Kamis, 19 November 2020

Gini-gini aja

Pernah gak sih ngerasa hidup kok gini-gini aja, gak ada progress, banyak mimpi dan rencana-rencana yang belum tercapai.

Kalau pernah, mungkin kita butuh untuk ambil jeda, istirahat sejenak, belajar dari orang-orang yang hidup di jalanan. Mereka gak "bergerak" gak makan, mereka banyak yang hidup dan tidur di jalanan.

Kita meski mungkin gini-gini aja tapi kita masih berteduh di rumah yang kokoh, kita masih bisa makan enak, masih bisa tidur nyenyak. Banyak hal yang bisa kita syukuri meski kondisi kita masih "gini-gini aja".

Akan ada saatnya hidup gini-gini aja berubah jadi hidup kok gini amat. Dunia adalah tempat "ujian", semoga aja kita lulus ujian demi ujian yang diberikan kepada kita dan kita tidak menjadi hamba yang kufur nikmat. Gak papa kalo saat ini kita hidup gini-gini aja, asal terus berusaha untuk menjadi terbaik versi kita, gak perlu berlomba untuk cepat-cepatan menjadi yang paling WAH dan paling terlihat sukses, setiap orang punya masanya dan setiap orang strugling di relnya masing-masing. Sering-sering ngobrol dengan diri sendiri agar tidak selalu meratapi hidup yang seringkali kita cap gini-gini aja.

Rabu, 18 November 2020

Self-Healing

Namanya juga manusia akan selalu dipastikan emosinya akan naik turun, sekaya apapun dia, sealim apapun dia, bahkan semampu apapun dia memenuhi segala kebutuhannya yang namanya emosi pasti akan selalu naik turun. Seperti layaknya semangat dan iman yang selalu naik turun, emosi pun demikian.

Saya mencari dan menemukan salah satu self-healing terbaik versi saya adalah berbagi. Saat berbagi akan selalu ada suntikan semangat yang ditularkan oleh orang-orang yang saya temui, dari mereka saya belajar arti perjuangan dan bersyukur. Beberapa minggu terakhir saya inisiatif mengajak beberapa orang untuk membuat sebuah gerakan kecil-kecilan yang tanpa nama dan tanpa membawa bendera apapun, gerakan kecil untuk berbagi makanan bagi orang-orang yang berjuang mencari nafkah di jalanan.

Selalu ada suntikan rasa syukur dan semangat melihat begitu banyaknya dukungan yang datang, baik berupa dukungan semangat, doa, terlebih lagi dukungan dalam bentuk dana. Gerakan seperti ini sudah pernah saya lakukan sebelumnya secara mandiri dan tanpa membuka donasi, tapi dampaknya juga kecil karena penghasilan saya yang belum seberapa jadi hanya mampu untuk berbagi ala kadarnya. Belakangan saya mencoba untuk membuka donasi, ternyata begitu banyak orang baik yang turut andil urunan untuk berbagi makanan bagi mereka yang “membutuhkan”. Banyak orang-orang baik yang membutuhkan wadah untuk menyalurkan niat-niat baik mereka menjadi aksi baik.

Cerita di jalanan sangat beragam. Umumnya kami menemui pemulung yang benar-benar menggantungkan hidupnya di jalanan. Di gerobak mereka selain berisi hasil dari memulung tak jarang pula berisi anak mereka yang lagi terlelap. Satu dua hingga beberapa kali saat kami membagikan makanan anak-anak mereka akan menerimanya dengan begitu girang, sama seperti ekspresi anak-anak kecil kebanyakan yang hanya tau senang ketika mendapat sesuatu yang membahagiakan dan menangis saat mereka “terluka”. Mereka berjuang dalam kerasnya kehidupan jalanan, membelah kemacetan kota, menerjang dinginnya malam, dan terus bergerak demi untuk memastikan ada sesuap nasi yang bisa mereka nikmati setiap harinya untuk menyambung hidup.

Pernah pula kami menemui pemulung yang tidak membawa gerobak, melainkan memikul karung yang berisi hasil dari memulung. Berjalan dengan kaki telanjang di tengah dinginnya malam. Mereka menggunakan masker dari pasangan calon walkot yang berbeda, peduli apa mereka dengan paslon walkot tersebut? Yang mereka perjuangkan adalah menjemput rejeki untuk tetap bisa menyambung hidup. Saat kami berikan masing-masing satu kotak makanan tak hentinya doa-doa baik mereka rapalkan, lalu kemudian berselang beberapa detik mereka melipir mencari tempat lapang untuk menyantap makanan yang diterimanya.

Tak jarang pula kami melihat mereka yang duduk di trotoar jalan dengan tatapan nanar, beristirahat setelah berjalanan seharian mencari sesuatu yang dianggap sampah oleh orang lain menjadi sesuatu yang bisa bernilai jual bagi mereka. Ada pula yang sedang duduk sambil makan sepotong kue, mengambil sedikit demi sedikit kue yang ada di genggaman mereka. Memasukkannya ke dalam mulut demi untuk mengganjal perut mereka yang kelaparan.

Salah satu hal yang mengiris-ngiris hati ketika melihat anak usia batita yang masih ngedot harus tidur di pangkuan ibunya di trotoar jalan tepat di samping gerobak. Sebagai seorang wanita dan seorang tante yang memiliki keponakan yang masih bayi, saya bisa merasakan “pedihnya” hati ibunya yang harus membawa serta anaknya untuk berjuang di jalanan. Ibu mana sih yang ingin melihat anaknya menderita? Tapi nyatanya banyak orang yang tidak mempunyai pilihan, garis kemiskinan  itu sistemik dan susah keluar dari lingkaran setan itu. Mereka juga berjuang keras untuk menjemput rejeki, namun nyatanya perjuangan keras mereka hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan makan untuk menyambung hidup saja. Pada akhirnya kerasnya kehidupan membuat mereka harus menyesuaikan diri untuk hidup dan tidur di mana saja.

Pernah sekali dua kali seseorang bertanya, apa yang kamu inginkan dari semua yang kamu lakukan ini? Tak panjang jawaban yang bisa kujawab, saya hanya mencari kelapangan dan kecukupan. Rasa cukup, rasa lapang, dan rasa tenang. Hal yang selalu saya dapatkan setiap kali berbagi dengan orang lain. Saya pun percaya segala hal baik yang terjadi dalam hidup saya dan keluarga tak terlepas dari banyaknya doa-doa baik yang melangit. Allah menyelipkan rasa lapang, rasa syukur, dan rasa tenang untuk saya dan keluarga di setiap waktu. Rasa yang tidak bisa dibeli dengan nominal berapapun. Begitupun dengan bala yang dihindarkan, itu karena banyaknya doa-doa baik yang melangit untuk saya. Thanks God.

Saya selalu percaya bahwa siapapun yang memudahkan urusan orang lain Allah pun akan memudahkan urusannya. Hal tersebut bekerja luar biasa dalam hidup saya. Setiap kali saya “tersandung” saya selalu mengambil jeda waktu untuk berfikir dan refleksi, apa yang salah? Barangkali ada rejeki orang yang tertahan di saya, barangkali ada satu dua kata dan perbuatan yang tak sengaja melukai orang lain, atau barangkali hubungan saya dengan Tuhan sedang tidak baik-baik saja. Sebuah momen refleksi yang membuat saya selalu belajar setiap waktu.

Dalam kondisi yang tidak selalu baik, hal yang bisa diusahakan selalu baik adalah pola pikir, pola tutur, dan pola tindakan kita. Bersama-sama berjuang untuk melakukan dan mendapatkan yang terbaik.

 

Selasa, 17 November 2020

Random Thoughts

Saat kita sibuk bertumbuh dan mengejar mimpi-mimpi kita, disadari atau tidak orang tua kita juga semakin menua. Entah karena faktor umur atau karena sudah terlalu sering bepergian, sekarang ngerasanya mau tinggal dan bekerja di Makassar aja biar bisa dekat dengan orangtua dan keluarga. Terkadang sekali dua kali muncul pikiran "apa sih yang sebenarnya saya kejar, apa sih yang sebenarnya saya cari", pada akhirnya keluarga adalah tempat kembali. Pada akhirnya semua yang diusahakan selama ini semata-mata tak jauh dari membahagiakan diri sendiri, orang tua, dan keluarga.

Jika dulunya sering nekat untuk kemana-mana bahkan dalam jangka waktu yang lama, sekarang mau keluar kota dalam waktu beberapa hari aja kadang mikir "pergi gak ya"? Apalagi jika tempat tersebut jaringannya tidak stabil, selalu saja ada kekhawatiran aneh-aneh yang menyelinap masuk ke dalam pikiran. At the end of the day kita akan sampai di tahap pengambilan keputusan akan mempertimbangkan faktor kondisi keluarga. 

Benar-benar waktu berlalu begitu cepat, melesat bagai anak panah, membuat kondisi berubah sedemikian cepatnya. Benar adanya bahwa setiap orang ada masanya, masa-masa berjaya dan nekat melakukan banyak hal tanpa banyak pertimbangan, hingga memasuki masa di mana segala hal dipertimbangkan dengan begitu matang, meminimalisir segala risiko yang mungkin terjadi. Baru sekarang menyadari kenapa kebanyakan orang tua begitu protektif kepada anaknya, ternyata rasanya seperti ini ya. Rasa yang tidak bisa dijelaskan dengan kata, cukup dirasakan dengan rasa.


Senin, 16 November 2020

Milad 27 MPAS Maestro


 

Selamat ulang tahun yang ke-27 Maestroku. Tempatku bertumbuh dan berproses selama 10 tahun terakhir. Beragam pengalaman saya dapatkan sejak awal bergabung di Maestro hingga kini. Beragam pelajaran pula yang saya pelajari. Berbagai macam orang dengan karakter yang unik telah saya temui. Waktu 10 tahun berproses di Maestro cukup banyak membentuk pola pikir dan pola tindakan saya.

Maestro adalah salah satu tempat yang benar-benar membentuk saya hingga kini menjadi seseorang yang mampu bertahan dalam berbagai situasi dan kondisi. Tempatku merasa selalu diterima sejauh apapun saya telah pergi, seburuk apapun kondisi saya, sekering apapun kondisi dompet saya, tempat saya merasakan kondisi sangat aman untuk menjadi diri sendiri tanpa harus khawatir akan sebuah justifikasi. “Rumah” yang selalu menjadi tempat kembali bagi banyak maestroner.

Setelah beberapa tahun terakhir tidak pernah lagi bergabung dalam kegiatan milad karena sedang tidak berada di Makassar, akhirnya kemarin bisa kembali bergabung. Milad eksternal dengan konsep outdoor dihadiri banyak sekali orang, dari para anggota Maestro hingga anak-anak lembaga kemahasiswaan di FBS. Ngecamp di hutan pinus yang family friendly, jadi senior-senior yang sudah berkeluarga dan memiliki anak bisa membawa anaknya sekalian untuk ikutan milad. Ada hal yang “unik” dalam milad kemarin. Jika selama ini kami selalu mengadakan kegiatan outdoor yang jauh dari peradaban dan mesti ditempuh dengan berjalan kaki berjam-jam, namun kali ini berbeda. Milad diadakan di tempat camp yang sangat mudah dijangkau, turun dari kendaraan sudah bisa langsung masuk ke tenda. Sebuah metamorfosa kehidupan, orang-orang yang dulunya kuat mendaki hingga ke luar pulau Sulawesi sekarang sudah mulai “rapuh” dan akan mencari pilihan-pilihan yang tidak harus berjalan jauh lagi hahaha.

Salah satu hal yang membuat selalu kagum dengan para anggota-anggota maestro adalah loyalitas yang tiada akhir. Bahkan setelah berkeluarga, punya anak, bekerja, dan sibuk dengan dunianya masing-masing para anggota akan selalu menyempatkan hadir di kegiatan-kegiatan Maestro. Kata salah seorang senior “27 tahun Maestro berkiprah dengan berbagai kondisi yang telah kita lewati bersama yang tentu saja tidak selalu mudah”, hal tersebut yang membuat hubungan emosional kami terbentuk dengan begitu kuat. Sehingga setiap ada kegiatan kita akan selalu meluangkan waktu untuk hadir. Setiap ada seseorang yang “bermasalah” kita akan selalu hadir sebagai support system.

Kegiatan kemarin di konsep dengan begitu baik oleh para satgas (satuan tugas) yang jumlahnya tidak seberapa. Mulai dari kegiatan puncak perayaan milad, lomba masak, lomba memanah, hingga outbound. Semua menikmati kegiatan yang disajikan oleh panitia. Meski pada hari kedua hujan mengguyur daerah Bissoloro (lokasi ngecamp) dengan begitu derasnya. Kami yang sudah hendak bersiap-siap untuk pulang kembali masuk ke tenda masing-masing untuk tidur.

Di tengah keseruan acara milad kemarin, drama-drama perjalanan pun tak bisa dihindari. Saya menuliskan cerita perjalanan kemarin sebagai sebuah catatan sejarah kehidupan saya pribadi untuk dikenang. Kami berencana balik ke Makassar pukul 16.00 sore. Rombongan yang naik mobil pribadi dan motor berangkat duluan. Tersisa dua mobil yakni mobil pick up untuk barang dan mobil tentara untuk penumpang.

Drama pertama terjadi saat mobil pick up yang seharusnya mengangkut barang-barang untuk kembali ke Makassar mengalami mogok karena kehujanan dan kedinginan. Mobil didorong maju mundur selama beberapa kali tapi tidak juga membuahkan hasil. Setelah sekian lama akhirnya mobilnya dibongkar dan diperbaiki, barulah sekitar pukul 20.00 mobil bisa kembali menyala. Barang-barang pun diangkut naik ke mobil dan kami para penumpang naik ke mobil tentara yang telah disewa oleh panitia.

Drama kedua terjadi saat mobil pick up yang mengangkut barang-barang mengalami kendala, ban mobil tergelincir karena licin sehabis hujan sehingga ban mobil tersebut masuk ke dalam akar pohon. Semua anggota cowok turun untuk bergotong royong mengangkat mobil kembali ke jalur yang benar. Butuh waktu setengah jam lebih untuk membuat mobil pick up kembali ke jalan yang benar. Semua senang semua tenang. Tetapi perasaan senang tersebut tidak berlangsung lama, terjadi lagi drama ketiga.

Drama ketiga terjadi saat semua penumpang mobil tentara disuruh turun jalan kaki menuju ke pintu gerbang masuk, hal tersebut disebabkan oleh licinnya jalan yang dikhawatirkan dapat membahayaka penumpang dan mobil. Jadi opsi satu-satunya hanyalah jalan. Jalan dalam gelap malam di tengah jalanan yang licin dan penuh lumpur. Kurang dari 15 menit kami sudah tiba di gerbang masuk. Kami menunggu cukup lama sekitar setengah jam lebih, ternyata mobil tentara yang kami tumpangi mengalami kendala nyangkut di pohon. Semua kembali bergotong royong untuk membuat mobil tersebut jalan lagi dan bisa mengangkut kami dengan selamat. Tak lama kemudian mobil tersebut sudah berada di pintu gerbang. Kami melanjutkan perjalanan menuju ke Makassar. Baru beberapa menit mobilnya jalan, di tikungan menurun kami papasan dengan mobil yang datang dari bawah dan tidak memungkinkan untuk bisa jalan, harus ada salah satu yang mengalah. Mobil yang berasal dari bawah tersebut mengalah untuk mundur yang ternyata tidak cukup membantu. Setelah itu turunlah pak ketua untuk memberikan arahan kepada dua mobil yang berpapasan tersebut, sehingga ditemukan titik terang yang membuat kami bisa kembali melanjutkan perjalanan. Sekadar informasi, saat mobil kami berpapasan kami bisa menikmati keindahan kerlap kerlip Kota Makassar yang artinya kita berada di ketinggian dan kanan kiri jurang. Supirnya salah prediksi aja kami bisa terjun bebas ke jurang. Alhamdulillah Allah masih meridhoi perjalanan kami dan menganugerahkan kami keselamatan.

Mobil pun melaju menuju ke Makassar. Tak ada posisi enak dan nyaman di mobil. Tempat duduk yang terbuat dari susunan kayu dan sandaran yang begitu keras membuat pantat dan punggung kami sakit, belum lagi terpaan angin yang begitu kencang karena gorden mobil tidak ditutup, membuat kami sama sekali tidak merasakan kenyamanan. Tak tahan dengan dinginnya angina saya meminta salah seorang anggota untuk menutup tirai mobil, barulah setelah itu ada sedikit kenyamanan meski pantat dan punggung masih aja sakit. Sekadar gambaran, mobil tentara yang kami tumpangi adalah semacam mobil truk yang memiliki tempat duduk. Jadi kebayang kan bagaimana kondisinya hahaha. Pukul 22.30 kami tiba di kampus dengan selamat menyisakan kenangan berbagai drama.

Saya kemudian menyadari kenapa saya begitu menormalisasi sebuah kenyataan yang terkadang meleset jauh dari rencana karena saya sudah terlatih di Maestro. Rencana seindah apapun akan selalu memberikan kita kejutan-kejutan kenyataan yang tidak pernah kita perkirakan sebelumnya. Kita hanya butuh untuk lebih legowo dan berbesar hati menerima segala hal yang tidak sesuai yang kita rencanakan dan inginkan.   

Makassar 16 November 2020

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...