Kamis, 23 September 2021

Harusnya Tidak Perlu Bertemu

Aku benci pertemuan kita. Aku benci kenyataan kita menghabiskan cukup banyak waktu untuk berbincang. Akhirnya rasa yang tak kuinginkan benar-benar hadir, aku merasa nyaman dan terbiasa dengan kehadiranmu. Aku selalu menanti kabarmu, selalu ingin tau kondisimu, dan selalu ingin memastikan kau baik-baik saja dengan hidup dan pilihan yang kau jalani. Kenapa aku begitu tak berdaya? Mungkinkah ada rasa sepi yang merasa terisi dengan kehadiranmu hingga membuatku tak lagi logis untuk berpikir? Berkali-kali kuajak diriku untuk bernalar, membenturkan perasaan dengan logika-logika yang bisa diterima, tapi saat kau datang bahkan dengan hanya mengirimkan pesan “hai” aku langsung luluh lantah, logikaku tak lagi bisa berjalan normal, perasaaku berkecamuk dan aku dengan rasa tak berdaya meladeni pesan-pesanmu yang masuk, berkali-kali aku harus mengecek chat untuk memastikan tak ada pesanmu yang kuabaikan. Argh

Aku benci cara otakku mendramatisir keadaan. Aku yang merasa baik-baik saja, aku yang tak sepenuhnya menyayangimu. Namun, mengapa otakku bekerja terus menerus untuk selalu menanti kabarmu, menanti setiap pesanmu, selalu mencari cara agar obrolan kita terus berlanjut. Ah, aku benci semua ini. Mungkin sebaiknya dari awal pertemuan ini tak perlu terjadi sehingga tak tercipta drama seperti ini.


Minggu, 12 September 2021

Baiti Jannati

 

Rumah. Tempat kita “pulang”. Rumah dalam arti sebenarnya atau pun dalam makna pragmatis. Rumah selalu memiliki daya tarik untuk “berpulang”, melepas segala penat, merengkuh segala cinta, bernaung dalam rasa aman dan nyaman. Jika sudah berada rumah rasanya waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa tau-tau sudah berganti hari. Baik lagi di kampung atau pun saat di Makassar kalo sudah di rumah bawaannya malas keluar-keluar. Pewe aja rasanya di rumah goler-goleran, memasak, membaca, menonton, dan berbagai aktivitas lainnya.

Saat bercerita ke ibu tukang pijat yang lagi bertamu ke rumah, respon si ibu "itulah yang dimaksud rumahku surgaku “bayyiti jannati". Merasa nyaman tinggal di rumah. Hadirnya perasaan nyaman, aman, penuh cinta kasih merupakan makna sebenarnya dari “rumahku surgaku”. Allah menaruh perasaan tentram dan jauh dari gundah gulana.

Tinggal di rumah dengan situasi aman, nyaman, penuh cinta, tidak direcokin oleh omongan tetangga, tidak dibebankan dengan banyak ekspektasi, orang tua serta saudara yang sehat dan akur merupakan sebuah hal besar yang selalu saya syukuri setiap waktu. Selalu ada cinta yang membuat betah dan perasaan aman yang selalu dilindungi.

Merasa tenang, cukup, lapang, terlindungi menjadi paket lengkap yang sungguh sangat priceless.

Makassar, 12 September 2021

Jumat, 10 September 2021

Rendah Diri

Pernah gak sih kamu self blaming atau merasa rendah diri? Mungkin di saat saat kamu merasa jalan di tempat sedangkan orang-orang di sekelilingmu nampaknya berlari untuk menggapai tujuan mereka. Ya, hal itu wajar, namanya juga manusia, namanya juga lyfe. Sekuat apa pun kita dalam manajemen diri, manajemen emosi, adakalanya kita merasa stuck, kita merasa "gini-gini aja", gak ada pencapaian apa-apa, dan merasa gak ada perkembangan.

Di saat kamu merasakan hal seperti itu, baiknya kamu mengambil jeda, berjarak dengan hal-hal yang membangkitkan emosi yang berlebih dan menyisahkan "luka batin" hingga selfblaming. Ingat! Setiap orang goalsnya berbeda dan starting pointnya berbeda. Kamu tidak perlu menyama-nyamakan prosesmu dengan orang lain di saat tujuan hidupmu aja berbeda.

Ada yang memang berjalan dengan begitu mulus untuk mencapai sesuatu, tapi tak sedikit juga orang yang harus melewati kerikil tajam, jalan menanjak, kegagalan demi kegagalan baru bisa berhasil. Gapapa, kegagalan itu wajar. 

Lelah yaa? Gapapa, namanya juga berproses. Setelah semua ini terlewati, yakin deh, kamu akan menemukan dirimu jauh lebih kuat dari yang kamu bayangin sebelumnya.

Kamis, 09 September 2021

Ekspektasi

Terkadang, hal yang membuat kecewa bukan karena gagal, tapi karena ekspektasi kita ketinggian. Terkadang, hal yang menyedihkan bukan karena kita belum berhasil mendapatkan sesuatu yang diinginkan, tapi karena ekspektasi orang lain yang kadang cukup tinggi. Pernah tidak kamu mendengar kata-kata yang dilontarkan orang lain “Kamu kok bisa gagal padahal kamu sudah ini dan itu?”, “Ah, gak mungkinlah kamu gak berhasil, kamu kan sudah terkenal sebagai orang yang bla bla bla”. Terkadang, hal yang melelahkan adalah memenuhi ekspektasi orang. Mencoba untuk bermasa bodoh dan menutup telinga ternyata bukan jalan ninja yang selalu bisa kita pilih, ekspektasi demi ekspektasi datang terus menerus tanpa diminta meski kita mati-matian menghalau. Hal yang lebih membuat tertekan lagi jika ekspektasi tersebut justru datangnya dari orang-orang terdekat, sedihnya akan double saat kita gagal karena kita akan merasa yang kecewa bukan hanya kita, tetapi orang-orang yang sudah ikut mendoakan dan menaruh ekspektasi tinggi pasti juga merasa kecewa.

Memilih untuk ­­­menutup rapat-rapat rencana yang akan dilakukan dan hanya menceritakan ke segelintir orang, sepertinya adalah langkah yang tepat untuk meminimalisir ekspektasi orang yang terlalu besar. Juga untuk menjaga langkah kita tetap netral dan tidak begitu terbebani dalam usaha menggapai tujuan.

Makassar, 7 September 2021

Rabu, 01 September 2021

Dua Puluh Sembilan!!!

 

Usia dua puluh sembilan tahun. Angka yang sudah cukup banyak. Angka yang bagi sebagian orang idealnya sudah memiliki banyak hal. Kerjaan yang stabil, tabungan yang cukup, suami dan anak-anak. Namun, diriku ternyata tidak hidup dalam konsep yang ideal. Di usia yang terbilang sudah cukup matang nyatanya aku belum memiliki apa-apa. Meski begitu, hatiku terasa begitu tenang dan bahagia. Entah sejak kapan, aku sudah tidak lagi membebankan diriku dengan ekspektasi-ekspektasi yang berlebihan. Aku terbangun setiap pagi dengan harapan bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari diriku yang kemarin. Aku tak lagi pernah membandingkan diriku dengan orang lain. Aku sangat jarang merasa “terintimidasi” dengan pencapaian orang lain. Mungkin aku sudah berada di tahap “penerimaan diri”, sudah mencoba belajar dan memahami bahwa setiap orang berjalan di relnya masing-masing tanpa harus merasa superior dan inferior.

Dulu, aku sering sekali mencari pembenaran-pembenaran yang bisa membesarkan hatiku agar tidak merasa kerdil. Sering “mengorek-ngorek” kehidupan orang lain. “Dia mah kelihatannya aja enak, duit banyak, memiliki pekerjaan prestige, tapi kerja penuh tekanan, waktunya dihabiskan di kantor, sibuk diperbudak pekerjaan, mendingan aku yang bla bla bla.”. “Ah buat apa nikah cepat kalo ujung-ujungnya banyakan berantem, pasangannya melakukan affair, dan berbagai sinisme yang seolah membesarkan hati dan membenarkan kondisi yang saat ini tak mampu kuubah.”.

Sekarang, setelah melewati perjalanan yang cukup panjang dan berliku kuakhirnya belajar ternyata semua itu tak ada gunanya. Membandingkan diri dengan orang lain, merasa lebih baik dengan kondisi yang dijalani ternyata useless. Buat apa? Kalau sudah merasa lebih baik, terus apa? Hanya melahirkan sebuah kesenangan fana. Yang paling benar ya fokus ke diri sendiri aja. Biarkan orang lain berjalan di relnya, aku pun berjalan di relku tanpa harus saling menyenggol.

Saking lamanya tidak menulis sampai kata demi kata yang terangkai rasanya begitu kaku. Niatnya menulis tulisan ini sebagai tulisan refleksi, nyatanya kekakuan dalam menulis menjadikan tulisan ini tak mempunyai arah. Semoga tulisan ini menjadi awal untuk memulai kembali menulis. Membangun kebiasaan yang dulu pernah dilakoni tapi vakum karena kemalasan.

Happy birthday to me. Be nice to yourself. Tidak perlu membuktikan apa-apa kepada siapa-siapa. Toh yang tau apa yang benar-benar kamu inginkan ya kamu sendiri. Go away selama masih di jalur yang benar. Enjoy every moment.

Selamat tanggal 1 September yang ke-29 ya. Ingat, umur itu hanya angka. Yang membuatnya bermakna adalah apa yang kamu perbuat, berikan value pada dirimu. Be mature and stay young <3.

Home sweet home, 01 September 2021

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...