Motorku
terparkir didepan rumah Chedar 15 menit sebelum pukul 16:00. Jadwal meet up
yang semestinya. Saya berangkat dari Mall Panakkukang, dari pada seliweran di
mall gak jelas, atau pulang kerumah yang jauhnya lumanyun, saya memutuskan
untuk kerumah Chedar lebih awal. Sesampainya di rumah Chedar, ternyata si tuan
rumah lagi keluar. Saya dengan penuh percaya diri mengetuk pintu. Tak lama
kemudian Bapak Chedar keluar, dengan menggunakan password “Temannya Chedar”, pintu akhirnya terbuka lebar.
Saya dipersilahkan
duduk, Haidir lagi keluar ngantar ibunya, begitu nama panggilan Chedar oleh
orang tuanya. Oh iya om, saya sudah telefon, dan sepertinya Haidir sudah
dijalan pulang. Kemudian Bapaknya Chedar menemaniku mengobrol hingga yang lain
datang. Obrolan khas orang tua pasti tak lepas dari berbicara seputar anaknya.
Hingga satu kalimat yang membuatku tiba-tiba mengingat orang tuaku. Jadi orang
tuanya Chedar berkisah mengenai Chedar yang sekarang sudah kerja, selepas
menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Arsitektur Unhas, dilanjutkan kisah
perjalanan pendidikan Chedar sejak TK hingga kelar kuliah. Satu kebanggaan
tersendiri bagi orang tua ketika melihat anak-anaknya telah berhasil
menyelesaikan study.
Tapi tak
cukup sampai disitu, kebahagiaan belum lengkap rasanya ketika para orang tua
belum melihat anaknya menikah. Hingga bapaknya Chedar yang lagi sakit pun
melontarkan kalimat “yang jadi beban pikiran karena Haidir belum menikah, kalau
dia sudah menikah mungkin saya akan tenang meninggalkan dunia ini” . Dunia ini
hanyalah fatamorgana semata. Lanjutnya.
Lalu beliau
memberikanku wejangan seputar jodoh, jangan melihat seseorang hanya dari
parasnya saja, paras yang cantik dan ganteng itu bisa saja menipu. Lihat
kepribadiannya, sikap dan tingkah lakunya. Jangan sampai tertipu. Banyak tuh
orang-orang yang sebelum nikah hanya melihat tampang semata, sudah nikah baru
menyesal karena tabiat pasangan hidupnya ternyata buruk. Tak perlu memikirkan
mewah-mewah hanya untuk sebuah pesta sehari, pesta itu hanya sesaat, ngundang
orang datang lalu mereka pergi. Toh kalian yang akan menjalani kehidupan rumah
tangga nantinya, baik atau buruknya pasanganmu akan mempengaruhi kelangsungan
pernikahanmu nantinya.
Jadi manusia
tempatkan rasa malu di muka, jangan di telapak kaki. Kalau malu sudah
ditempatkan ditelapak kaki itu tak akan ada gunanya lagi. Kalau dulu orang
sangat malu mendapat gelar janda, meskipun keadaan janda mereka karena sebuah
takdir Ilahi, tapi sekarang saya lihat kok orang-orang pada gampang banget
nikah dan cerai, seolah-olah cerai itu adalah sesuatu yang lumrah, kita kan
pada tau cerai itu memang sesuatu yang dibolehkan, tapi sangat dibenci oleh
Allah. Kalo masih ada jalan untuk baik, kenapa harus pisah. Ckckck. Zaman
sekarang benar-benar semuanya serba tak terduga. Ceritanta panjag lebar. Saya
hanya mengangguk-ngangguk sambil tersenyum, membenarkan dalam hati wejangan
dari beliau.
Teruntuk
bapaknya Chedar, Terimakasih sudah menemani hingga teman-teman yang lain datang
dan memberikan wejangan-wejangan yang priceless.
Makassar,
08-07-2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar