Jumat, 31 Desember 2021

Refleksi 2021

 

Setidaknya sudah tiga tahun terakhir ini, setiap ingin menulis refleksi akhir tahun selalu saja merasa bahwa waktu berjalan dengan sangat cepat. Masih teringat jelas memori dan rasanya menulis refleksi akhir tahun 2020, masih teringat jelas rasa saat menulis resolusi 2021, rasanya baru kemarin sore, tau-taunya sekarang sudah berada di  penghujung tahun 2021. Entah karena setiap harinya melakukan kegiatan yang berfaedah hingga waktu tidak begitu terasa atau karena memang ada percepatan waktu hahaha.

Tahun 2021, tahun yang banyak sekali belajar. Belajar ikhlas, belajar menerima, belajar merasa cukup. Begitu banyak keinginan yang tidak tercapai, tapi dibalik semua itu ternyata begitu banyak hal pula yang didapatkan, rangkaian hal-hal kecil hingga besar yang tidak pernah terpikir sebelumnya. Tuhan, engkau sangat tahu apa yang aku inginkan, tapi engkau pun jauh lebih tahu apa yang kubutuhkan. Berada di titik "nrimo" segala hal terbaik yang sudah digariskan Tuhan bukanlah sesuatu yang mudah, banyak pergulatan pikiran dan emosi, mempertanyakan kenapa begini kenapa begitu, hingga akhirnya pasrah dan berserah baru bisa memahami bahwa ternyata segala sesuatu tepat waktu, segala sesuatu akan hadir di saat kita sudah dianggap siap untuk menerimanya.

Tuhan, terima kasih atas nikmat sehat, keluarga yang sehat, keluarga yang harmonis, waktu luang, teman-teman yang baik, rejeki yang cukup yang telah engkau anugerahkan sepanjang tahun 2021.

Kilas balik 2021

Awal tahun  melepaskan salah seorang teman baik untuk berangkat ke kota tempatnya bertugas. Pada detik itu juga aku menyadari bahwa sudah saatnya untuk menerima bahwa kita memang sudah masuk fase “dewasa”. Kebersamaan dengan teman-teman untuk sekadar have fun dan haha hihi ada masanya. Setiap kita bergerak, setiap kita bertumbuh, setiap kita mengalir mengikuti arus kehidupan, bermuara ke suatu cita yang kita angankan, menemukan jalan hidup kita masing-masing. Dan pada akhirnya kenangan hanya akan menjadi sebuah kisah yang dibalut dengan indah dalam ingatan. Pada akhirnya kita akan memilih jalur kesuksesan kita masing-masing.

2021 merupakan tahun di mana aku menghabiskan cukup banyak waktu di Panrita. Ketika aku flashback beberapa bulan di tahun 2021 kuhabiskan untuk beraktivitas di Panrita. Sejak awal tahun saat Panrita merayakan syukuran 4 tahun sejak saat itu pula aktivitas di Panrita dimulai hingga akhir tahun. Berbagai kelas berjalan dengan lancar, mempertemukan dengan banyak orang dengan berbagai karakter, menyaksikan perjuangan, gelak tawa, kesedihan, tangis haru, kegagalan hingga keberhasilan satu persatu siswa.

Tahun 2021 banyak pelajaran dan pengalaman yang kudapat di Panrita. Semua kelas berjalan dengan lancar meski pasti tetap ada kendala. Agenda buka puasa bersama Panrita, berangkat ke Palopo untuk program kerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Palopo, program kerjasama online dengan IAIN Pontianak, staycation pasca program kelas intensif, staycation pasca program kelas SKB, liburan tim ke Bulukumba, hangout di pantai dan tak terhitung banyaknya kesempatan main-main di Panrita. Kalau dilihat-lihat lagi, bergabung di Panrita adalah sebuah pilihan yang sangat kusyukuri, benar-benar merasakan work-life balance. Setiap selesai satu program yang cukup menguras tenaga dan pikiran, kami selalu mengagendakan untuk mewaraskan pikiran dengan liburan atau setidaknya staycation. Semoga tahun depan bisa terus berlanjut work-life balancenya dan bisa jauh lebih baik.

Tahun 2021 aku kembali mencoba untuk bergabung dalam sebuah komunitas, aktivitas yang sangat menyenangkan bagiku beberapa tahun silam. Masuk ke komunitas menyadarkanku satu hal bahwa “setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya”. Dalam kegiatan komunitas tersebut aku bertemu banyaaak sekali anak-anak muda dengan semangat masa mudanya, anak-anak muda yang memiliki rentan umur yang berbeda 4 hingga 10 tahun dariku, menyadarkanku bahwa aku ternyata tidak muda lagi dan akhirnya harus merasa cukup bahwa sudah waktunya "pensiun" sebagai follower di komunitas. Saatnya untuk reborn sebagai inisiator dan penggerak bukan lagi pengikut.

Tahun 2021, tahun di mana aku menyaksikan banyak perubahan fase teman-teman. Perubahan status dari jomlo menjadi menikah, menjadi suami/istri, menjadi ibu/bapak, tapi yang masih tetap jomlo juga tetap ada sih hahaha, tenang kita sama kok hahaha.

Tuhan sangat tahu apa yang kubutuhkan, ternyata hingga akhir 2021 aku menyadari bahwa ada banyak titik dalam hidupku yang tidak seragam dengan manusia kebanyakan. Hingga akhir 2021 aku masih bahagia dan berlapang dada dengan pekerjaan yang tidak tetap, yang penting tetap bekerja dan berpenghasilan, ternyata hidup dalam ketidakpastian itu menyenangkan, banyak deg-degan dan pergulatan emosinya dan itu cukup membahagiakan.

Kebiasaan baik selama 2021 yang kulakukan yakni konsisten menulis catatan syukur selama satu tahun penuh, hal tersebut banyak merubahku secara pola pikir. Aku lebih bisa melihat segala sesuatu dari sisi baiknya sebelum judging, aku lebih bisa mensyukuri hal-hal kecil setiap harinya. Dan memang benar kata Kak Ayu Kartika Dewi “otak itu seperti itu, harus dilatih. Jika kita melatih otak kita untuk selalu bersyukur maka kita akan mudah bersyukur meski untuk hal-hal kecil, jika kita terbiasa mengumpat dan berpikir negatif maka itu juga yang akan terlatih”. Semoga kebiasaan baik ini terus berlanjut di 2022.

Satu hal yang kusyukuri di tahun ini, bagaimana pun keadaannya yang aku lalui, aku selalu bisa memastikan bahwa ada orang-orang yang selalu membersamaiku, berada disisiku untuk mendukungku saat kuterpuruk, ikut berbahagia saat aku bahagia, dan terus mendorongku untuk “berkembang” dan bertumbuh ke arah yang lebih baik.

Yang terakhir, terima kasih 2021 untuk up and down kehidupannya. Terima kasih aku yang sudah bertahan sejauh ini, terima kasih aku sudah banyak belajar, pengalaman itu mahal terkadang kita harus membayarnya dengan waktu, pergulatan emosi, dan deraian air mata.

Home, 31 Desember 2021

Selasa, 28 Desember 2021

Ketidakpastian

Manusia benci ketidak pastian, kalau bisa sih malah tahu dan memastikan apa yang akan terjadi di masa depan. Tak heran, praktik-praktik perdukunan dan paranormal masih begitu laris, karena ya itu tadi manusia benci ketidak pastian, selalu mau mengintip masa depan dan memastikan apa yang akan terjadi di masa depan sesuai dengan apa yang diekspektasikan. Tak cuman praktik perdukunan yang begitu laris, namun perusahaan-perusahaan asuransi pun masih banjir pelanggan, manusia selalu mau memastikan kondisi kesehatannya baik-baik saja, kondisi keuangannya stabil, pekerjaannya aman. Tak heran, PNS dan BUMN masih menjadi pekerjaan primadona sejuta umat, PNS dan BUMN meski gajinya tidak tergolong tinggi tapi berjuta manusia masih aja terus berlomba untuk menjadi PNS. Tujuannya tak lain dan tak bukan karena ingin memastikan kondisi keuangan stabil, masa tua dan kesehatan ditanggung negara.

Terkadang, bisa membaca apa yang akan terjadi di masa depan tak selamanya menyenangkan, kita akan menjalaninya dengan datar atau mungkin malah ketakutan. Sungguh, dunia ini tak ada yang pasti kecuali kematian.

Momen covid adalah sebuah fase di mana ketidakpastian itu terasa begitu nyata, ada yang stress dan ada pula yang akhirnya berdamai dengan ketidakpastian, menjalani hari demi hari dengan penuh harapan. Mungkin ini adalah salah satu alasan Tuhan tidak memberikan bocoran akan masa depan agar kita hidup dalam ketidakpastian, agar kita selalu melibatkan Tuhan dalam setiap langkah kaki kita, meyakini bahwa sebaik apa pun manusia berencana kita tetap hidup dalam ketidapkastian, Tuhan jualah yang menentukan hasil akhir dari usaha yang kita lakukan.


Jumat, 03 Desember 2021

Menjadi Perempuan

 

Hidup dalam budaya patriarki membuat status sebagai perempuan tidak selalu mudah. Menjadi perempuan selalu dihadapkan dengan berbagai tantangan dan pilihan-pilihan yang sulit. Menjadi perempuan harus selalu bisa belajar untuk mengatur skala prioritas. Menjadi perempuan harus menanggung banyak beban, beban moral dan beban batin.

Saat perempuan bercerai, image janda selalu buruk, berbeda dengan lelaki yang sering mendapat julukan duda keren. Ketika sudah menikah dan terlambat mendapat rejeki anak, yang selalu menjadi sorotan selalu perempuan, meski mungkin saja suaminya yang mandul. Ketika perempuan tidak bisa memasak, dapat dipastikan selalu ada cibiran “jadi perempuan kok tidak bisa masak, kasian suaminya mau makan apa”, padahal memasak itu tidak butuh jender tertentu, hanya butuh tangan dan insting tidak perlu melibatkan jender. Ketika dalam sebuah pekerjaan dan perempuan itu sebagai bos yang tegas, dapat dipastikan ada aja orang yang ngomong “galak amat sih jadi perempuan, namun jika yang tegas itu laki-laki pasti yang mereka dapatkan adalah pujian sebagai pemimpin yang baik dan karismatik”.

Perempuan selalu dihadapkan akan pilihan-pilihan hidup yang cukup berat. Bahkan ketika perempuan akan menikah dan statusnya sebagai perempuan bekerja, akan ada intervensi untuk disuruh memilih mempriotitaskan karir atau keluarga, sedangkan laki-laki jarang dituntut untuk memilih antara karir atau keluarga. Begitu pula halnya dengan tanggung jawab domestik, bebannya masih selalu dititik beratkan kepada perempuan.

Saat sudah menikah dan memiliki anak. Menjadi working mom atau fulltime mom selalu jadi sesuatu yang mesti dipilih. Selain diberikan pilihan untuk menentukan prioritas, menjadi perempuan juga tidak lepas dari aturan norma sosial yang dianggap harus bisa ini dan itu karena terlahir sebagai seorang perempuan. Parahnya, pengasuhan anak yang seharusnya menjadi tanggung jawab berdua tidak jarang hanya dibebankan kepada ibu. Kalau anaknya tidak terurus yang disalahkan pertama kali pasti ibunya.

Menjadi working mom bukan lah sesuatu yang mudah, beban kerja di kantor tidak serta merta berkurang hanya karena memiliki beban kerja juga di rumah. Pagi-pagi sebelum berangkat kerja harus memastikan seisi rumah terpenuhi gizinya, pulang kerja pun harus bisa memastikan rumah dan seisi rumahnya dalam kondisi yang baik-baik saja. Ketika menjadi full time mom dapat dipastikan juga bahwa pekerjaan domestik, mengurus rumah dan anak bukan pekerjaan yang bisa dianggap enteng, kelihatannya aja mudah namun kenyataannya tidak semudah kelihatannya, belum lagi rasa bosan yang pasti akan menghinggapi karena hanya menjalani rutinitas yang itu-itu saja dan interaksi dengan orang yang itu-itu saja.

Terlahir sebagai perempuan memang tidak lah mudah. Banyak tuntutan dan ekspektasi yang dibebankan baik oleh masyarakat maupun dari keluarga. Syukur-syukur kalau mendapat pasangan hidup yang paham bahwa perempuan dan laki-laki itu equal. Jadi ada pembagian peran yang adil, menyadari semua orang punya potensi untuk menjadi manusia seutuhnya, punya hak preogeratif untuk memilih mau bekerja di luar rumah atau pun mengurusi pekerjaan domestik tanpa memandang jender tertentu, tidak ada lagi relasi kuasa yang merasa superior dan inferior, sehingga bisa terjadi keseimbangan dalam hidup. Karena perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk mengembangkan potensi terbaik dalam dirinya masing-masing.

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...