Kamis, 10 Mei 2018

Berjarak


"Kita" hanya berjarak, bukan berpisah
 
Mungkin “kita” butuh untuk berjarak, agar “kita” tau arti sebuah kehilangan

Aku rindu, rindu sekali. Rindu untuk berkumpul dan bercanda tawa seperti dulu lagi. Tapi aku merasa hubungan “kita” belakangan ini terasa begitu jauh. Ketika “kita” kumpul pun rasanya raga berada di tempat yang sama, namun jiwa dan pikiran entah berada dimana.

Aku rindu, rindu sekali. Rindu sebuah kehangatan obrolan seperti dulu lagi. Aku selalu membesarkan hati, menghibur diri “ah mungkin semuanya pada sibuk, jadi jarang waktu untuk berkumpul bersama”, namun ketika melihat kamu bisa menyempatkan diri untuk berkumpul dan bercanda tawa dengan yang lain, dan terkadang memiliki alasan untuk tidak hadir ketika diajak kumpul bersama, disitu kadang saya berfikir, apakah “kita” tak lagi berarti untukmu?

Kamu diperlakukan beda, itu tandanya kamu sudah masuk dalam list orang special, jadi tak perlu ada kepura-puraan. Tapi, terlalu sering dibedakan dan kamu lebih menprioritaskan orang lain terkadang membuat kami berfikir, apa benar ini karena kita sudah begitu dekat hingga kau tidak lagi peduli dengan perasaan kami? Atau mungkin memang kami tak berarti bagimu.

Hmmp mungkin memang kita butuh untuk berjarak, agar kita tau arti sebuah rindu. Agar kita tau kalau kita saling membutuhkan. Agar rasa jenuh itu menguap dan hilang.

Jangan lama-lama berjarak, karena kenyamanan bisa datang dari mana saja. Dan ketika seseorang bisa memberikan rasa nyaman yang lebih, bukan tak mungkin hubungan “kita” yang mulai renggang akan semakin renggang dan semakin berjarak.

Aku sempat berfikir, oh mungkin ini salah satu alasan selingkuh dan pertengkaran dalam rumah tangga. Saat seseorang di dalam rumahnya sudah tak dianggap dan jarang dipedulikan, maka dia akan mencarinya di tempat yang lain. Dan jika di tempat lain dia menemukan apa yang dia cari, maka kenyamanan itu akan muncul. Dan untuk kembali kepada seseorang yang sempat melukai, itu bukan hal yang mudah.  

Yogyakarta, 11 Mei 2018, 23:53

Piknik Ceria


2014, ketika masih di Kampung Inggris, Pare, Kediri. Salah seorang teman mengajak untuk mendaki ke Prau, tapi karena satu dan lain hal akhirnya rencana itu tidak terealisasi.

2018, dengan bermodalkan kata “AYOK MAIN” akhirnya rencana itu terwujud. Rencana yang hanya diwacanakan 2 hari akhirnya teralisasikan. Memang ya, sesuatu yang tiba-tiba jauh lebih besar kemungkinan direalisasikan ketimbang sesuatu yang direncanakan lama.

Berdelapan orang mengendarai mobil sewa, kami bertolak dari Jogja menuju Dieng pada rabu malam pukul 20.00 dan tiba di Dieng pukul 00.00. Perjalanan terasa begitu lama karena kami beberapa kali singgah, temanya aja Piknik Ceria. Jadi kami tidak ada target waktu, menjalani sesuatunya dengan senang hati tanpa timeline dan deadline, ops.

Sesampainya di basecamp, kami siap-siap dan registrasi. Biaya registrasi per orang Rp 10.000 ditambah biaya parkir mobil Rp 20.000. Basecamp registrasi disamping dipakai untuk tempat registrasi juga sebagai tempat para pendaki yang akan muncak maupun yang sudah turun. Setelah melewati proses registrasi dan siap-siap, kami memulai perjalanan menuju puncak Prau. Kami melewati ladang penduduk, pos 1, pos 2, pos 3 dan terakhir di puncak. Kami berangkat pukul 00.30 dan tiba pukul 03.30

Sebenarnya ada beberapa puncak, dan kami tidak mengerti yang mana puncak sesungguhnya. Kami memilih mendirikan tenda di salah satu puncak yang ada beberapa pohon menjulang tinggi, alasan memilih tempat tersebut karena puncak lainnya begitu terbuka, dan angina berhembus begitu kencang. Disaat 3 cowok yang berada dalam rombongan mendirikan tenda, para cewek-cewek membuat kopi dan menyiapkan sesuatu yang bisa di cemil. Saat tenda sudah siap digunakan, makanan dan minuman pun sudah siap untuk disantap.

Tak sampai habis makanan dan minumannya, kami semua bergegas masuk di tenda. Berada di luar tenda dalam waktu yang sedikit lebih lama sama halnya membiarkan diri membeku secara perlahan, dingin di puncak terasa begitu menusuk. Kami mengambil posisi masing-masing untuk rebahan. Tenda yang muat 6 orang diisi 8 orang sontak membuat para penghuninya dempet-dempetan bagai ikan teri.

Belum juga cukup sejam rebahan, bahkan belum sampai tertidur. Suara adzan diluar tenda menggema begitu merdu. Masih dalam keadaan setengah ngantuk, kami bangun untuk bersiap sholat subuh berjamaah. Saat keluar tenda, saya begitu kaget sekaligus terharu melihat para jamaah sholat subuh berjamaah dibelakang tenda sudah begitu banyak, lebih dari 20 orang. Pemandangan yang bahkan tak pernah kujumpai selama mendaki. Meskipun cuaca dingin dan angina yang berhembus begitu kencang kami masih bisa khidmat menunaikan ibadah sholat subuh, diimami oleh seorang imam yang begitu lantang menggemakan ayat-ayat Allah dibawah rembulan beralaskan tanah.

Selesai sholat subuh, kami kembali ke tenda dan bersiap untuk menikmati sunrise. Entah perubahan apa yang terjadi belakangan ini, saya tergiring untuk mengikuti gaya anak kekinian. Tidak ada lagi kesan mapala yang kumal. Sebelum kami keluar menikmati sunrise, kami terlebih dahulu menabur bedak di wajah dan sedikit polesan lipstick di bibir, agar bisa menghasilkan jepretan foto yang cerah. Masih dalam keadaan dingin yang begitu menusuk, kami mencari spot foto yang indah. Diantara puluhan pendaki lain kami berswafoto dan menikmati keindahan alam yang terpampang begitu luar biasa.

Puas berfoto ria, kami kembali ke tenda. Bermain Uno sambil mengobrol dan bercanda ria. Kenikmatan dan kebahagiaan kecil tapi terasa begitu luar biasa. Berkumpul bersama, tertawa dan melupakan sejenak segala hiruk pikuk tugas dan tanggung jawab yang ada, terlepas dari jangkauan jaringan dan sosial media membuat kita benar-benar hidup dan menikmati kehidupan.

Alhamdulillah perjalanan kali ini dipertemukan dengan orang-orang yang luar biasa, orang-orang baik dengan energy yang begitu positif, sehingga perjalanan terasa begitu menyenangkan.

Ah memang benar, ini bukan tentang tempatnya indah atau tidak. Tapi dengan siapa kita hadir di tempat tersebut. Dinikmati atau tidaknya sebuah keindahan bergantung siapa yang membersamai kita kala itu. Dan memang benar, energy itu mempunyai kekuatan, entah itu positif atau negatif energy itu akan mempengaruhi orang lain. Dan energy yang kudapat dan saling bertukar dalam perjalanan ini begitu positif, sehingga perjalanan secapek apapun tidak terasa, yang ada hanyalah kebahagiaan dan belajar arti proses tadabur alam. Terimakasih tripnya hari ini, sampai jumpa di trip selanjutnya.
Yogyakarta, 11 Mei 2018, 23:35

Selasa, 08 Mei 2018

Amanah


Amanah itu tanggung jawab
Tanggung di dunia
Jawab di akhirat
Amanah tak akan salah memilih pundak

Amanah itu tanggung jawab dunia akhirat, maka tak heran jika banyak yang menolak untuk mengemban sebuah amanah. Tapi kamu beda, selalu berbeda. Kau yang memilih tanggung jawab itu untuk bernaung di dirimu. Kau selalu memilih untuk berbeda, tau kan resiko memilih jalan yang berbeda? Ya, siap dengan banyak ketidaksukaan, siap dengan kebencian, dan siap untuk di musuhi.

Akhirnya kau benar membuktikan kata-katamu. Teringat malam itu, saat kita kumpul dan sedikit berdiskusi mengenai posisi yang kau daftari di salah satu lembaga, “Kalau kamu ditempatkan bukan ditempat yang kamu inginkan, apa yang kamu lakukan”? Tanyaku kala itu. “Berarti saya diberi ruang untuk berkarya di tempat lain”, and you prove it. Kau benar membuktikan bahwa ketika satu tempat menolakmu, ada tempat yang lebih indah dan lebih pantas untuk kau tempati.

Hmmp kembali lagi, amanah itu tanggung jawab. Terpilih menjadi seorang pemimpin berarti harus memantaskan diri untuk memimpin. Terpilih menjadi seorang pemimpin bukan berarti perjuangan sudah selesai, melainkan ini menjadi langkah awal untuk mulai berkarya, untuk mulai mengabdi, untuk mulai belajar dan beproses.

Selamat mengemban amanah, tetap down to earth. Masih ingat kan kata-kata yang pernah kau lontarkan? Salah satu hal yang membuat seseorang hancur adalah kesombongan, mudah-mudahan kau selalu ingat itu. Dan ada 3 hal yang membuat laki-laki hancur, harta tahta wanita. Semoga kau bisa tetap baik-baik saja.

Dear, Hasanuddin Ismail. Selamat menjadi ketua KMMH FH UGM 2018-2019.

Senin, 07 Mei 2018

Sifat Buruk

Setiap orang memiliki sifat buruk, semua orang, tak terkecuali aku. Aku rasa, begitupun denganmu! 

Aku termasuk tipe orang yang ketika menyayangi seseorang akan sayang banget, namun ketika gak suka kadang juga kebangetan. 

Aku ingin bercerita tentang salah satu sifat burukku yang akupun belum bisa mengendalikan. Aku adalah makhluk yang ketika sayang sama seseorang terkadang tidak rela berbagi dengan orang lain, dalam artian aku kadang gak terima jika orang yang aku sayangi banyak yang suka dan dia merespon balik. Ketika seseorang yang aku sayang banyak yang menyukai, itu tak masalah, yang kadang menjadi masalah adalah ketika dia merespon balik dengan meladeni segala perhatian, chat dan segala tetek bengeknya. 

Bisa dikata, aku adalah orang yang egois, tak rela berbagi, atau mungkin terlalu takut kehilangan. Bagaimanapun se sok tangguh kelihatannya, aku adalah wanita yang memiliki perasaan terlalu mendominasi. Sama seperti wanita kebanyakan, aku selalu ingin menjadi center of attention dan menolak kehadiran orang lain yang kemungkinan akan mengambil posisi itu. Padahal aku harusnya sadar, ketika aku menyayangi dan perhatian kepada seseorang, aku harusnya ikhlas tanpa pamrih, dan orang yang aku sayangi tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan hal yang sama. Aku pun harusnya sadar, ketika orang yang aku sayangi pun memiliki rasa yang sama, aku pasti memiliki tempat yang special di hatinya, meskipun itu tidak di tampakkan.

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...