar baper kalo banyak yang nanya “doi mana? Kok gak pernah kelihatan bareng lagi. Menjelaskan itu berat brosis, mesti flashback dan mengenang lagi dan lagi”.
Picture is taken from Line

        Mempunyai pacar bukan sebuah jaminan bahwa si doi adalah jodoh kita. Gak percaya? Coba membuka mata, jalan-jalan dan mengkepoi kehidupan orang lain lebih dalam. Banyak tuh yang pacaran bertahun tahun, memupuk mimpi sama-sama, membangun pondasi berdua, mengorbankan banyak hal, daaan pada akhirnya bukannya bersanding dipelaminan bersama, malah datang sebagai tamu undangan. Nyesek kan ya? #Jomblotibatibanikah #Sendiritibatibasebarundangan. 


Gak usah pacaran gaess, kalau udah serius langsung lamar atau minta dilamar hahaha, langsung nikah. Kalau belum siap, mending memantaskan diri aja dulu, karena menikah bukan persoalan mau saja, bukan urusan cinta belaka, tapi jauh lebih berat dari itu semua. Pertalian hubungan dua keluarga. Tanggung jawab yang lebih besar. Janji bukan saja sama manusia tapi juga kepada sang maha segalanya. Oops ini ngomongnya ngelantur kemana-mana.

            Jomblo? Ya why not? Setelah menjomblo beberapa saat, baru mulai sadar. Kenapa gak dari dulu aja sih jomblonya? Mempunyai status hubungan dengan seseorang terkadang membuat begitu banyak batasan, batasan berteman, batasan bergaul, batasan berkegiatan apalagi berpetualang. Terkadang ketika memiliki status hubungan dengan seseorang, kita kadang mendedikasikan diri kita kepada si doi, kita kadang rela untuk mengikuti aturan-aturan yang dibuatnya, yang baru kita sadari betapa tidak rasionalnya aturan-aturan itu setelah kita putus, daaaannn kita akan menertawai betapa bodohnya kita yang terlalu falling love waktu itu dan mau-maunya aja di setir sedemikian rupa.

            Tidak ada yang salah, tidak ada yang perlu disesali. Hal baik kita jadikan pelajaran, hal buruk pun bisa kita jadikan pengalaman untuk bisa lebih baik agar tidak terjatuh di kesalahan yang sama berulang kali. So, buat para jomblowers, gak usah bersedih hati, tak perlu gundah gulana, tidak usah uring-uringan. Hidupmu sangat sempurna, dan kau pantas bahagia apapun statusmu. HIDUP JOMBLO hahaha.

Selasa, 08 November 2016

Everything happen for a reason



Everything will be will be, the future is not our to see "dz"

  Segala sesuatu yag terjadi bukan tanpa sebab musabab. Saya selalu percaya campur tangan Tuhan dalam memberikan sesuatu yang terbaik kepada setiap hambanya. Saya berkali-kali merasakan dan mendapatkan sesuatu yang terbaik datang dengan cara yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya.

 Kebanyakan orang tidak percaya faktor keberuntungan, karena selalu berfikir segala sesuatu yang didapatkannya berasal dari kerja keras, yah memang benar. Usaha tak pernah mengkhianati hasil. Tapi bagi saya, keberuntungan pun bekerja sangat luar biasa dalam kehidupan saya. Berkali-kali saya mendapatkan sesuatu dan saya yakini disamping usaha yang telah saya lakukan, faktor keberuntungan juga mengambil andil yang besar. Tak hanya keberuntungan, kekuatan fikiran dan kata-katapun mampu menjadi magnet yang luar baisa besarnya menarik segala sesuatu kedalam diri saya.

  Ceritanya berawal ketika saya meninggalkan kampung Inggris dan terbang menuju Kalimantan, niat awal waktu itu ingin melanjutkan kuliah di Universitas Lambungmangkurat semester genap 2015, faktor yang mendorong saya untuk mengambil keputusan ini karena sudah jenuh hidup dengan ketidakjelasan. Kalimantan Selatan menjadi destinasi saya, karena kebetulan kakak tugas di Banjarbaru dan saya bisa tinggal bersamanya sembari kuliah dan kerja. Hari kedua saya kekampus mendaftar. Baru 2 minggu berada di Kalimantan orang tua sudah meminta saya kembali ke Makassar untuk kuliah. Setelah menimbang beberapa plus minusnya saya akhirnya memutuskan kembali ke Makasssar.

     Waktu itu sudah masuk bulan 2 akhir, sisa 1 bulan pendaftaran di Unhas, yang notabene di tutup tanggal 31 Maret. Waktu berjalan begitu cepat hingga menyadarkankaku satu hal, adikkku juga akan masuk kuliah di tahun yang sama, dan jelas saya akan lebih memprioritaskan dia untuk kuliah, karena saya merasa tanggung jawab orang tua untuk menyekolahkan saya sudah gugur, karena saya sudah selesai S1, sudah seyogyanya saya mampu membiayai kuliah saya sendiri. Berhubung waktu itu saya belum memiliki penghasilan tetap, uang dari hasil online shop pun tidak menentu. Saya memutuskan untuk tidak kuliah di Unhas tahun ini. Sempat merasa begitu sedih dan sesak, hingga saya ngobrol dengan mama “ma, tidak kuliah betulanma ini ma? dengan mata berlinang”.

     Menyadari hal itu, saya tidak patah semangat. Saya percaya segala sesuatu terjadi karena sebuah alasan. Saya mengusahakan beasiswa, saya memaksimalkan usaha, tenaga dan fikiran untuk mendapatkan dana guna membiayai keinginan saya untuk lanjut S2. Alhamdulillah usaha selalu berbanding lurus dengan hasil. Keberuntungan pun masih berpihak padaku. Keinginan untuk lanjut S2 sudah mulai menemukan titik terang. Saya mendapat anugerah sebagai salah satu penerima beasiswa LPDP.

  Jarak antara tes dan pengumuman sempat membuat saya jatuh sakit karena terlalu mengkhawatirkan hasilnya. Banyak hal buruk yg seliweran di otak saya kala itu. Bagaimana kalo saya tidak lulus? Bagaimana kalo begini? Bagaimana kalo begitu? What must i do next? Semuanya campur aduk menghantam fikiranku dan membuatku tumbang waktu itu. Sampai akhirnya kabar bahagia saya dapatkan ketika pengumuman kelulusan.
      
     Saya kembali refleksi diri, perjalanan yang cukup rumit untuk kuliah, mulai dari persiapan belajar di Pare, terus ke Kalimantan, balik ke Makassar dan tidak menemukan kejelasan apa-apa. Akhirnya Tuhan menjawab dengan cara yang jauh lebih baik.

Kamis, 03 November 2016

Terjebak SIGi (Part 2)




Melalui SIGi saya belajar banyak hal, terutama belajar banyak bersyukur. Ternyata diluar sana masih banyak sekali orang-orang yang kurang beruntung, jangankan berpakaian bagus ke sekolah, mengenyam pendidikan formal saja sudah merupakan sebuah kemewahan. Ketika bertemu dengan anak-anak di panti asuhan saya tak hentinya bersyukur dengan kehidupan yang serba ada yang saya miliki sekarang, terkadang malu ketika dengan kehidupan seperti ini masih saja sering mengeluh. Diluar sana, tidak usah jauh-jauh melihat ke kota sebelah atau sampai ke negeri seberang, didekat kita saja banyak anak-anak yang masih ingin berkumpul dengan keluarganya tapi mereka tidak memiliki kesempatan itu. Keceriaan anak-anak yang saya temui di setiap kesempatan menamparku dengan telak. “Heii, kau punya apapun yang kau mau, namun kau masih saja mengeluh, kau masih saja terus merasa kurang, lihat anak-anak itu, lihat senyum yang merona di wajah mereka, lihat keceriaan itu, keceriaan yang hadir bukan dari hal mewah, tapi dari hal-hal yang baru bagi mereka, hal yang mungkin bagi kita adalah barang yang tak penting”.

Saya pernah dengan sangat ingin mendedikasikan diri untuk anak-anak di daerah pedalaman, di daerah antah barantah yang jauh di ujung Negeri, tapi kesempatan itu ada saya malah memilih kesempatan lain. Saya sempat dilema dengan pilihan yang saya ambil, sampai suatu ketika saya membaca cerita dari salah seorang SIGi-ers Makassar yang sekarang telah berdomisili di Palu, yah melalui tulisan Inov saya tersadar bahwa untuk mengabdi tak harus ke daerah pedalaman, karena di sekitar kita pun masih banyak anak-anak yang tidak mendapat hak pendidikan yang layak.

Salah pemerintah? Jelas bukan sepenuhnya salah pemerintah. Dari kitalah generasi muda yang harus mengambil andil untuk terus berbagi dan bermanfaat bagi sesama. Dari pada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin bukan? Untuk menyalakan lilin pun kita butuh pemantik, dan saya yakin SIGi merupakan salah satu pemantik itu, salah satu wadah untuk membantu adik-adik kurang mampu untuk bisa mempunyai impian yang sama dengan anak-anak yang terlahir dalam kehidupan yang serba ada.

Terima kasih kakak-kakak keren SIGi, untuk setiap pengalaman, pelajaran dan kekeluargaannya selama ini. Saya sangat bersyukur bisa berada di dalam lingkaran orang-orang hebat, orang-orang yang melakukan sesuatu karena MAU bukan karena HARUS. Orang-orang yang mengerjakan sesuatu dengan sukarela tanpa bayaran. Orang-orang yang merelakan waktu, fikiran, tenaga dan juga materi untuk berbagi manfaat.

Selamat 4 Tahun SIGi Makassar. Semoga makin banyak yang tergerak untuk berbagi, karena berbagi takkan pernah membuat rugi. Semoga makin merajalela kakak-kakak keren SIGi yang terjabak. Semoga tetap di garis yang sedari awal kita bangun, kita ada untuk berbagi manfaat, bukan untuk kepentingan lain.

Terjebak SIGi (part 1)



         
   Ceritanya berawal sekitar 4 tahun yang selalu. Waktu itu saya beserta tim baru turun dari Semeru. Dalam perjalanan kami bertemu dengan rombongan yang katanya akan syuting film 5 CM. Sesaimpainya di Makassar saya menelusuri apa sih itu 5 CM? Ternyata di google menampilkan buku tentang 5 CM yang berlatar belakang di Semeru. Tak cukup sampai disitu, saya mulai menelusuri di jejaring media sosial, kala itu Facebook masih sangat booming. Saya sudah lupa keyword yang saya masukkan, tapi yang muncul saat itu fanpage sahabt 5 CM, dan ternyata di Makassar pun ada. Sifat PD yang tinggi membuatku memberanikan diri sms nomor yang tercantum dalam postingan di Fanpage Sahabat 5 CM Makassar.
         
   Beberapa hari kemudian saya mendapat sms untuk ikut kopdar di salah satu kedai kopi di Jl. Pettarani tepatnya dibelakang dealer yamaha. Malam itu merupakan kopdar sahabat 5 CM yang berlanjut perbincangan tentang SIGi Makassar, yang baru-baru telah mengadakan project berbagi pertama di Panti Asuhan Takalar. Semua anggotanya pada saat itu yang saya ingat masih pada kuliah kecuali kak Anwar dan Ammy yang saat itu memang sudah klenong sana sini. Ada kak Fathe, kak Rifah, kak Ardhe, kak Nunu, kak Zul, Ratih, kak Marin, kak As, kak Aya, kak Adri, Daeng Naga dan kak Kiki.
           
    Berawal dari kopdar itu saya mulai mengikuti setiap kegiatan SIGi Makassar. Oh iya, dari SIGi saya belajar berkomunitas, SIGi merupakan komunitas pertama yang saya ikuti. Saat itu komunitas belum sebanyak sekarang. Hanya beberapa bulan saya intens ikut disetiap kumpul-kumpul dan kegiatan SIGi, sebelum akhirnya sok sibuk dengan tugas kampus, kegiatan di Mapala dan persiapan untuk cepat selesai kuliah.
           
  Setelah berbulan-bulan hilang muncul lagi, dan beberapa kali seperti itu, puluhan kegiatan saya lewatkan. Namun satu hal yang selalu saya ingat, selama apapun saya menghilang, saya tidak pernah dicuekin ketika kembali bergabung. Kata-kata yang selalu dikatakan yang entah oleh siapa “ya kita relawan, tidak ada paksaan untuk selalu datang, karena kita mengerti, kesibukan setiap orang”.

   Paling lamanya kemarin, saya menghilang hampir 2 tahun. Saat kembali semuanya menyambut dengan tangan terbuka, dengan keceriaan. Banyak orang baru yang kulihat, meskipun baru bertemu semuanya bisa langsung berbaur dan akrab, tidak ada sentimentil.

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...