2014,
ketika masih di Kampung Inggris, Pare, Kediri. Salah seorang teman mengajak
untuk mendaki ke Prau, tapi karena satu dan lain hal akhirnya rencana itu tidak
terealisasi.
2018,
dengan bermodalkan kata “AYOK MAIN” akhirnya rencana itu terwujud. Rencana yang
hanya diwacanakan 2 hari akhirnya teralisasikan. Memang ya, sesuatu yang
tiba-tiba jauh lebih besar kemungkinan direalisasikan ketimbang sesuatu yang
direncanakan lama.
Berdelapan
orang mengendarai mobil sewa, kami bertolak dari Jogja menuju Dieng pada rabu
malam pukul 20.00 dan tiba di Dieng pukul 00.00. Perjalanan terasa begitu lama
karena kami beberapa kali singgah, temanya aja Piknik Ceria. Jadi kami tidak
ada target waktu, menjalani sesuatunya dengan senang hati tanpa timeline dan
deadline, ops.
Sesampainya
di basecamp, kami siap-siap dan registrasi. Biaya registrasi per orang Rp
10.000 ditambah biaya parkir mobil Rp 20.000. Basecamp registrasi disamping
dipakai untuk tempat registrasi juga sebagai tempat para pendaki yang akan
muncak maupun yang sudah turun. Setelah melewati proses registrasi dan
siap-siap, kami memulai perjalanan menuju puncak Prau. Kami melewati ladang
penduduk, pos 1, pos 2, pos 3 dan terakhir di puncak. Kami berangkat pukul
00.30 dan tiba pukul 03.30
Sebenarnya
ada beberapa puncak, dan kami tidak mengerti yang mana puncak sesungguhnya. Kami
memilih mendirikan tenda di salah satu puncak yang ada beberapa pohon menjulang
tinggi, alasan memilih tempat tersebut karena puncak lainnya begitu terbuka,
dan angina berhembus begitu kencang. Disaat 3 cowok yang berada dalam rombongan
mendirikan tenda, para cewek-cewek membuat kopi dan menyiapkan sesuatu yang
bisa di cemil. Saat tenda sudah siap digunakan, makanan dan minuman pun sudah
siap untuk disantap.
Tak
sampai habis makanan dan minumannya, kami semua bergegas masuk di tenda. Berada
di luar tenda dalam waktu yang sedikit lebih lama sama halnya membiarkan diri
membeku secara perlahan, dingin di puncak terasa begitu menusuk. Kami mengambil
posisi masing-masing untuk rebahan. Tenda yang muat 6 orang diisi 8 orang
sontak membuat para penghuninya dempet-dempetan bagai ikan teri.
Belum
juga cukup sejam rebahan, bahkan belum sampai tertidur. Suara adzan diluar
tenda menggema begitu merdu. Masih dalam keadaan setengah ngantuk, kami bangun
untuk bersiap sholat subuh berjamaah. Saat keluar tenda, saya begitu kaget
sekaligus terharu melihat para jamaah sholat subuh berjamaah dibelakang tenda
sudah begitu banyak, lebih dari 20 orang. Pemandangan yang bahkan tak pernah
kujumpai selama mendaki. Meskipun cuaca dingin dan angina yang berhembus begitu
kencang kami masih bisa khidmat menunaikan ibadah sholat subuh, diimami oleh
seorang imam yang begitu lantang menggemakan ayat-ayat Allah dibawah rembulan
beralaskan tanah.
Selesai
sholat subuh, kami kembali ke tenda dan bersiap untuk menikmati sunrise. Entah perubahan
apa yang terjadi belakangan ini, saya tergiring untuk mengikuti gaya anak
kekinian. Tidak ada lagi kesan mapala yang kumal. Sebelum kami keluar menikmati
sunrise, kami terlebih dahulu menabur bedak di wajah dan sedikit polesan lipstick
di bibir, agar bisa menghasilkan jepretan foto yang cerah. Masih dalam keadaan
dingin yang begitu menusuk, kami mencari spot foto yang indah. Diantara puluhan
pendaki lain kami berswafoto dan menikmati keindahan alam yang terpampang
begitu luar biasa.
Puas
berfoto ria, kami kembali ke tenda. Bermain Uno sambil mengobrol dan bercanda
ria. Kenikmatan dan kebahagiaan kecil tapi terasa begitu luar biasa. Berkumpul bersama,
tertawa dan melupakan sejenak segala hiruk pikuk tugas dan tanggung jawab yang
ada, terlepas dari jangkauan jaringan dan sosial media membuat kita benar-benar
hidup dan menikmati kehidupan.
Alhamdulillah
perjalanan kali ini dipertemukan dengan orang-orang yang luar biasa, orang-orang
baik dengan energy yang begitu positif, sehingga perjalanan terasa begitu
menyenangkan.
Ah memang benar, ini bukan tentang
tempatnya indah atau tidak. Tapi dengan siapa kita hadir di tempat tersebut. Dinikmati
atau tidaknya sebuah keindahan bergantung siapa yang membersamai kita kala itu.
Dan memang benar, energy itu mempunyai kekuatan, entah itu positif atau negatif
energy itu akan mempengaruhi orang lain. Dan energy yang kudapat dan saling
bertukar dalam perjalanan ini begitu positif, sehingga perjalanan secapek
apapun tidak terasa, yang ada hanyalah kebahagiaan dan belajar arti proses tadabur
alam. Terimakasih tripnya hari ini, sampai jumpa di trip
selanjutnya.
Yogyakarta,
11 Mei 2018, 23:35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar