Kamis, 10 Mei 2018

Piknik Ceria


2014, ketika masih di Kampung Inggris, Pare, Kediri. Salah seorang teman mengajak untuk mendaki ke Prau, tapi karena satu dan lain hal akhirnya rencana itu tidak terealisasi.

2018, dengan bermodalkan kata “AYOK MAIN” akhirnya rencana itu terwujud. Rencana yang hanya diwacanakan 2 hari akhirnya teralisasikan. Memang ya, sesuatu yang tiba-tiba jauh lebih besar kemungkinan direalisasikan ketimbang sesuatu yang direncanakan lama.

Berdelapan orang mengendarai mobil sewa, kami bertolak dari Jogja menuju Dieng pada rabu malam pukul 20.00 dan tiba di Dieng pukul 00.00. Perjalanan terasa begitu lama karena kami beberapa kali singgah, temanya aja Piknik Ceria. Jadi kami tidak ada target waktu, menjalani sesuatunya dengan senang hati tanpa timeline dan deadline, ops.

Sesampainya di basecamp, kami siap-siap dan registrasi. Biaya registrasi per orang Rp 10.000 ditambah biaya parkir mobil Rp 20.000. Basecamp registrasi disamping dipakai untuk tempat registrasi juga sebagai tempat para pendaki yang akan muncak maupun yang sudah turun. Setelah melewati proses registrasi dan siap-siap, kami memulai perjalanan menuju puncak Prau. Kami melewati ladang penduduk, pos 1, pos 2, pos 3 dan terakhir di puncak. Kami berangkat pukul 00.30 dan tiba pukul 03.30

Sebenarnya ada beberapa puncak, dan kami tidak mengerti yang mana puncak sesungguhnya. Kami memilih mendirikan tenda di salah satu puncak yang ada beberapa pohon menjulang tinggi, alasan memilih tempat tersebut karena puncak lainnya begitu terbuka, dan angina berhembus begitu kencang. Disaat 3 cowok yang berada dalam rombongan mendirikan tenda, para cewek-cewek membuat kopi dan menyiapkan sesuatu yang bisa di cemil. Saat tenda sudah siap digunakan, makanan dan minuman pun sudah siap untuk disantap.

Tak sampai habis makanan dan minumannya, kami semua bergegas masuk di tenda. Berada di luar tenda dalam waktu yang sedikit lebih lama sama halnya membiarkan diri membeku secara perlahan, dingin di puncak terasa begitu menusuk. Kami mengambil posisi masing-masing untuk rebahan. Tenda yang muat 6 orang diisi 8 orang sontak membuat para penghuninya dempet-dempetan bagai ikan teri.

Belum juga cukup sejam rebahan, bahkan belum sampai tertidur. Suara adzan diluar tenda menggema begitu merdu. Masih dalam keadaan setengah ngantuk, kami bangun untuk bersiap sholat subuh berjamaah. Saat keluar tenda, saya begitu kaget sekaligus terharu melihat para jamaah sholat subuh berjamaah dibelakang tenda sudah begitu banyak, lebih dari 20 orang. Pemandangan yang bahkan tak pernah kujumpai selama mendaki. Meskipun cuaca dingin dan angina yang berhembus begitu kencang kami masih bisa khidmat menunaikan ibadah sholat subuh, diimami oleh seorang imam yang begitu lantang menggemakan ayat-ayat Allah dibawah rembulan beralaskan tanah.

Selesai sholat subuh, kami kembali ke tenda dan bersiap untuk menikmati sunrise. Entah perubahan apa yang terjadi belakangan ini, saya tergiring untuk mengikuti gaya anak kekinian. Tidak ada lagi kesan mapala yang kumal. Sebelum kami keluar menikmati sunrise, kami terlebih dahulu menabur bedak di wajah dan sedikit polesan lipstick di bibir, agar bisa menghasilkan jepretan foto yang cerah. Masih dalam keadaan dingin yang begitu menusuk, kami mencari spot foto yang indah. Diantara puluhan pendaki lain kami berswafoto dan menikmati keindahan alam yang terpampang begitu luar biasa.

Puas berfoto ria, kami kembali ke tenda. Bermain Uno sambil mengobrol dan bercanda ria. Kenikmatan dan kebahagiaan kecil tapi terasa begitu luar biasa. Berkumpul bersama, tertawa dan melupakan sejenak segala hiruk pikuk tugas dan tanggung jawab yang ada, terlepas dari jangkauan jaringan dan sosial media membuat kita benar-benar hidup dan menikmati kehidupan.

Alhamdulillah perjalanan kali ini dipertemukan dengan orang-orang yang luar biasa, orang-orang baik dengan energy yang begitu positif, sehingga perjalanan terasa begitu menyenangkan.

Ah memang benar, ini bukan tentang tempatnya indah atau tidak. Tapi dengan siapa kita hadir di tempat tersebut. Dinikmati atau tidaknya sebuah keindahan bergantung siapa yang membersamai kita kala itu. Dan memang benar, energy itu mempunyai kekuatan, entah itu positif atau negatif energy itu akan mempengaruhi orang lain. Dan energy yang kudapat dan saling bertukar dalam perjalanan ini begitu positif, sehingga perjalanan secapek apapun tidak terasa, yang ada hanyalah kebahagiaan dan belajar arti proses tadabur alam. Terimakasih tripnya hari ini, sampai jumpa di trip selanjutnya.
Yogyakarta, 11 Mei 2018, 23:35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...