Saya
akan bercerita perjalanan saya dan teman-teman dari Jogja menuju Banyuwangi,
dengan estimasi waktu 2D2N. Saya termasuk tipe orang yang suka melakukan
perjalanan tanpa banyak embel-embel rundown
dan segala macamnya, sukanya langsung booking penginapan di lokasi dan mencari
transportasi sesampainya di terminal atau di stasiun. Perjalanan yang sering
kali membuat dag dig dug ser, terkadang khawatir mendapat harga yang jauh lebih
mahal atau buruk-buruknya tidak mendapat penginapan atau transportasi, tapi
saya mikirnya disitulah titik keseruannya. Syukurnya teman seperjalanan yang
sering saya temani selama dua tahun terakhir untuk jalan-jalan sudah sedikit
memaklumi, dia yang planner akhirnya
mencoba untuk fleksibel juga.
Kami
berangkat dari Jogja ke Banyuwangi menggunakan kereta Sri Tanjung dengan harga
94.000, ini catatan bagi teman-teman yang ingin ke Banyuwangi sebaiknya booking
tiket jauh-jauh hari, kereta menuju ke Banyuwangi hanya ada satu kereta dan itu
cepat banget fullnya. Perjalanan di tempuh dalam waktu 13 jam, lumayan bikin
badan pegel dan pantat tepos. Keretanya berangkat pukul 07.20 dari Lempuyangan
dan tiba di Banyuwangi sekitar pukul 20.41 atau bahkan lebih lama dari itu.
Berhubung
kami ingin ke Kawah Ijen dan dalam perjalanan kami bertemu dengan warga lokal,
mereka menyarankan kami untuk turun di Stasiun Karangasem, katanya itu adalah
stasiun paling dekat dengan Kawah Ijen. Kami pun manut dan turun di Stasiun
Karangasem. Di sekitar stasiun ternyata terdapat banyak penginapan, rental
motor, dan rumah singgah. Katanya sih ada rumah singgah yang hanya dibayar lima
ribu rupiah untuk sekedar istirahat dan mandi. Ini cocok buat teman-teman yang
ingin langsung menuju kawah ijen malam itu juga. Karena waktu kami lumayan
lowong jadi kami pun tidak terlalu ngoyo untuk langsung berangkat malam itu
juga, kami memilih untuk istirahat sehari dan esok harinya baru melanjutkan
perjalanan menuju Kawah Ijen. Sebelum turun dari kereta saya sudah mencari
penginapan yang murah meriah, Alhamdulillah dapat rekomendasi dari traveloka
dan kebetulan saat itu lagi diskon, dapat kamar seharga Rp 54.000 untuk dua
orang, kamar backpacker dengan menggunakan kipas angina. Gapapalah, wong cuman
istirahat bentar besoknya mau jalan-jalan. Berita baiknya lagi harga Rp 54.000
itu sudah termasuk sarapan, muraaah banget kan. Mendapat harga segitu saya
tidak serta merta percaya ada sedikit kecurigaan jangan-jangan penginapannya
aneh aneh lagi, kok bisa harganya sebegitu murahnya. Jadi sebelum booking kami
cek lokasinya dulu, hitung-hitung ada tujuan ketika memesan grabcar atau gocar.
Kami pun memesan grabcar yang Alhamdulillah ready di dekat Stasiun Karangasem
meskipun jumlahnya tidak banyak dan kami harus berjalan sekitar 500 meter lebih
untuk sampai dititik yang disepakati dengan supir gocarnya. Gocar pun membawa
kami menuju ke penginapan yang saya lihat di traveloka. Setelah kami mengecek,
melihat kondisi penginapannya saya pun langsung booking dan bayar di depan
receptionist. Kondisi penginapannya lumayan bagus dengan harga segitu, worth it
bangetlah. Lokasinya sedikit masuk gang dan berada di pusat kota. Di depan gang
penginapan ada banyak penjual makanan, cuman kami lebih memilih untuk makan di
penginapan karena terdapat banyak pilihan makanan dan harganya yang relative murah.
Nama penginapannya Gandrung City Hostel. Kabar baik lainnya di penginapan
terdapat penyewaan motor, paket tour jika kita ingi ikut rombongan, dan rental
mobil. Alhamdulillah aman untuk penginapan, makan, dan transportasi.
Kami
berbincang sebentar dengan receptionist dan menanyakan hal-hal yang mungkin
saja kami butuhkan, seperti makanan, paket tour, dan rental motor. Harga paket
tour bervariasi, tergantung paket yang ingin diambil. Mulai harga
250.000-600.000, sedangkan untuk rental motor yakni 75.000, berhubung kami
menginap di penginapan yang sama kami diberikan diskon harga menjadi 130.000
untuk dua motor. Setelah ditimbang-timbang sepertinya lebih murah jika kami
rental motor, jalan-jalannya bisa lebih leluasa dan lebih irit. Kami pun
memutuskan untuk memesan dua motor dan meminta kepada mas receptionist untuk
menyiapkan 2 motor untuk keesokan harinya pukul 07.00 pagi, setelah itu kami pamitan
untuk masuk istirahat di kamar masing-masing. Oh ya, kebetulan malam itu kamar
yang menggunakan kipas angin sisa satu, jadi mas-mas receptionistnya berbaik
hati untuk memberikan kami satu kamar AC dengan harga yang. Alhamdulillah ya.
Keesokan
harinya, kami sarapan dengan menu yang sudah disiapkan dari pihak penginapan,
yakni teh hangat dan roti bakar. Setelah itu kami memulai perjalanan. Destinasi
pertama yang kami datangi yakni De DJawatan. De DJawatan adalah salah satu
destinasi wisata yang ada di Banyuwangi. Tempat ini unik dan banyak digemari
para wisatawan, bahkan dijadikan tempat piknik oleh beberapa keluarga dan
sekolah hingga menjadi tempat temu alumni. De Djawatan merupakan hutan dengan
pohon-pohon trembesi yang menjulang tinggi dan nampak indah nan asri. Tiket masuk
ke De Djawatan tergolong sangat murah, hanya Rp 5.000. Di lokasi ini kita bisa
bersantai sambil foto-foto, meskipun siang terik di sini tetap adem karena
banyaknya pohon-pohon yang menjulang tinggi siap menjadi pelindung dikala panas
matahari begitu menyengat, tak perlu khawatir bagi kaum muslim karena disini
terdapat musholla yang bersih untuk menunaikan sholat.
Setelah
dari De Djawatan destinasi kami selanjutnya adalah Green Bay. Sebenarnya kami
pun ingin ke Pulau Merah, namun karena hari sudah sore jadi kami memutuskan
tujuan hanya ke Green Bay. Menuju green bay ada dua jalur. Pertama bisa ditempuh
dengan jalur darat menggunakan motor dan selanjutnya jalan kaki dengan kontur
jalan yang lumayan ekstrem, atau yag kedua menggunakan perahu menyeberang dari
Pantai Rajegwesi dengan biaya nyeberang per orang yakni Rp 35.000, ini sudah
harga pas ya. Jadi sudah tidak ada tawar menawar lagi, harga ini sudah
terpampang di spanduk yang dipasang di bibir pantai. Dengan pertimbangan
mencari kenyamanan dan tidak ingin terlalu lelah karena malamnya kami ingin
lanjut ke Kawah Ijen, jadilah kami memutuskan untuk naik perahu. Oh iya, jika
menggunakan perahu batas maksimal berangkatnya yakni sampai pukul 17.00, karena
jika lebih dari itu ombaknya tinggi dan berpotensi bahaya. Kami berangkat
sekitar pukul 16.00 lewat, bapak yang mengantar kami memberikan peringatan
untuk tidak terlalu lama bermain di pantai. Dalam perjalanan ombak sudah
lumayan tinggi, menghempaskan kami ke kiri dan ke kanana, untung bapaknya sudah
handal menghadapi ombak yang mengombang ambing kami, disaat teman-teman yang
lain ketakutan bahkan ada yang histeris, bapaknya nyantai aja layaknya di
pantai sambil senyam senyum melihat tingkah kami. Beneran indah dong pantainya,
bersiiiiih, hijau, tak berpenghuni. Saat kami tiba di lokasi nampak 2-3 orang
yang ada di sekitar pantai namun sudah bersiap pulang. Jadi kami bisa menikmati
pantai hanya berempat, serasa pantai milik sendiri. Bermain air, bermain pasir,
lari kesana kemari, dan foto-foto tentunya. Indaaah sekali dan nyaman.
Sekitar
pukul 17.30 kami meninggalkan Green Bay menuju ke Pantai Rajegwesi. Kami membayar
uang sewa kapal ke bapak yang telah mengantar kami. Ternyata uang menyeberang
per orang sebesar Rp 35.000 tersebut bukan hanya untuk bapak seorang, uang
tersebut dibagi-bagi ke orang-orang yang membantu mencari penumpang, serta ke
orang-orang yang mendorong perahu ke laut dan menariknya ke bibir pantai. Ada
rasa haru hingga mata panas menahan air mata yang ingin keluar melihat gotong
royong bapak-bapak di pantai tersebut, melihat dan merasakan keletihan dalam
bekerja dan susahnya mencari uang :’). Berkah bapak-bapak sekalian, semoga
rejekinya lancar dan diberikan kesehatan selalu.
Kami
bergegas pulang sebelum hari benar-benar gelap, mengingat perjalanan yang kami
lewati sebelumnya dikelilingi hutan yang lumayan panjang dengan tanah kosong
tak berpenghuni. Ngeri ngeri sedap, belum lagi masih ada jalanan yang
berlobang. Sekitar setengah jam berada di kondisi dan jalanan yang hanya
diramaikan oleh pepohonan di kiri dan kanan jalan, kami pun sampai ke perkampungan
penduduk yang lumayan ramai. Bagi teman-teman yang penglihatannya agar buram
jika berkendara di malam hari tidak disarankan untuk datang ke Green Bay di
sore hari, karena jalanan yang meskipun sudah ramai oleh pemukiman penduduk
tapi tetap saja penerangan jalan terbatas.
Hampir
3 jam perjalanan kami lalui untuk kembali di penginapan. Sekitar pukul 21.00
kami tiba di penginapan. Kami lalu mandi dan siap-siap untuk menuju Kawah Ijen.
Oh iya, untuk menghemat pengeluaran, pada malam kedua kami memutuskan untuk
menyewa hanya satu kamar yang diperuntukkan untuk menyimpan barang karena kami
tidak lagi tidur malam itu. Kami sudah siap untuk berangkat sekitar pukul
23.00. Menurut informasi dari receptionist penginapan yang sekaligus juga
berprofesi sebagai tourguide waktu yang teoat untuk berangkat menuju keKawah
Ijen yakni pukul 23.00-24.00. Perjalanan di tempuh dalam waktu satu jam, loket
pembelian tiket dibuka pukul 01.00 dini hari. Kami pun berangkat sekitar pukul
23.50 dan tiba pukul 00.55. Hawa dingin sudah terasa bahkan setengah jam
sebelum tiba di tempat parkir. Jalanan menuju Kawah Ijen penuh tikungan dan
tanjakan yang curam, diharapkan kendaraan yang digunakan adalah kendaraan yang “stabil”
dan pengendara yang mahir. Setibanya di lokasi sudah nampak orang-orang yang
ramai, dari berbagai usia, bahasa yang berbeda, dan warna kulit yang
bervariasi. Antara wisatawan lokal dan mancanegara lebih banyak wisatawan
mancanegara yang datang pada saat itu, juga terdapat beberapa rombongan dari
berbagai perusahaan yang ditandai dengan baju seragam yang mereka gunakan. Sesampainya
di dekat tempat parkir, kami melipir sejenak ke warung memesan minuman hangat
dan indomie kuah untuk membantu menghangatkan tubuh kami yang sudah kedinginan,
tak cukup satu menit minuman dan mie tersebut pun dingin terpengaruh oleh
dinginnya sikapmu eh maksudnya dinginnya cuaca pada saat itu. Tiket masuk
menuju ke Kawah Ijen yakni Rp 7.500 untuk wisawatawan lokal dan 100.000 untuk
wisatawan mancanegara. Oh iya, waktu di hotel kami sudah memesan masker yang
akan digunakan di kawah untuk melindungi hidung dari bau belerang yang
menyengat, harga maskernya yakni 15.000.
Kami
memulai perjalanan pukul 01.41 dan tiba di bibir kawah pukul 03.45. Jalannya
lumayan enak, tidak landai tapi juga tidak terlalu curam. Dalam perjalanan kita
akan berjalan beriringan dengan begitu banyak orang, Kawah Ijen merupakan salah
satu destinasi favorit jadi wajar saja jika tempat wisata tersebut kebanjiran
manusia. Bagi orang tua yang juga ingin menikmati Kawah Ijen namun tidak
sanggup untuk berjalan jauh, tenang. Ada “ojek” lokal. Eits, jangan membayangkan
ojek motor seperti yang ada di kota atau di desa-desa ya. Ini ojeknya
menggunakan gerobak. Cara kerja ojeknya yakni ditarik jika ingin naik dan
didorong jika sudah ingin turun. Tapi, ojeknya ini hanya bisa sampai ke puncak,
tidak untuk turun di bibir kawah. Menuju ke bibir kawah jalannya sangat curam,
butuh kehati-hatian untuk melangkah, belum lagi begitu banyak orang yang antri.
Catatan buat teman-teman yang ingin melihat blue
fire yang sangat terkenal dan merupakan ciri khas dari Kawah Ijen,
berangkatlah maksimal pukuk 02.00, karena jika telat sedikit saja bisa jadi
tidak bisa menyaksikan blue fire. Selain
itu, jika berangkatnya telat potensi untuk antri jika hendak turun ke bibir
kawah sangat tinggi. Orang-orang “berlomba” cepat-cepatan untuk turun dan ini
sangat berbahaya, karena jalur yang sempit dan kontur jalan yang tidak rata. Alhamdulillah,
saya dan teman-teman bisa menyaksikan blue
fire yang katanya tidak setiap hari bisa muncul, meskipun apinya kecil
seperti di kompor. Hehe
Hanya
sekitar setengah jam kami berada di bibir kawah, kami tidak sanggup
berlama-lama karena bau belerang yang sangat menyengat, belum lagi lautan
manusia yang begitu ramai. Pukul 04.00 lewat kami berjalan menuju ke puncak dan
ternyata dalam perjalanan kami naik, kami masih berpapasan dengan begitu banyak
orang yang baru mau turun ke bibir kawah. Jadi yang dari bawah mengalah dan
berhenti sejenak memberikan jalan kepada orang-orang yang baru mau turun. Hampir
sejam kemudian kami sudah tiba di puncak, berfoto-foto dengan latar kawah dan
sholat subuh di atas. Di puncak Kawah Ijen terdapat pendopo yang bisa digunakan
untuk sholat namun tak sedikit pula orang yang memilih untuk sholat di pinggir
jalur. Matahari mulai muncul dan menampakkan keindahan Kawah Ijen. Orang-orang
masih ada yang baru datang tapi yang sudah menuju pulang jumlahnya jauh lebih
banyak. Kami berfoto-foto dengan berbagai latar dalam situasi kedinginan yang
amat sangat. Setelah puas berfoto-foto kami melanjutkan perjalanan turun, kami
berjalan turun pukul 05.52 dan tiba di bawah di gerbang Kawah Ijen pukul 07.00.
Kami mencari tempat untuk istirahat yang tak lain dan tak bukan adalah warung,
istirahat sekalian makan. Setelah merasa istirahatnya sudah cukup, kami mencari
penjual bensin untuk mengisi bahan bakar motor sebelum digunakan kembali untuk
pulang.
Pukul
09.00 kurang kami pulang menuju ke penginapan, karena ngantuk yang disebabkan
tidak tidur semalaman kami memutuskan untuk berhenti sejenak istirahat lagi di
minimarket sambil membeli minuman. Sekitar pukul 10.00 kami tiba di penginapan.
Mandi dan bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya di
kota yang lain.
Yeey,
sekian kisah perjalanan kami selama di Banyuwangi dengan estimasi waktu 2D2N (13-15
Agustus 2019), 3 tempat wisata, dan pengeluaran kurang lebih 200.000 sudah
termasuk makan, penginapan, akomodasi, dan uang masuk ke tempat wisata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar