Jumat, 30 Desember 2022

Recap 2022

 

Wah, sudah penghujung 2022. Time flies fast. Tak bosan-bosan menulis kata-kata ini sebagai kalimat pembuka, karena ya waktu terasa sangat cepat berlalu. Ada banyak sekali hal yang terjadi di 2022, ada banyak sekali pergulatan emosi yang muncul, ada banyak kegagalan, kekhawatiran, kebahagiaan, rejeki, dan banyak nano nano kehidupan yang lain di 2022. Yuk kita coba merangkum sesuatu yang terjadi selama 2022.

Seperti dua tahun sebelumnya, setiap awal tahun selalu diawali dengan syukuran Panrita. Alhamdulillah tahun ini masuk tahun kelima. Wah ternyata sesuatu yang awalnya dibuat iseng untuk tujuan sosial bisa bertahan sampai sekarang, sampai tahun kelima dan semoga sampai selamanya. Tanggal 2 Januari kami berkumpul di tempat baru Panrita untuk merayakan syukuran 5 tahun Panrita, sebuah perayaan sederhana sarat makna. Alhamdulillah.

Tahun ini Panrita sedikit mati suri karena tidak terlalu banyak program yang berjalan, tidak ada pembukaan CPNS, sekolah kedinasan hanya ada satu kelas reguler dan satu kelas beasiswa, sisanya hanya kelas TPA dan BUMN, tapi meski begitu kami tetap bersyukur bisa survive dan alhamdulillah tahun ini setelah bolak balik mengurus sana sini akhirnya Panrita sudah resmi terdaftar sebagai sebuah lembaga kursus.

 Pertengahan bulan Januari saya dan Ani berangkat liburan ke Lombok, bulan yang tidak tepat untuk melakukan liburan outdoor karena sedang musim hujan, tapi hanya bulan ini yang paling pas untuk kami liburan sebelum berjibaku dengan kesibukan masing-masing. Liburan kali ini cukup panjang dimulai dari Lombok, di Lombok kami menghabiskan waktu selama 5 hari 4 malam dan hanya 1 hari yang betul-betul cerah hahaha. Ini mungkin menjadi sebuah tanda untuk kami agar kembali liburan lagi ke Lombok suatu saat nanti. Setelah Lombok kami melanjutkan perjalanan menuju ke Labuan Bajo, sebuah perjalanan nekat yang kami jalani demi bisa menyaksikan secara langsung keindahan Pulau Komodo. Perjalanan ini ditempuh menggunakan jalur darat dan laut dari Mataram menuju ke Labuan Bajo. Kami menghabiskan waktu 4 hari 3 malam di Labuan Bajo dan alhamdulillah di sini kami bisa menikmati matahari yang cerah. Dari Labuan Bajo kami ke Yogyakarta lewat Surabaya. Jadi perjalanan Labuan Bajo – Surabaya lalu lanjut naik kereta menuju ke Yogyakarta. Di Yogyakarta kami melanjutkan liburan. Jaya, Fitri, dan Rayhan datang juga ke Yogyakarta untuk berlibur. Ada beberapa destinasi wisata yang kami datangi, mulai dari Heha, Tumpeng Menoreh, Bhumi Merapi, naik jeep, dan mengakhiri perjalanan di Jogja dengan menikmati sunset sambil membuat video di Candi Keraton Ratu Boko.

Setelah perjalanan di Yogyakarta, kami berempat (Saya, Jaya, Fitri, dan Rayhan) melanjutkan perjalanan ke Bandung untuk menemui Siti dan keluarga kecilnya. Di Bandung, kami menghabiskan waktu bersama dan jalan-jalan di Lembang Wonderland. Dua hari kami di Bandung dan kami melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Kali ini kami mencoba naik kereta lokal dari Bandung ke Bekasi, lalu melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Di Jakarta saya nginap di kost Ana yang saat itu masih kerja di Bappenas. Dari Jakarta kami ke Rangkasbitung, nginap di Serang dan ikut survey persiapan Bakti Negeri 2 Sinesia. Setelah semingguan di Jakarta-Banten saya kembali ke Makassar. Awalnya ada rencana untuk ke Kalimantan, hanya saja waktu itu dapat kabar dari Liza kalau dia covid dan sebelumnya saya cipika cipiki dengan Liza, jadi daripada beresiko terpapar atau menularkan covis saya memilih untuk langsung pulang ke Makassar.

Saat beberapa hari setibanya di Makassar saya merasa berada di titik bawah kehidupan, merasa tidak layak, merasa useless, merasa tidak cukup, dan banyak sekali energi negatif yang berseliweran di kepala. Apalagi saat itu merasa tidak memiliki pekerjaan yang layak, Panrita tidak ada kelas sehingga saya tidak memiliki kesibukan yang akhirnya ada banyak waktu kosong, tidak ada pemasukan, melihat teman-teman sudah mendapat pekerjaan yang bagus dan sudah berkeluarga, tak ayal ini membuat kepercayaan diri dan harga diri tergerus habis-habisan.

Akhir Maret saat saya iseng buku buka grup WhatsApp saya melihat ada lowongan pekerjaan sebagai teacher assistant di Stella Gracia School yang dikirim oleh Amma. Saat itu saya langsung menghubungi Amma dan menanyakan terkait lowongan tersebut dan langsung mengirimkan CV. Saat itu saya berpikir tidak peduli tentang gaji atau pekerjaannya, saya hanya ingin mendapat pengalaman dan menambah aktivitas. Berselang beberapa hari kemudian saya langsung dihubungi oleh kepala sekolah untuk wawancara dan menanyakan kesediaan untuk segera bergabung. Awal April saya langsung bergabung di sekolah sebagai teacher assistant. Di sini, saya mendapat sangat banyak pengalaman, saya terlibat secara langsung menjadi bagian di sekolah bagus, melihat bagaimana sistem dan fasilitas yang ada di sekolah, kehidupan anak-anak orang kaya, dan bagaimana konsep toleransi di sekolah yang mayoritas Tionghoa.

Akhir Mei semua teacher assistant diinfokan oleh kepala sekolah bahwa kemungkinan besar tahun ajaran depan tidak ada lagi program TA. Jadi teman-teman yang masih ingin berada di SGS bisa mendaftar sebagai guru atau mencari pekerjaan di luar untuk second option. Saya memilih untuk mendaftar menjadi guru bahasa Indonesia, alasannya sederhana karena saya berfikir bahwa waktu kurang dari dua bulan saya di SGS saya merasa belum belajar banyak. Tapi ternyata hasilnya saya tidak lulus, sebuah hasil yang saya syukuri di kemudian hari. Oh iya, salah satu alasan saya mendaftar di SGS waktu itu selain untuk belajar juga untuk menguji diri saya seberapa jauh saya bisa bertahan di sebuah sistem dan waktu kerja pagi sampai sore setiap hari. Setelah saya terlibat dalam sebuah sistem saya menyadari bahwa tidak semua sistem buruk, tergantung sistem itu diisi oleh orang-orang yang seperti apa. Dan saya menyadari bahwa ternyata saya tidak cukup kuat untuk bekerja penuh waktu dari Senin sampai Jumat. Saya merasa tidak memiliki kehidupan yang lain. Apalagi waktu itu saya juga mengajar kelas malam di Speaktive. Jadi saya merasa hidup saya hanya untuk bekerja, tidak ada waktu untuk bersosialisasi. Hal ini membuat saya tidak merasa hidup. Jadi kegagalan saya menjadi guru di SGS membuat saya bersyukur karena saya tidak harus bekerja sepenuh waktu dari pagi sampai sore.

Akhir Mei, saya menghubungi Kak Nunu untuk menanyakan terkait lowongan tutor di Alekawa. Ternyata kebutuhan dua tutor semuanya sudah dipenuhi. Jadi saya flashback sedikit di bulan Maret. Saya sempat menanyakan terkait lowongan tutor di Alekawa, tapi waktu itu Kak Nunu bilang akan dibuka tapi belum. Saat bulan pertama saya di SGS Kak Nunu menghubungi saya terkait penerimaan tutor di Alekawa, waktu itu saya menimbang-nimbang di mana saya bisa belajar lebih banyak antara Alekawa atau SGS, dan setelah menimbang-nimbang saya memutuskan untuk bertahan di SGS karena saya merasa bahwa saya harus menyelesaikan dengan baik sesuatu yang sudah saya mulai. Ternyata akhir Mei ada informasi dari SGS kalau program TA ini kemungkinan besar tidak akan dilanjut. Saat mendengar kabar tersebut saya langsung menghubungi Kak Nunu dan ternyata di Alekawa pun penerimaan tutor sudah ditutup. Saya berpikir “oh ya sudah, ini mungkin jalan terbaik, Allah adalah sebaik-baik perencana dan saya ikhlas atas segala ketentuan-Nya”. Tapi saya tetap mengirimkan CV dan mengabari Kak Nunu bahwa “tidak apa-apa kak kalau sudah tutup, tapi saya tetap mengirimkan CV jika mungkin tahun-tahun depan ada pembukaan lagi CV saya sudah ada di email”. di Beberapa hari kemudian Kak Nunu menghubungi saya bahwa satu dari dua tutor yang diterima tersebut mengundurkan diri dan saya diminta untuk datang keesokan harinya wawancara dan microteaching kalau masih berminat di Alekawa. Waktu itu saya merasa bahagia dan juga gugup. Tapi kesempatan itu datang untuk orang-orang yang siap, kan? Dalam waktu kurang dari 24 jam saya mempersiapkan diri untuk microteaching dan wawancara. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Beberapa hari kemudian saya dikabari bahwa saya diterima di Alekawa. Posisinya waktu itu saya masih bekerja jadi TA di SGS. Saya menyampaikan dengan jujur kepada Kak Nunu bahwa saya ingin menyelesaikan dulu di SGS sampai bulan Juni, dan saya menyampaikan ke kepala sekolah SGS bahwa saya diterima di tempat kerja yang lain yang artinya mungkin ada beberapa jam dalam sehari saya harus izin keluar karena harus mengikuti pelatihan sebelum resmi masuk mengajar.

Pertengahan Juni diadakan graduation sekaligus perpisahan di SGS. Perpisahan antara kepala sekolah yang waktu itu juga memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrak dan juga kami para asisten. Setelah perpisahan di SGS artinya saya sudah resmi masuk penuh waktu di Alekawa sebagai tutor. Sebuah momen yang membuat saya semakin meyakini takdir Allah itu adalah takdir terbaik untuk setiap makhluk-Nya. Sampai saya menulis ini pun saya masih berstatus sebagai tutor di Alekawa. Sebuah perjalanan hidup yang membuat saya banyak sekali belajar. Di Alekawa saya tidak hanya mengajar orang dewasa, tapi juga remaja, dan anak-anak. Pekerjaannya freelance tapi kadang kami mendapat dua hingga tiga kelas per hari, jadi meskipun di kantor dari pagi sampai sore pasti selalu ada jeda istirahat dan leha-leha. Sebuah pekerjaan yang menerapkan work life balance. Kantor yang terasa seperti rumah, orang-orang yang terasa seperti keluarga. Selain belajar banyak tentang bahasa Indonesia saya juga belajar banyak tentang keragaman dan cross culture. Jadi saat ini, saat tulisan ini saya tulis saya bekerja di tiga tempat, di Panrita, Alekawa, dan di Speaktive.

Pertengahan bulan Juli saya dan Mama ke Surabaya menggunakan kapal. Di Surabaya saya dan mama berpisah. Mama ke Kalimantan, saya ke Jakarta menggunakan kereta dan lanjut ke Banten untuk mengikuti Bakti Negeri Sinesia 3. Perjalanan kali ini saya tidak sekalian liburan jauh-jauh, hanya pergi untuk mengikuti kegiatan Sinesia, singgah foto-foto di Kota Tua, mampir ke Perpusnas dan setelah itu langsung balik menggunakan pesawat ke Makassar dari Jakarta. Alasan tidak melanjutkan liburan karena feeling bad kalau harus izin lama di kantor dan merasa sudah tidak ada kemauan yang besar lagi untuk liburan, I’m enough 😊

Akhir Juli saya, Winda, Laura dan Ms Sita ikut trip ke Pulau Panambungan. Salah satu pulau yang cukup indah di Makassar. Perjalanan waktu itu cukup cerah jadi kami bisa menikmati keindahan air laut yang jernih. Kami merasakan sensasi tidur di tenda dan saya merasakan kenikmatan ikut trip yang hampir semua hal diurusi jadi tinggal terima beres hehe.

Oh iya, mulai Juli hingga November, Panrita mencoba melebarkan sayap dengan datang ke sekolah-sekolah mempromosikan tentang sekolah kedinasan, yang alhamdulillah menjaring siswa untuk belajar persiapan sekolah kedinasan.

Akhir bulan Desember setelah beberapa tahun akhirnya ikut diksar Maestro, diksar kali ini lebih mudah karena kami (beberapa senior) menyusul jadi tidak perlu jalan jauh, hanya jalan kurang dari sejam sudah tiba di lokasi camp terakhir anak-anak. Sebuah momen yang indah bisa berkumpul dengan anak-anak di Maestro, mendengar suara air mengalir, menikmati dinginnya cuaca, dan mendengar kicauan burung.

Tahun ini alhamdulillah bisa tetap melanjutkan kegiatan bagi nasi, menginisiasi Speakup Celebes bersama dengan Kak Udpa, Kak Nunu dan Kak Yayat, membangun kebiasaan membaca dengan membuka grup diskusi “Reading and Writing Challenge”, dan mempertahankan kebiasaan menulis catatan syukur setiap malam ditambah dengan membuat google form untuk update kehidupan sehari-hari dan apa yang dipelajari. Tahun ini juga hp rusak total yang memaksa harus mengganti hp hahaha.

Alhamdulillah untuk semua nikmat yang Allah berikat, ups and downs kehidupan, dan pelajaran yang saya dapatkan sepanjang tahun 2022. Good bye 2022 and welcome 2023. Semoga 2023 be better 😊

Home, 31 Desember 2022

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...