Pra
keberangkatan ke Labuan Bajo – Cerita lanjutan Lombok
Subuh-subuh
kami bangun untuk siap-siap remidi ke bukit merese. Untung banget remidinya
dapat doorprize, lewat jalur cepat bypass Mandalika yang tembus langsung di
depan jalur masuk merese, cuaca pun cerah. Jadi kami bisa foto-foto dengan view
pemandangan yang lumayan apik. Sekitar hampir 1 jam lebih kami di bukit Merese
lalu turun dan lanjut perjalanan ke homestaynya Lisa. Lokasinya di dekat Pantai
Kuta. Kami dijamu dengan sangat baik. Senang banget melakukan perjalanan,
ada-ada aja orang baik yang dipertemukan oleh Allah. Setelah dari Lisa kami
kembali ke jalan bypass untuk balik ke penginapan. Sebelum sampai di penginapan
kami mampir ke terminal dulu untuk tanya-tanya tiket bus untuk menuju ke Labuan
Bajo. Aslii ya orang orang di terminal pada serem, marah gak jelas padahal kami
cuman tanya2 harga berdasarkan patokan traveloka. Dikiranya kami mengira mereka
mau nipu kami soal harga, gak lama di terminal kami langsung balik ke
penginapan dan mencari alternatif bus yang lain karena kami tidak menemukan PO
rasa sayang. Seketika saya gercep mencari alternatif PO yang lain. Ada beberapa
yang ketemu di internet ada yg minta kontaknya dari mas penjaga penginapan.
Alhamdulillah dapat bus yang tergolong murah sampe di Labuan Bajo. Dari awalnya
350.000 didiskon jadi 320.000/orang. Sebelum ke terminal kami gofood ayam
taliwang dulu dan makan di penginapan. Mas mas penginapannya baik banget
memberikan kami kelonggaran waktu untuk checkout hingga pukul 14.30. Setengah 3
kami berangkat menuju ke terminal dan tiba di terminal pas jam 3 dan pas busnya
mau berangkat.
Perjalanan
menuju Labuan Bajo
Kami menggunakan bus Surya Kencana menuju ke Sape. Perjalanan dimulai pukul 15.30 menuju ke Bima. Perjalanan yang cukup menegangkan. Busnya lentur banget melaju dan ketika dapat tikungan langsung auto miring busnya. Menit menit awal lumayan tegang dan banyak banyak berdoa, tapi pas ngeliat penumpang lain yang slow kami juga ikutan slow karena memang busnya lajunya seperti itu.
Tiba di pelabuhan
kayangan (tempat penyeberangan dari Lombok ke Pelabuhan Poto Tano) Sumbawa
Barat. Penyeberangan selama 2 jam. Kami tiba di Pelabuhan Poto Tano sekitar jam
8 dan melanjutkan perjalanan menuju terminal Bima. Perjalanan ditempuh sekitar
8 jam dari pelabuhan Poto Tano hingga di Pelabuhan Bima pukul 04.00 subuh. Jam
5 subuh kami melanjutkan perjalanan lagi menuju ke Sape menggunakan bis yang
lebih kecil tiba di Pelabuhan Sape pukul 07.00 langsung diantar ke tempat swab
sebagai syarat untuk menyeberang. Biaya swab 110.000.
Pelabuhan Sape.
Kami tiba di Sape pukul 07.00 dan menunggu informasi kejelasan kapal berangkat. Sudah seminggu kapal ASDP tidak beroperasi karena faktor cuaca. Alhamdulillahnya di hari itu kapal berangkat, jadi kami langsung antigen. Jam 7 lewat beberapa menit loket tiket sudah dibuka. FYI transaksi tiket harus menggunakan brizzi, jadi kalo gak punya brizzi bisa beli kartu brizzi dan langsung isi di ruangan dekat loket. Harga tiketnya 83.000 per orang jika tidak membawa kendaraan, nanti bapak petugas loketnya akan menanyakan mau ruangan bisnis gak, nanti bayar 105.000.
Kami tidak mengambil kelas bisnis dan keputusan ini yang akhirnya kami sesali. Sambil menunggu jadwal keberangkatan kapal kami bersih-bersih dulu di toilet pelabuhan. Sekitar jam 09.00 kami berjalan menuju ke kapal. Sebelum naik kapal kami mampir beli makanan dan minuman dulu di warung dekat kapal. Harganya 15.000 udah nasi dan banyak lauknya. Lalu kami naik ke kapal dan mencari kasur yang kosong, diarahkan oleh awak kapalnya. Barang-barang disimpan di samping toilet kapal dan kami mengambil tempat tidur. Tempat tidurnya itu lembab dan sedikit bau. Tapi kami tetap memilih kasur ketimbang kursi biar bisa meluruskan badan. Perjalanan Sape - Labuan ditempuh dalam waktu 7 jam. Kami makan lalu tidur dan ternyata belum sampai. Tak lama kemudian datang salah satu awak kapal menagih bayaran untuk kasur yang kami tempati, entah kasurnya memang harus bayar atau itu cuman akal-akalan si awak kapal aja. Biasa sewa kasur 15.000.
Labuan
Bajo
2 jam sebelum kapalnya sandar kami sudah bangun, saya mandi lalu sholat. Toilet kapal ASDP cukup bersih, ada musholanya juga dengan ruangan ber AC. Setelah lalaa lala kami ke dek kapal hingga kapalnya sandar di Labuan Bajo. Belum tiba di Labuan Bajo aja kami sudah menyadari betapa indahnya Labuan Bajo. Dikitari gugusan pulau yang sangat indah. Dan setibanya di pelabuhan labuan bajo tampak begitu banyak kapal, baik yang open deck maupun kapal-kapal phinisi.
Tarif ojek 5 ribu kalo siang, 10 ribu kalo malam. Ternyata penginapan kami jaraknya tidak begitu jauh dari pelabuhan, bisa ditempuh dengan jalan kaki. Tapi karena kami tidak tahu alamat persisnya jadi kami naik ojek. Pemandangan depan pelabuhan sungguh sangat menakjubkan, sunset pas di depan penginapan, penginapan kami berada di dekat jembatan dengan nuansa Amerika Latin. Receptionist dan seluruh staf sangat ramah. Kami menginap di La Boheme. Penginapan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari pelabuhan dengan berbagai pilihan kamar, depan penginapan sudah laut lepas.
Saat tiba di penginapan, kami bersih-bersih lalu malamnya jalan-jalan ke jalan ujung, lokasi kuliner Labuan Bajo. Di sana ada banyak warung yang berjejer, menu utamanya sea food. Ada banyak jenis ikan yang baru kami lihat. Harga makanan dan minuman di warung-warung ini cukup pricey. Maklum karena tempat liburan. Dari penginapan ke tempat makan dan kembali ke penginapan lagi kami jalan kaki. Menyusuri jalan di Labuan Bajo.
Paginya, jam 6 kami siap-siap berangkat ke pelabuhan, untuk naik kapal menuju ke Pulau Padar – Pink Beach – Pulau Komodo. Kami sedikit terlambat tiba di pelabuhan, ternyata kapalnya on time berangkat. Saat kami tiba di kapal sudah ada beberapa orang yang merupakan anggota keluarga yang berasal dari Bali. Kapal yang kami gunakan menuju ke pulau-pulau tersebut yakni open deck. Ini merupakan kapal yang paling murah dibandingkan dengan kapal phinisi dan speed boat. Kami membayar Rp 550.000 untuk kapal terbuka dengan fasilitas WC (yang airnya diambil dari laut hihihi), coffee break, dan lunch + 200.000 untuk masuk ke kawasan Taman Nasional Komodo.
Pulau Padar
Pertama-tama kami menuju ke Pulau Padar. Perjalanan menuju Pulau Padar melalui ombak yang cukup kencang dan tinggi, tapi berhubung kapalnya terbuka jadi rasanya cukup menyenangkan dan menegangkan bisa melihat ombak yang tinggi secara langsung. Dan ada satu hal yang cukup menegangkan di tengah laut saat tiba-tiba kapalnya mati hahaha. Saat itu kami sudah mode pasrah karena meskipun tau berenang kalau harus nyemplung di tengah laut seperti itu juga akan kewalahan. Hahaha
Syukurnya perjalanan menuju Pulau Padar bisa berjalan lancar setelah kapal diperbaiki. Saat kapal baru mendarat di dermaga tiba-tiba turun gerimis, untungnya tidak menjadi hujan deras. Kami menyusuri jalan menanjak hingga menuju ke spot foto yang bisa mengambil view tiga pulau.
Perjalanan
hari itu cukup ramai, ada banyak sekali rombongan, jadi untuk foto di tempat
yang bagus tanpa “bocor” harus antri. Kami tidak bisa berlama-lama di puncak
karena harus pindah ke tempat-tempat yang lain juga, dan kabarnya ombak jika
sudah sore sangat ekstrem. Setelah puas foto-foto kami kembali menyusuri jalan
turun. Di tengah jalan kami disapa oleh penjaga Pulau Padar, dihimbau untuk
hati-hati, kami mengungkapkan kekaguman kami terhadap Pulau Padar yang begitu
indah. Namun, di luar dugaan respon bapaknya kayak gini “Iya dek, di sini
memang indah tapi seindah-indahnya tempat ini tak ada yang mau tinggal di
sini”. Kami mengangguk mengisyaratkan persetujuan atas kata-kata bapaknya dan
tersenyum lalu pamit untuk melanjutkan perjalanan turun.
Pink
Beach
Spot
selanjutnya yakni Pink Beach. Perjalanan menuju ke Pink Beach ini
saya melihat secara langsung angin puting beliung di air, cukup mengerikan juga
melihat air bergulung-gulung pas di samping kapal hihihi. Tak lama kemudian
kami tiba di Pink Beach. Pasirnya betul-betul berwarna pink. Warna ini
dihasilkan dari buliran-buliran batu yang menyatu dengan pasir, saya tidak tahu
untuk penjelasan pastinya kenapa bisa pasirnya berwarna pink. Hari itu cuaca di
Pink Beach cukup panas jadi sangat nikmat menyeruput degan, dan saat
bayar ternyata kenikmatan degan harus dibayar seharga Rp 40.000 hahaha. Cukup
mahal. Oh ya, di Pink Beach ini kami diizinkan berenang, tapi saya
memilih untuk tidak berenang karena malas jika harus basah-basahan atau ganti
baju lagi sebelum pindah ke spot selanjutnya.
Sebenarnya
masih ada dua spot lagi setelah Pink Beach. Yakni pulau komodo
dan Pulau Kelor. Di Pulau Kelor ini direncanakan akan berenang, tapi karena
kami cukup lama di setiap tempat jadi Pulau Kelor dihapuskan dan Pulau Komodo
menjadi destinasi terakhir. Kata awak kapalnya kami harus tiba di Labuan Bajo
sebelum malam karena ombak cukup tinggi dan esktrem kalau sore menjelang malam.
Pulau
Komodo
Pulau Komodo. Di sini kita akan menyusuri dermaga yang cukup panjang lalu akan tiba di gerbang Pulau Komodo. Ada banyak penjual souvenir dan adik-adik yang akan menghampiri kita menjajakan jualannya. Setelah melewati gerbang Pulau Komodo nanti kita akan disambut oleh pemandu yang akan memberikan briefing ke semua peserta, saat briefing kita akan dijelaskan do and don’t yang ada di Pulau Komodo. Setelah itu kita akan diajak menyusuri hutan untuk mencari dan berfoto dengan komodo. Ternyata, saya baru tahu bahwa meskipun di Pulau Komodo itu merupakan habitat terbesar komodo, tapi komodo itu tidak berkumpul di satu tempat, kemungkinan kita hanya akan bertemu dengan beberapa komodo atau kalau sial kita tidak akan bertemu dengan komodo sama sekali. Syukurnya kami bisa bertemu dengan komodo setelah beberapa menit jalan. Pemandu langsung menginstruksikan untuk mengambil dokumentasi secara bergantian. Setelah semuanya sudah foto kami lanjut jalan lagi dan tidak menemukan komodo lagi, akhirnya pemandu mengajak kami untuk kembali ke dekat dermaga, saat perjalanan pulang kami melihat satu komodo lagi yang berjalan semakin menjauhi kerumunan manusia.
At least sudah ada pengalaman bertemu dengan komodo dan melihat secara langsung Pulau Komodo. Setelah selesai di Pulau Komodo kami menyusuri lautan lagi untuk kembali ke Labuan Bajo. Perjalanan ditempuh sekitar dua jam dan menjelang maghrib kami sudah tiba kembali di Labuan Bajo.
Malamnya
tidak ada rencana keluar penginapan karena cukup lelah, kami memilih makan
makanan yang ada di penginapan dan ternyata makanannya sangat beragam, enak,
dan terjangkau harganya. Sepanjang malam kami menghabiskan waktu makan,
ngobrol, dan nonton layangan putus. Hahaha. Waktu itu masih hangat-hangatnya
film layangan putus.
Keesokan harinya kami rental motor dengan niat ingin keliling Labuan Bajo, ingin cek bandaranya di mana, dan lokasi untuk swab di mana. Kami menyusuri daerah sekitar Labuan Bajo berdasarkan maps dan tidak ada banyak pilihan wisata yang dekat, lokasi tempat-tempat wisata yang lain cukup jauh dan ada juga yang harus menyeberang menggunakan kapal. Dengan berbagai pertimbangan setelah perjalanan kurang dari sejam kami memarkirkan motor di salah satu pantai yang spotnya cukup indah. Di Labuan Bajo sepanjang mata memandang hanya akan ada pantai dan hutan di sebelah kiri dan kanan jalan, kehidupan masyarakat pun cukup tenang dan seperti tidak terganggu sama sekali dengan kehadiran orang-orang asing.
Setelah puas bermain dan foto-foto di pantai kami melanjutkan perjalanan menuju ke Bukit Cinta yang terkenal dengan sunset viewnya. Tapi sebelum itu kami (saya dan Ani) mampir ke salah satu klinik yang berada di dekat bandara untuk swab antigen dan janjian akan mengambil hasilnya setelah pulang dari Bukit Cinta.
Kami mencari Bukit Cinta berdasarkan informasi dari maps tapi tidak menemukan Bukit Cinta di titik yang dimaksud, akhirnya parkir di Bukit Sylvia, tempat banyak orang-orang yang sedang nongkrong. Namanya bukit yaa artinya kami harus mendaki menuju ke puncak untuk menikmati view. Waktu itu sudah menjelang maghrib, kami cukup kesorean tiba di lokasi karena terlalu lama di pantai sebelumnya dan mampir ke klinik juga. Jadi keindahan pemandangan yang kami dapatkan tidak begitu maksimal. Oh ya, saya tidak sampai ke puncak karena ada banyak sekali ulat yang menyerupai kaki seribu dan saya sangat parno dengan kaki seribu. Jadi Bang Sem, Kak Lini, dan Ani yang terus melanjutkan perjalanan menuju ke puncak dan saya berhenti di tengah jalan di tempat yang cukup landai. Di situ ada sekumpulan bapak-bapak yang sedang foto-foto, saya menawarkan diri untuk memfoto mereka dan nebeng untuk ikut turun.
Dalam perjalanan turun kumpulan bapak-bapak ini berjalan sedikit lambat jadi saya melaju cepat turun mendahului mereka. Sesampainya di bawah saya ngobrol dengan penjual durian yang dari tampilannya seperti orang Milanesian. Saya mengobrol dengan bapak penjual durian yang sangat ramah itu. Si bapak menawarkan duriannya dengan harga 55.000/biji, saya menawarnya dengan harga 45.000 sambil menunggu teman-teman yang dari puncak turun dan si bapak mengiyakan. Waktu itu masih ada 3 biji. Lalu saat kumpulan bapak-bapak ini tiba di bawah mereka langsung ingin membeli durian si bapak ini. Saat bapak-bapak ini makan durian saya mengobrol dengan beberapa pemuda penjual kain Labuan Bajo. Saling kenalan dan tanya-tanya asalnya dari mana. Satu dari empat pemuda yang ada di situ ternyata baru pulang dari Makassar jadi kami mengobrol cukup lama sampai kumpulan bapak-bapak ini selesai makan durian.
Nah saat bapak-bapak yang tadi selesai makan durian dan pergi saya beralih mengobrol dengan bapak penjual durian, si bapak penjual durian ini ternyata hanya menjual 2 durian dan menyimpan satu untuk saya. Saat bapak-bapak ini pergi si bapak penjual durian cerita kalau bapak-bapak yang tadi ingin membeli semua durian yang ada tapi si bapak tidak menjual semuanya karena mau menyimpankan satu untuk saya. Huhuhu melting. Kenapa tidak dijual semua saja pak, mereka membelinya dengan harga normal sedangkan tadi saya menawar hehe, kataku. Kemudian kata si bapak “Tidak nona, saya merasa sudah janji jadi saya menyimpankan satu untuk nona”. Lalu kami bercerita panjang lebar, saya mendapatkan informasi kalau si bapak ini ngekos di dekat penginapan kami, rumahnya di Flores, dan beliau mengambil durian dari tempat yang jaraknya 3 jam dari Labuan Bajo :’). Dalam hati langsung merasa bersalah sudah menawar.
Saat Bang Sem, Kak Lini, dan Ani sudah turun saya hendak membayar durian dengan harga normal bukan harga tawar, tapi si bapak menolak dan hanya ingin mengambil uang saya dengan harga yang sudah saya tawar :’). Hari semakin gelap dan kami semua bersiap untuk pulang, begitu pun dengan bapak penjual durian. Bapak penjual durian mengajak kami beriringan pulang karena searah. Saat motor saya dan Ani menyala, kami baru menyadari selain rem yang bermasalah ternyata lampunya pun tidak menyala hikz, mana perjalanan dari bukit ke penginapan gelap banget lagi. Tanpa diminta, tiba-tiba bapak penjual durian yang tau lampu kami tidak menyala. langsung memberikan isyarat bahwa dia akan membantu penerangan dari motornya sehingga kami bisa melihat dengan jelas. Ya ampuun baik sekalii. Ini salah satu alasan saya selalu senang melakukan perjalanan karena di perjalanan Allah selalu mempertemukan dengan orang-orang baik.
Kami (Saya,
Ani, Bang Sem, Kak Lini, dan Bapak Penjual Durian) jalan beriringan. Sampai
tiba di pertigaan jalan. Kedua jalan tersebut sebenarnya sama-sama mengarahkan
ke penginapan, kanan lebih dekat, kiri lebih jauh. Tapi saya dan Ani memilih
jalan ke kiri karena harus mampir ke klinik mengambil hasil tes swab. Dan bapak
penjual durian pun ikut mengiringi kami dan memastikan kami baik-baik saja,
huhu melting. Saat sudah tiba di dekat bandara kami menghentikan motor dan
menyampaikan ke bapak penjual durian kalau kami akan ke beberapa tempat
termasuk ke bandara dan tempat penjual oleh-oleh, jadi Bapak penjual durian
akhirnya melanjutkan perjalanan setelah memastikan bahwa kami akan baik-baik
saja dalam perjalanan pulang karena sudah daerah kota dan lampu jalan sudah ada
sampai ke penginapan. Kami mengucapkan terima kasih lalu kami berpisah. Kami
mampir sebentar ke bandara untuk foto-foto, lalu ke tempat oleh-oleh di depan
bandara, dan terakhir ke klinik untuk mengambil hasil swab dan kembali ke
penginapan.
Pagi-pagi
sekali saya sudah gradak gruduk meminta Ani untuk siap-siap lebih cepat karena
pesawat kami jam 10 pagi, jadi jam 8 kami sudah harus ke bandara. Kami pamitan
ke Kak Lini dan Bang Sem yang masih extend sehari lagi dan pamitan ke
Bang Arya selaku receptionist La Boheme dan kami dipesankan mobil oleh Bang
Arya menuju ke bandara. Perjalanan kurang lebih hanya 7 menit dan semua proses
lancar. Kami menunggu di bandara cukup lama dan di titik ini Ani ngomel kepada
saya karena membuatnya terburu-buru yang pada akhirnya membuat kami menunggu
cukup lama di bandara hahaha, itu pun pesawatnya delay sekitar setengah
jam lebih hahaha. Perjalanan yang cukup berkesan dan menyenangkan selama di
Labuan Bajo. Menjelang jam 11 pesawat membawa kami menuju ke Surabaya lalu kami
melanjutkan perjalanan menuju ke Jogja.
Informasi
tambahan:
Di Labuan Bajo ada banyaaak sekali jenis penginapan, mulai dari penginapan yang biasa hingga hotel bintang lama, bahkan ada starbucks juga di sana. Untuk rental motor juga banyak jadi kalau teman-teman ingin mengelilingi Labuan Bajo bisa dengan rental motor. Harga makanan di sini cukup pricey dan pilihan destinasi wisata yang dekat-dekat hanya wisata air.
Rincian |
Biaya |
Bus Terminal Mandalika – Labuan Bajo |
320.000 |
Tempat tidur di kapal |
15.000 |
Swab antigen di Pelabuhan Sape |
110.000 |
Ojek pelabuhan – penginapan |
10.000 |
Penginapan La Boheme 4D3N (setelah share cost) |
362.500 |
Makan selama di Labuan Bajo – (sudah termasuk degan, cemilan, dan
beli air dan di luar free meal dari penginapan dan paket one day trip) |
302.750 |
One-day trip |
550.000 |
Tiket masuk taman nasional |
200.000 |
Sewa motor 1 hari + bensin (setelah share cost) |
55.000 |
Antigen di Labuan Bajo |
80.000 |
Tiket pesawat LBJ – Surabaya |
887.000 |
Beli oleh-oleh |
138.000 |
Lain – lain |
25.000 |
Total |
3.055.250 |
Harga di atas
dihitung dari perjalanan darat Mataram ke Labuan Bajo + antigen dua kali (musim
covid), dan perjalanan udara Labuan Bajo ke Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar