Sabtu, 02 Juli 2022

Liburan 5D4N Lombok

Pra Keberangkatan

Akhirnya liburan ke luar kota lagi setelah setahun lebih tidak pernah naik pesawat dikarenakan kondisi pandemi dan aturan pemerintah yang berubah-ubah. Super exited dong ya, bahkan sudah booking tiket pesawat sebulan sebelum keberangkatan demi sebuah tiket murah dan liburan yang hemat. Namun, ternyata di masa pandemi seperti ini booking tiket jauh-jauh hari bukanlah sebuah pilihan yang tepat, ada banyak kemungkinan yang bisa dilakukan oleh maskapai seperti pembatalan keberangkatan pesawat hingga reschedule waktu keberangkatan.

Sekitar 2 minggu sebelum keberangkatan, tiba-tiba ada sms pemberitahuan dari citilink kalau salah satu flight dibatalkan oleh pihak maskapai dengan alasan operasional. FYI penerbanganku dari Makassar – Lombok itu connecting flight, tidak ada direct flight dari Makassar-Lombok. Jadi awalnya tiketnya dari Makassar – Denpasar – Lombok, flight yang dibatalkan keberangkatannya yakni Denpasar Lombok. Jadi pilihannya ya reschedule tiket, mumpung dikasih kesempatan reschedule gratis jadinya tiketnya saya majukan dua hari dari jadwal semula, yang awalnya tanggal 17 Januari saya majukan jadi 15 Januari, rutenya berganti menjadi Makassar- Cengkareng – Lombok. Karena saya rencana liburannya berdua dengan teman jadi otomatis teman pun melakukan reschedule tiket ke tanggal 15 Januari, tapi dia harus membayar biaya administrasi dan selisih harga karena reschedule atas permintaan sendiri.

Tanggal 14 Januari, sehari sebelum jadwal keberangkatan, saya ke Klinik Lacasino untuk melakukan swab antigen sebagai salah satu syarat untuk melakukan perjalanan. Saat menunggu hasil keluar, tiba-tiba ada sms lagi dari citilink yang memberitahukan bahwa flight saya yang dari Cengkareng ke Lombok itu berubah rute dan jadwal. Jadwal awalnya Cengkareng Lombok pukul 11.10 dimajukan menjadi pukul 04.30 dengan rute Cengkareng – Surabaya -Lombok. Kesel gak? Ya mulai kesel dong. Keselnya bukan karena dimajuin jadwalnya tapi karena jadwalnya tidak ketemu. Penerbangan saya dari Makassar Cengkareng aja pukul 06.00, ini penerbangan dari Cengkareng Surabayanya malah dimajukan ke pukul 04.30 yang berarti di jam tersebut saya posisinya masih di Makassar. Sambil menahan rasa jengkel saya telefon ke pihak Citilink, CSnya membenarkan informasi tersebut. Lalu dicarikan penerbangan dengan tujuan yang sama di hari tersebut dan tidak ada. Jadi jalan satu-satunya ya cancel tiketnya. Apakah cukup sampai di situ? Ya jelas tidak. Cancel tiketnya ternyata harus dilakukan melalui aplikasi di mana kita membeli tiketnya dan proses pengembalian uangnya membutuhkan waktu 30-90 hari. Ini mah niatnya mau murah dan hemat malah kenanya mahal. Saya terpaksa harus membeli tiket baru di maskapai yang lain demi untuk berangkat keesokan harinya. Kenapa kok ngoyo tetap berangkat di tanggal 15? Ya karena saya perginya berdua dengan teman saya, dia berangkatnya dari Surabaya dan kami janjian ketemunya di bandara Lombok. Dianya sudah beli tiket, sudah nombok karena reschedule jadwal, jadi kan gak mungkin juga saya membatalkan berangkat di tanggal 15 Januari itu dan membiarkannya berangkat sendiri padahal kami sudah janjian jauh-jauh hari. Karena beli tiketnya H minus beberapa jam sebelum keberangkatan sudah ketebak dong harga tiketnya berapa? Hampir dua kali lipat dari tiket sebelumnya. Tapi ya mau gimana lagi, ngerasa tidak punya pilihan. Rasanya pengen nangis tapi ya mau gimana lagi, demi sebuah liburan yang insyaallah menyenangkan. Hahahah

Day 1 (Makassar – Bandara Lombok – Gili Trawangan)

Tibalah hari keberangkatan, 15 Januari 2021. Flightnya jam 06.00, saya memasang alarm pukul 03.00, 03.15, 03.30, 03.45. Ya dasar anaknya pelor yaa, jadi khawatir aja ketiduran dan ketinggalan pesawat jadi pasang alarmnya yang banyak. Hahaha. Alhamdulillah tidurnya tidak nyenyak karena khawatir ketiduran, pukul 03.00 sudah bangun dan siap-siap ke bandara. Pukul 04.00 sudah berangkat ke bandara, perjalanannya kurang dari setengah jam karena jalanan kosong melompong. Tiba di bandara ternyata ruameee banget. Flight subuh menuju ke Indonesia timur (Papua dan Maluku) sudah mulai beroperasi jadi bandaranya ruame puool. Di tempat verifikasi dan check in antriannya mengular. Hampir pukul 05.00 subuh baru saya selesai check in. Saya langsung ke masjid untuk sholat subuh lalu ke ruang tunggu untuk menunggu waktu boarding. Tidak menunggu lama hingga akhirnya ada panggilan boarding, waktu boarding dan take off menuju ke Surabaya on time. Oh ya, pesawat yang saya gunakan yakni Lion Air dengan rute Makassar – Surabaya – Lombok dengan waktu transit di Surabaya sekitar 3 jam. Tiba di Lombok sekitar pukul 14.10. Di Bandara Praya (Lombok) sudah ada Ani menunggu, pesawatnya tiba 3 jam lebih awal dari pesawat yang saya tumpangi. Ani berangkat dari Bandara Juanda Surabaya, saya berangkat dari Makassar.

Setelah kami bertemu kami lalu berjalan ke luar bandara mencari transportasi menuju ke Pelabuhan Bangsal. Menurut informasi yang kami dapatkan dari internet, ada beberapa pilihan transportasi menuju bangsal. Bisa menyewa mobil, damri, atau transportasi online. Demi alasan hemat kami memilih damri, ternyata tidak ada damri yang langsung menuju ke Bangsal, jadi kami harus mengambil damri menuju ke Senggigi lalu dari Senggigi baru memesan taksi online menuju ke Pelabuhan Bangsal. Biaya dari bandara ke Senggigi sebesar Rp40.000 menggunakan mini bus damri. Mobil melaju menuju ke Senggigi. Nah, di Mataram tepatnya di depan Mall Epicentrum kami harus pindah mobil damri karena bapak pengemudinya sudah akan pulang, jadi kami pindah ke mobil damri lainnya dengan biaya gratis dan kami diantarkan menuju ke Senggigi. Dalam perjalanan kami sempat mengobrol dengan bapak supir, dari supir damri ini kami memperoleh informasi bahwa ternyata ada damri dari bandara langsung menuju ke bangsal, hanya saja waktunya di pagi hari, kalo siang atau bahkan sore itu sudah tidak ada lagi damri dari bandara menuju ke Bangsal. Oh ya sekadar informasi, di bandara pun di papan list tujuan damri tidak ada pilihan menuju ke bangsal jadi harus bertanya langsung ke petugasnya. Sembari mengobrol dengan supir damri, saya sambil ngecek tarif dari Senggigi menuju ke Bangsal menggunakan aplikasi grab dan gojek, semuanya di atas harga 100 ribu. Lalu terjadilah proses nego dengan supir damri. Kami menanyakan kesediaan supir damri mengantar kami hingga ke pelabuhan bangsal, males juga pindah-pindah transportasi karena kami bawa koper dan males gotong-gotong pindah pindah transportasi. Alhamdulillah bapaknya berkenan dengan catatan kami mengganti uang bensin beliau. Saat kami tanya berapa, bapaknya bilang terserah, tapi biasanya dikasih 100.000. Deal, oke pak kami akan bayar 100.000 sampai di Pelabuhan Bangsal. Perjalanan dari Senggigi ke Bangsal ternyata masih cukup jauh dengan kontur jalan yang nanjak dan berkelok, di sepanjang jalan mata kami dimanjakan dengan birunya laut. Jarak antara Senggigi - Bangsal hampir sama dengan jarak bandara ke Senggigi.

Kami tiba di Pelabuhan Bangsal sekitar pukul 15.15. Oh ya, di Pelabuhan Bangsal ini banyak calo. Nanti mereka akan menawarkan membelikan tiket, tapi lebih baik langsung beli tiket langsung di loket aja biar lebih jelas. Jalannya juga tidak begitu jauh dari tempat turun dari mobil. Ada dua pilihan untuk menyeberang ke Gili Trawangan. Naik kapal umum atau speedboat. Speedboat waktunya lebih cepat harganya 85.000, kapal umum waktunya hampir sejam dengan biaya 20.000. Kapal umum ini baru akan jalan ketika penumpangnya sudah 40 orang, tapi tenang saja jumlah 40 ini akan cepat terpenuhi, orang-orang yang menyeberang ke Gili Trawangan bukan hanya pelancong tapi juga warga lokal. Kami tiba di Pelabuhan Bangsal saat angin lagi kencang-kencangnya dan ombak lagi tinggi-tingginya. Jadi sangat terasa sensasi naik kapal open deck dengan hantaman ombak yang begitu tinggi. Sekadar informasi juga, di pelabuhan bangsal ini tidak ada dermaga jadi naik kapal langsung dari bibir pantai naik ke kapal. Sangat direkomendasikan pake sendal dan hanya membawa daypack/carrier jika ingin liburan ke Gili Trawangan biar tidak rempong. Tapi kalo pun terpaksa harus pake sepatu ya sepatunya dicopot dulu biar tidak basah dan kalo ternyata pake koper nanti bisa pake porter ala-ala (calo) untuk membantu mengangkat koper menuju ke kapal, tarifnya bisa dinego untuk porternya. Waktu itu kami hanya diminta untuk membayar 5 ribu untuk 2 koper, sangat murah dan membantu mengatasi kerempongan.




Foto Suasana Kapal

Perjalanan ditempuh sekitar sejam, dalam perjalanan menuju ke Gili Trawangan kami baru mencari penginapan. Niatnya mau liat dulu penginapannya baru dibooking. Dari beberapa tulisan di internet banyak yang menulis kalau beberapa penginapan di Gili Trawangan itu tutup semenjak pandemi karena sepi, jadi mending lihat dulu baru bayar, lagian juga bukan high season jadi dapat dipastikan kami akan mendapatkan penginapan. Nah, kebetulan banget pas di kapal ketemu salah satu orang lokal yang bernama Sri, kami ngobrol panjang kali lebar layaknya teman lama yang baru ketemu kembali. Sri ini ke Gili Trawangan untuk liburan bersama teman-temannya. Dulunya Sri bekerja di Gili Trawangan, tapi semenjak pandemi dia dirumahkan karena kondisi Trawangan yang sepi jadi tempat dia bekerja tutup. Dari Sri ini kami akhirnya mendapatkan informasi penginapan, namanya Pondok Sunrise 2. Alhamdulillah ya rejeki, dapat tempat menginap dari sumber yang terpercaya. Saat ngecek di traveloka status Pondok Sunrise ini penuh, jadi kami bookingnya langsung ke pemilikinya melalui perantara Sri. Harga awal yang disampaikan ke kami yakni 200.000 tapi pada akhirnya diturunkan menjadi 100.000 setelah Sri melakukan tawar menawar ke pemiliknya yang notabene adalah temannya sendiri. Jadilah kami punya tujuan akan ke mana, ya ke Pondok Sunrise.

Hampir sejam berlalu akhirnya kami tiba juga di Gili Trawangan. Sama dengan di Pelabuhan Bangsal, di Pelabuhan Gili Trawangan juga tidak memiliki dermaga, jadi kami turun dari kapal langsung ke bibir pantai. Kerempongan akibat membawa koper benar-benar dirasakan saat turun dari kapal. Di Trawangan tidak ada porter jadi kami harus gotong-gotong koper turun dari kapal dengan kondisi kapal bergoyang karena ombak, untungnya bisa turun dengan selamat (tidak jatuh hahhaa) meski dengan celana yang basah. Di Gili Trawangan transportasi yang tersedia hanya sepeda dan kidomo (delman). Jarak dari pelabuhan ke Pondok Sunrise sekitar 15 menit jalan kaki. Ya jalan kaki sambil narik-narik koper keluar masuk gang yang becek dan berbatu, hahaha. Sungguh pengalaman yang sangat membagongkan. Nanti kalo ada kesempatan liburan ke Gili Trawangan lagi gak maulah bawa koper, rempong gotong-gotongnya hahaha.



15 menit kemudian tibalah kami di Pondok Sunrise, lokasinya bisa dikatakan strategies. Kamarnya seperti kamar kost-kostan, ada AC, lemari, meja kursi, wastafel, handuk dan kamar mandi dalam. Sangat worth it untuk harga 100.000 apalagi dibagi 2, jadi sangat murce. Kami langsung memesan dua buah sepeda untuk kami gunakan jalan-jalan mengelilingi Gili Trawangan. Harga sewa sepeda per-hari yakni 30.000. Setelah melakukan pembayaran kamar kami bersih-bersih lalu bersiap untuk keliling jalan-jalan di Gili Trawangan. Kami langsung memanfaatkan waktu untuk jalan-jalan, mumpung sore itu agak cerah. Yah, risiko jalan-jalan di bulan Desember Januari itu ya hujan, jadi meskipun sebenarnya tidak pandemi bulan-bulan segini pengunjung memang sepi karena banyak yang menghindari musim hujan.



Saat jalan-jalan sore dan menyaksikan keindahan Gili Trawangan, kerempongan dan drama sebelum keberangkatan rasanya terbayarkan tuntas. Seindah itu Gili Trawangan dengan udara yang segar. Oh ya, jangan khawatir jika berkunjung ke Gili Trawangan. Di sana terdapat berbagai macam ATM, ada minimarket yang bisa memenuhi segala kebutuhan kamu, ada beberapa penjual makanan, dan ada pasar seni (pasar tempat jajanan di malam hari). Tapi jangan kaget dengan harganya, harga makanan di Trawangan dua kali lipat lebih mahal.

Baru seuprit Gili Trawangan kami jelajahi tiba-tiba hujan jadinya harus buru-buru balik ke penginapan, untungnya sudah foto-foto hehe. Setelah sholat maghrib, tiba-tiba Sri ngetok-ngetok pintu dan ngajakin ngegrill bareng teman-temannya. Alhamdulillah syekalii perjalanan ini. Banyak dipertemukan dengan orang-orang baik. Sungguh sangat merindukan masa-masa ini, masa di mana dalam perjalanan bertemu dengan orang random yang sangat baik dan akhirnya menjadi teman. Malam itu akhirnya dihabiskan untuk ngegril dan bercengkrama dengan teman-teman baru.

Day 2 (Gili Trawangan)

Pagi-pagi kami menyusuri Gili Trawangan menggunakan sepeda. Kali ini jalan kami sedikit lebih jauh dari hari sebelumnya. Menyaksikan pantai yang begitu indah di sebelah kiri jalan dan resort serta resto-resto di sebelah kanan jalan. Saking sepinya suasana Gili Trawangan pada saat kami datang, jumlah orang yang berpapasan dan beriringan dengan kami baik yang menggunakan sepeda maupun yang jalan kaki bisa kami hitung. Menurut warga sekitar, biasanya pengunjungnya banyakan bule tapi semenjak pandemi dan adanya kebijakan karantina jadi bule-bule itu jarang yang berkunjung ke Gili Trawangan, toh pun kalo ada berarti bule-bule itu memang bule yang sudah stay di Indonesia sejak lama. Sekadar informasi juga rata-rata resort yang ada di Trawangan itu pemiliknya bule yang suami atau istrinya orang Indonesia.


2 orang baik yang kami temui dan membantu kami selama perjalanan di Lombok

Setelah puas keliling dan foto-foto kami berniat untuk mencari sarapan, dalam perjalanan menujuu ke penjual makanan tiba-tiba Sri menemukan uang 100.000 yang jatuh, uang itu yang akhirnya dipake untuk mentraktir kami sarapan hahaa. Harga sarapan itu 15.000-20.000 dengan menu prasmanan. Ada yang menggelitik saat membayar sarapan, jadi ternyata harganya disamaratakan sama si penjualnya, mau kamu porsi seperdua kek, seperempat kek, porsi kuli kek, si penjualnya akan menghitung hanya dari jumlah varian makanan yang dipilih bukan dari jumlahnya, jadi sebaiknya datanglah saat lagi lapar-laparnya biar gak rugi. Hahaha

Rencana saya dan Ani pada hari kedua yakni snorkeling. Tepat di depan penjual makanan dekat pelabuhan terdapat “basecamp” kapal untuk snorkeling. Tarifnya 100.000-200.000. Ada public ada private, jika public harus terpenuhi 8 orang baru bisa berangkat, harganya 100.000 fasilitasnya hanya kapal dan alat snorkeling dan berangkatnya pukul 10.00, jika memilih private tarifnya 200.000/orang dengan jam keberangkatan bebas sesuai permintaan, fasilitasnya kapal, alat snorkeling, guide, dan foto. Baik private maupun yang public rutenya sama-sama ada tiga, melihat kura-kura, ke patung cinta, dan fish fall. I’m sorry to say spot snorkeling di tiga tempat ini tidak begitu bagus, apalagi saat kami snorkeling kondisi cuaca lagi mendung ditambah lagi cukup ramai orang yang juga snorkeling jadi airnya keruh, kami tidak bisa melihat dengan jelas, serta spot foto di alam bawah laut hanya satu spot jadi orang-orang berkerumun di satu tempat hingga kita saling tendang menendang di dalam air hahaha. Waktu yang dibutuhkan untuk snorkeling di tiga tempat tersebut kurang lebih dua hingga tiga jam. Satu hal yang membuat perjalanan snorkeling ini begitu berkesan yakni pengemudi kapal sekaligus yang bertindak sebagai instruktur, beliau sangat ramah dan sabar membantu dan menuntun kami menuju ke spot-spot yang dianggap bagus.





Sore harinya saya dan Ani memutuskan untuk keliling Gili hingga di ujung jalan yang berbeton, kami mampir ke Santorini resort yang digadang-gadang menjadi salah satu penginapan yang bagus di Gili Trawangan. Saat kami tiba di penginapannya pas banget lagi sepi dan semua pengunjung sudah checkout, jadi yang ada hanyalah tukang kebun, receptionist, serta penanggung jawab Santorini. Kami disambut dengan cukup ramah, dipersilahkan untuk keliling-keliling melihat suasana di Santorini bahkan dibantu untuk pengambilan gambar. Abang-abang penjaga resort bahkan dengan sangat ramah mengajak kami masuk ke kamar untuk melihat fasilitas kamar. Fasilitas Santorini lumayan bagus dengan pemandangan yang juga cukup indah. Harganya pun tergolong worth it dengan fasilitas yang ditawarkan. Range harganya antara 300.000-500.000, saat kami menanyakan harga pastinya bapak penjaganya malah memberikan kami nomor handphone, beliau meminta kami mengontak beliau jika ingin menginap di sana, katanya nanti akan diberikan harga spesial yang cenderung lebih murah jika dibandingkan memesan lewat aplikasi. Puas jalan-jalan dan foto di Santorini kami melanjutkan jalan-jalan di sekitar Gili Trawangan. Dan ternyata untuk bisa mengelilingi pulau waktunya tidak cukup jika hanya dua jam, ternyata Gili Trawangan cukup luas dan jalanannya tidak semuanya bagus. Sore itu kami tidak sampai mengelilingi Gili Trawangan karena keburu malam. Ada satu spot baru yang sementara dibangun. Spot tersebut dibuat seperti taman tak berbunga dilengkapi dengan WC yang cukup banyak, di tempat itu kami menghabiskan waktu hingga maghrib menjelang sembari menikmati sunset yang tidak begitu indah karena mendung. Meski begitu, kami cukup puas berkeliling dan menikmati suasana sejuk dan menenangkan Gili Trawangan.


Day 3 (Gili Trawangan, Pelabuhan Bangsal, Mataram)

Hari ketiga yang juga merupakan hari terakhir kami di Gili Trawangan. Pagi-pagi saya sudah menghubungi supir damri untuk janjian ikut ke Mataram hari itu. Terus diinformasikan sama bapak supir bahwa damrinya ada di jam 09.00, 11.00, dan 13.00. Saya memesan dua seat untuk jam 09.00. Melihat jam masih pukul 07.00 saya dan Ani memutuskan untuk jalan-jalan lagi di Gili Trawangan memanfaatkan waktu kosong. Niatnya ingin foto di spot yang biasa muncul di instagram, hari sebelumnya kami mau foto di spot ayunan yang berada di bibir pantai tapi sore itu airnya pasang jadi ayunannya basah, kami menunda untuk foto keesokan harinya saat air surut. Nah keesokan harinya kami menyusuri jalan menuju spot foto yang dimaksud, yaa kali ini airnya sudah surut tapiii ternyata saat air surut di pinggir pantai itu banyak terdapat lumut, eh atau rumput laut ya, gak tau lah yang jelas di bibir pantai tempat spot foto itu berada pemandangannya tidak eye catching untuk kami mengambil gambar. Jadi kami membatalkan untuk foto-foto dan kembali mengayuh sepeda menuju rute yang lain, mencari spot siapa tau ada tempat yang lebih indah untuk mengabadikan momen, ternyata zonk. Kondisi pantainya ya sama aja dengan kondisi pantai di pantai-pantai daerah lain. Kami memutuskan untuk berhenti dan menikmati udara pagi dan tidak ada niatan lagi untuk foto-foto. Kami duduk menikmati angin pantai dan deburan ombak cukup lama, hingga jam menunjukkan pukul 09.00 lalu kami bergegas pulang untuk mengambil barang dan ke pelabuhan. Sebelum tiba di penginapan kami mampir terlebih dahulu ke penjualan untuk dengan niatan membeli tiket lalu pulang mengambil koper. Ternyata tidak ada sistem booking tiket, kami baru bisa membeli tiket setelah kami berada di lokasi. Tiket untuk setiap kapal berbeda warna, jadi kalau kita tidak berada di lokasi saat kapal dengan jadwal terdekat saat kami membeli tiket sudah berangkat maka tiketnya tidak bisa digunakan untuk kapal berikutnya. Kami buru-buru balik ke penginapan untuk mengambil koper agar bisa ikut kapal yang jam 10-an.

Setibanya di pelabuhan kami langsung membeli tiket, ternyata saat itu kami baru mendapat tiket nomer belasan sedangkan jumlah minimal penumpang baru kapal bisa berangkat yakni 40-an, kami menunggu sekitar sejam. Menjelang pukul 11.00 penumpang tak kunjung mencukupi 40 orang. Jadi saya langsung menghubungi supir damri untuk mendaftar ke Mataram Damri yang jam 1. Dalam rentan waktu menunggu, tiba-tiba datang seorang ibu yang duduk di dekat kami, saat kami mengobrol kami mengetahui bahwa si ibu itu adalah seorang guru yang bertugas di Gili Trawangan, rumahnya di Mataram. Jadi setiap hari si ibu bolak balik ke Gili Trawangan, untungnya untuk biaya kapal pulang pergi si ibu dikasih gratis jadinya tidak begitu mangkos perjalanan PP. Sekitar jam 11 lewat beberapa menit, bapak penjual tiket mengumumkan kalau penumpangnya sudah mencapai 40 orang dan kapal akan segera berangkat. Kami semua bergegas menuju ke kapal. Saya dan Ani masih dengan gaya yang sama, nenteng-nenteng koper naik ke kapal hahaha. Saat semua penumpang sudah naik kapal pun melaju menuju ke Pelabuhan Bangsal. Perjalanan kurang dari sejam. Kami tiba di Bangsal sekitar pukul 12.00. Di Bangsal saat kapal sudah sandar, porter yang berada di Bangsal langsung dengan sigap mengangkat koper kami tanpa persetujuan. Awalnya Ani ingin memberikan uang 5 ribu kepada porter yang mengangkat koper kami, tapi kutambahkan 3 ribu menjadi 8 ribu. Saat kami berikan uang 8 ribu untuk dibagi dua, salah satu porter ngomel-ngomel tidak terima dengan nominal yang kami berikan. Ani pun ngomel-ngomel karena porter itu tiba-tiba mengangkat koper kami tanpa persetujuan hahaha. Nah, untuk penjemputan Damri hanya sampai di terminal yang jaraknya sekitar 500 meter dari pelabuhan. Ibu guru yang bertemu kami di Gili Trawangan ternyata sudah di atas kidom (read: delman), saya pun mengajak Ani untuk naik kidomo setelah kami bertanya tarif kidomo yang ternyata hanya 5.000. Ya mending naik kidomo lah daripada mesti capek-capek jalan.

Kami tiba di terminal sekitar pukul 12 lewat beberapa menit. Damri yang dijadwalkan berangkat pukul 13.00 belum datang, kami lalu duduk di warung yang ada di terminal dan memesan jas jus. Sungguh sangat nikmat meneguk jas jus dalam kondisi panas terik. Ibu-ibu penjaga warung sangat ramah, beliau bahkan mengijinkan saya untuk mengecas hp sembari menunggu damri. Menjelang pukul 13.00 damrinya pun datang, tapi tidak langsung berangkat. Supirnya ngopi dulu. Damri yang kami tumpangi dari Bangsal menuju Mataram merupakan Damri yang habis mengantar ke Sembalun, penumpangnya hanya ada aku berdua dengan Ani. Satu kernet, satu lagi bapak-bapak yang tidak kuketahui siapa dan beliau duduk di belakang. Sekitar pukul 13.00 damrinya pun berangkat. Ani turun di daerah Senggigi untuk mengambil motor yang akan kami rental. Saya meneruskan perjalanan menuju ke penginapan. Allah maha baik banget mempertemukan dengan banyak orang-orang baik. Supir damrinya bertanya ingin turun di mana, saya menginformasikan lokasi penginapan kami yang berada di dekat Mall Mataram lama, saat kutunjukkan mapsnya si bapak-bapak yang duduk di depan mengarahkan si supir untuk mengantarkan saya ke tujuan. Sungguh sangat membantu dan saya merasa super amazed banget dengan damri yang ada di Lombok, penumpang diantar benar-benar sampai di tujuan, sudah seperti gocar saja. Biaya yang saya bayarkan berdua dengan Ani yakni 60.000. biaya yang tergolong cukup murah dari Bangsal hingga di penginapan di Mataram.

Kami menginap di daerah pusat Kota Mataram, Spot On. Penginapan yang saya booking melalui aplikasi traveloka. Penginapan dengan harga 120.000, fasilitasnya lebih dari cukup. Ada AC, kamar mandi dalam, wastafel, TV, meja, kursi, dan disediakan sajadah dan yang paling penting terdapat jemuran di lantai 2. Receptionistnya pun sangat ramah. Kami menghabiskan dua malam di Mataram dengan menginap di hotel yang sama. Tak lama kemudian Ani pun datang membawa motor yang sudah dirental. Kami istirahat sejenak lalu mulai jalan-jalan di sore harinya.

Tujuan kami sore itu yakni ke Pantai Tanjung Bias. Sebelum berangkat kami searching di internet dulu dan ternyata pantai biasa aja, pasirnya hitam, tapi ya gapapa dijalani aja mumpung sore itu juga kami tidak ada tujuan apa-apa mau ke mana. Ternyata pas tiba di lokasi Pantai Tanjung Bias dibuat menjadi begitu indah, ada kuda, ada banyak tempat duduk yang diatur menghadap ke laut lepas, jadi pada saat cuaca lagi cerah kita dapat melihat sunset dengan begitu indah. Sayangnya sore itu cuaca mendung, meskipun mendung guratan-guratan sunset masih kelihatan cukup indah. Kami menghabiskan waktu dengan memesan minuman dingin dan gorengan sembari menikmati senja. Sebelum balik kami sholat maghrib dulu lalu lanjut mencari oleh-oleh. Karena hari itu masih jam 7-an kami memutuskan untuk mencari oleh-oleh dulu sebelum balik ke penginapan agar keesokan harinya kami tidak lagi rempong untuk mencari oleh. Tujuan kami ke Eksotik Lombok, tempat yang menyediakan oleh-oleh yang cukup beragam dengan harga yang cukup terjangkau. Saat kami hendak pulang hujan turun dengan begitu derasnya. Jadilah kami duduk dulu di Eksotik Lombok menunggu hingga hujan reda lalu pulang ke penginapan untuk istirahat.


Day 4 (Lombok – Selong Belanak, Desa Adat Sade, Sirkuit Mandalika, Pantai Seger, Bukit Seger, Bukit Merese)

Selasa tanggal 18 kami menjelajahi beberapa tempat dengan rute Pantai Selong Belanak, Desa Adat Sade, Sirkuit Mandalika, Bukti Seger beserta Pantai Seger, dan terakhir ke Bukit Merese. Sebelum kami berangkat langit terlihat cukup cerah, kami mengecek weather forecast juga kelihatan cerah tapi dalam perjalanan menuju ke Selong Belanak tiba-tiba hujan deras, sebelum diguyur hujan kami sudah dapat accident ditilang karena lewat jalan bypass yang harusnya dilewati oleh mobil, hahaha. Oleh-oleh dari Lombok berupa kertas tilang karena melanggar, untungnya saya liburan bersama Ani yang koplaknya tiada henti, bahkan di kondisi buruk pun kami bisa menertawakan kebodohan kami. 

Perjalanan ke Selong Belanak ditemani hujan deras. Beberapa hari kami di Lombok memang cuaca tak pernah begitu bersahabat, mungkin ini menjadi pertanda untuk kami diundangan datang lagi ke Lombok untuk Liburan. Tiba di Selong Belanak kami diterpa angin yang cukup kencang karena masih gerimis dan kaki kami yang cukup basah, sungguh kondisi yang tidak worth it, daripada terus mengeluhkan cuaca yang tak menentu, kami memilih untuk menyenngkan hati dengan makan indomie rebus telur sambil menikmati suasana Pantai Selong Belanak sehabis hujan. Garis pantainya sangat eye-catching, apalagi kalo cerah pasti jauh lebih indah lagi. Pasir putih lembut, dan ombaknya lumayan menantang sehingga tak heran kalau pantai itu menjadi salah satu spot surfing. Kami hanya berjalan menyusuri bibir pantai, setelah puas mengabadikan momen, kami melanjutkan perjalanan ke Desa Sade. 


Ini adalah tempat yang wajib dikunjungi ketika ke Lombok. Selain bisa mengenal adat asli suku sasak, di sini kita bisa berbelanja oleh-oleh juga dan bisa belajar menenun. Di Desa Sade sudah ada local guide yang siap mengantar para wisatawan untuk berkeliling dan menjelaskan tentang banyak hal mengenai Desa Sade.






Setelah banyak mendengar penjelasan dari bapak guide Desa Sade, kami melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya yang lagi hits yaitu Mandalika. Kami sangat beruntung karena datang ke Mandalika bertepatan dengan akan diadakannya event MotoGP sehingga dapat banget feel nya. Kami mengendarai motor di sekitar stadion sirkuit, berkeliling melihat-lihat “kegilaan” proyek sirkuit ini. Pemandangan sirkuit Mandalika ini dapat terlihat jelas dari Bukit Seger, yang mana merupakan bukit yang terletak tidak jauh dari sirkuit. Ketika mendaki sampai puncak bukit yang entah berapa mdpl, kami menyaksikan dengan jelas kemegahan sirkuit Mandalika. Bukti Seger ini strategis sekali posisinya. Sekelilingnya adalah pantai dan daratan tempat sirkuit berada. Oh iya, sebelum mendaki bukit, kami mampir ke Pantai Seger dulu yang berlokasi tepat di belakang bukit. Pantai ini juga tak kalah epic. Pasirnya berbentuk seperti ketumbar. Yaps, bentuk, ukuran, dan warnanya mirip sekali dengan bumbu dapur Ketumbar. Ternyata di bulan-bulan tertentu, masyarakat di sini biasa mengadakan tradisi mencari cacing warna-warni di Pantai Seger. Iya, di Pantai seger terdapat spesies cacing unik yang colorful dan katanya sih bisa dimakan





Menjelang senja, setelah puas menikmati Bukti Seger dan pantainya, kami lanjut ke Bukit Merese. Menikmati senja Bukit Merese ternyata sangat indah. Teman saya terkagum-kagum dengan keindahan bukit seger yang dalam khayalannya mirip menganggap kontur bukit mirip seperti bukit-bukit di New Zealand dan Switzerland. Kami hanya sebentar menikmati waktu di Bukit Merese karena hari sudah semakin gelap. Kami memutuskan untuk pulang ke Mataram dan beristirahat. Tapi si Ani masih belum puas dan dengan ide gilanya masih mengajak untuk kembali ke Bukit Merese keesokan harinya sebelum kami melanjutkan perjalanan menuju ke Labuan Bajo.

Day 5 (Pantai Tanjung Aan – Bukit Merese)

Akhirnya keesokan harinya hari Rabu tanggal 19 Januari kami memutuskan untuk cus lagi ke Bukit Merese. Perjalanan dari Mataram ke Merese menggunakan motor sekitar 90 menit. Kami melewati jalur berbeda. Kali ini lewat Bypass Mandalika, yaitu jalan utama menuju Mandalika dengan pemandangan yang saaaangat indah. Jalannya lebar sekali, mulus beraspal, gak ada lampu merah, dan memang itu adalah jalur utama untuk para peserta MotoGP yang nantinya menuju Sirkuit Mandalika untuk bertanding. Jadi kami ada rasa kebanggan dan rasa bersyukur bisa melewati jalur yang akan dilewati oleh para pembalap motoGP hihihi.



Sebelum parkir di Bukit Merese, kami mampir di Pantai Tanjung AAN yang berada beberapa meter sebelum Bukit Merese. Kami tiba pukul 07.30 WITA, menikmati hangatnya sinar matahari yang super cerah membuat wajah pantai tampak memesona. Kami mengabadikan beberapa moment sebelum lanjut parkir di pintu masuk Bukit Merese. Sampai di Parkir bukit, kami harus menanjak lagi. Sesampainya di atas, kami menyaksikan hamparan rumput hijau di atas gundukan tanah yang seolah bergandengan satu sama lain. Saaangat indah. Sinar matahari menambah keeksotisan rumput hijau yang masih berembun dengan angin laut sepoi-sepoi. Ditambah lagi banyak gerombolan sapi berkeliaran naik turun bukit. Teman saya makin jatuh cinta dengan Bukit Merese karena berkhayal sedang berada di New Zealand hahaha. Di sekeliling bukit disuguhi dengan pemandangan laut biru yang beradu dengan kaki langit. Perpaduan warna hijau, biru laut, dan biru laut yang sangat memanjakan mata. Pengalaman yang indah dan cuaca yang cerah di Bukit Merese seolah membayar tuntas perjalanan kami yang harus datang dua kali dalam waktu dua hari berturut-turut.










Sebelum kami kembali ke Mataram kami mampir di salah satu penginapan yang ada di pantai kota, pengelola penginapan itu adalah teman yang kami temui saat di Gili Trawangan. Kami disuguhi pancake yang enak dan ditawarkan untuk menginap dengan gratis, sayang hari itu sudah merupakan hari terakhir kami di Lombok karena harus melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya. Liburan yang sangat mengesankan dan menyenangkan, ditambah lagi kami dipertemukan dengan orang-orang baik yang menambah kesan baik kami terhadap Lombok.

Oh iya, perjalanan kami semuanya diatur sendiri disesuaikan dengan budget dan waktu yang kami miliki. Kami tidak menggunakan jasa travel karena kami ingin menikmati waktu berleha-leha dan tidak harus diburu-buru waktu.

Berikut budget yang saya dihabiskan selama lima hari empat malam liburan di NTB (transportasi, makan, oleh-oleh). Beberapa hal kami share cost berdua sehingga per orang bayarnya 50%. (NB: tidak ada list tiket pulang Lombok-Surabaya karena kami melanjutkan liburan ke Labuan Bajo).

Rincian

Biaya

Gili Trawangan

 

Tiket pesawat Surabaya-Lombok

1.197.800

Damri Bandara-Bangsal

45.000 + 50.000

Tiket kapal Bangsal-Gili Trawangan

20.000

Penginapan Gili Trawangan 2 malam (setelah share cost)

100.000

Snorkeling di Gili

150.000

Sewa sepeda 2 hari (30.000/hari)

60.000

Tiket kapal Gili Trawangan-Bangsal

20.000

Kidomo Bangsal-Terminal Damri

5.000

Damri Bangsal-Mataram

30.000

Makan dan snack 3H2N

128.000

Mataram – Lombok

 

Penginapan 2 malam (setelah share cost)

115.000

Sewa motor 2 hari (setelah share cost)

70.000

Bensin (setelah share cost)

20.000

Tiket masuk Pantai Selong Belanak

5.000

Parkir Bukit + Pantai Seger (setelah share cost)

2.500

Tiket masuk+tour guide Desa Sade (setelah share cost)

20.000

Masuk Tanjung Aan+Bukti Merese

5.000

Makan dan snack 3D2N

150.000

Oleh2 dan lain2

180.000

Total

2.373.000

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...