Selamat ulang tahun
yang ke-27 Maestroku. Tempatku bertumbuh dan berproses selama 10 tahun
terakhir. Beragam pengalaman saya dapatkan sejak awal bergabung di Maestro
hingga kini. Beragam pelajaran pula yang saya pelajari. Berbagai macam orang
dengan karakter yang unik telah saya temui. Waktu 10 tahun berproses di Maestro
cukup banyak membentuk pola pikir dan pola tindakan saya.
Maestro adalah salah
satu tempat yang benar-benar membentuk saya hingga kini menjadi seseorang yang
mampu bertahan dalam berbagai situasi dan kondisi. Tempatku merasa selalu
diterima sejauh apapun saya telah pergi, seburuk apapun kondisi saya, sekering apapun
kondisi dompet saya, tempat saya merasakan kondisi sangat aman untuk menjadi
diri sendiri tanpa harus khawatir akan sebuah justifikasi. “Rumah” yang selalu
menjadi tempat kembali bagi banyak maestroner.
Setelah beberapa tahun
terakhir tidak pernah lagi bergabung dalam kegiatan milad karena sedang tidak
berada di Makassar, akhirnya kemarin bisa kembali bergabung. Milad eksternal
dengan konsep outdoor dihadiri banyak sekali orang, dari para anggota Maestro
hingga anak-anak lembaga kemahasiswaan di FBS. Ngecamp di hutan pinus yang family friendly, jadi senior-senior yang
sudah berkeluarga dan memiliki anak bisa membawa anaknya sekalian untuk ikutan
milad. Ada hal yang “unik” dalam milad kemarin. Jika selama ini kami selalu
mengadakan kegiatan outdoor yang jauh
dari peradaban dan mesti ditempuh dengan berjalan kaki berjam-jam, namun kali
ini berbeda. Milad diadakan di tempat camp yang sangat mudah dijangkau, turun
dari kendaraan sudah bisa langsung masuk ke tenda. Sebuah metamorfosa
kehidupan, orang-orang yang dulunya kuat mendaki hingga ke luar pulau Sulawesi
sekarang sudah mulai “rapuh” dan akan mencari pilihan-pilihan yang tidak harus
berjalan jauh lagi hahaha.
Salah satu hal yang membuat
selalu kagum dengan para anggota-anggota maestro adalah loyalitas yang tiada
akhir. Bahkan setelah berkeluarga, punya anak, bekerja, dan sibuk dengan
dunianya masing-masing para anggota akan selalu menyempatkan hadir di kegiatan-kegiatan
Maestro. Kata salah seorang senior “27 tahun Maestro berkiprah dengan berbagai
kondisi yang telah kita lewati bersama yang tentu saja tidak selalu mudah”, hal
tersebut yang membuat hubungan emosional kami terbentuk dengan begitu kuat. Sehingga
setiap ada kegiatan kita akan selalu meluangkan waktu untuk hadir. Setiap ada
seseorang yang “bermasalah” kita akan selalu hadir sebagai support system.
Kegiatan kemarin di konsep
dengan begitu baik oleh para satgas (satuan tugas) yang jumlahnya tidak
seberapa. Mulai dari kegiatan puncak perayaan milad, lomba masak, lomba
memanah, hingga outbound. Semua
menikmati kegiatan yang disajikan oleh panitia. Meski pada hari kedua hujan
mengguyur daerah Bissoloro (lokasi ngecamp) dengan begitu derasnya. Kami yang
sudah hendak bersiap-siap untuk pulang kembali masuk ke tenda masing-masing
untuk tidur.
Di tengah keseruan
acara milad kemarin, drama-drama perjalanan pun tak bisa dihindari. Saya
menuliskan cerita perjalanan kemarin sebagai sebuah catatan sejarah kehidupan
saya pribadi untuk dikenang. Kami berencana balik ke Makassar pukul 16.00 sore.
Rombongan yang naik mobil pribadi dan motor berangkat duluan. Tersisa dua mobil
yakni mobil pick up untuk barang dan
mobil tentara untuk penumpang.
Drama pertama terjadi
saat mobil pick up yang seharusnya
mengangkut barang-barang untuk kembali ke Makassar mengalami mogok karena
kehujanan dan kedinginan. Mobil didorong maju mundur selama beberapa kali tapi
tidak juga membuahkan hasil. Setelah sekian lama akhirnya mobilnya dibongkar
dan diperbaiki, barulah sekitar pukul 20.00 mobil bisa kembali menyala. Barang-barang
pun diangkut naik ke mobil dan kami para penumpang naik ke mobil tentara yang
telah disewa oleh panitia.
Drama kedua terjadi
saat mobil pick up yang mengangkut barang-barang mengalami kendala, ban mobil
tergelincir karena licin sehabis hujan sehingga ban mobil tersebut masuk ke
dalam akar pohon. Semua anggota cowok turun untuk bergotong royong mengangkat
mobil kembali ke jalur yang benar. Butuh waktu setengah jam lebih untuk membuat
mobil pick up kembali ke jalan yang
benar. Semua senang semua tenang. Tetapi perasaan senang tersebut tidak
berlangsung lama, terjadi lagi drama ketiga.
Drama ketiga terjadi
saat semua penumpang mobil tentara disuruh turun jalan kaki menuju ke pintu
gerbang masuk, hal tersebut disebabkan oleh licinnya jalan yang dikhawatirkan
dapat membahayaka penumpang dan mobil. Jadi opsi satu-satunya hanyalah jalan. Jalan
dalam gelap malam di tengah jalanan yang licin dan penuh lumpur. Kurang dari 15
menit kami sudah tiba di gerbang masuk. Kami menunggu cukup lama sekitar setengah
jam lebih, ternyata mobil tentara yang kami tumpangi mengalami kendala nyangkut
di pohon. Semua kembali bergotong royong untuk membuat mobil tersebut jalan
lagi dan bisa mengangkut kami dengan selamat. Tak lama kemudian mobil tersebut
sudah berada di pintu gerbang. Kami melanjutkan perjalanan menuju ke Makassar. Baru
beberapa menit mobilnya jalan, di tikungan menurun kami papasan dengan mobil
yang datang dari bawah dan tidak memungkinkan untuk bisa jalan, harus ada salah
satu yang mengalah. Mobil yang berasal dari bawah tersebut mengalah untuk
mundur yang ternyata tidak cukup membantu. Setelah itu turunlah pak ketua untuk
memberikan arahan kepada dua mobil yang berpapasan tersebut, sehingga ditemukan
titik terang yang membuat kami bisa kembali melanjutkan perjalanan. Sekadar informasi,
saat mobil kami berpapasan kami bisa menikmati keindahan kerlap kerlip Kota
Makassar yang artinya kita berada di ketinggian dan kanan kiri jurang. Supirnya
salah prediksi aja kami bisa terjun bebas ke jurang. Alhamdulillah Allah masih
meridhoi perjalanan kami dan menganugerahkan kami keselamatan.
Mobil pun melaju menuju
ke Makassar. Tak ada posisi enak dan nyaman di mobil. Tempat duduk yang terbuat
dari susunan kayu dan sandaran yang begitu keras membuat pantat dan punggung
kami sakit, belum lagi terpaan angin yang begitu kencang karena gorden mobil
tidak ditutup, membuat kami sama sekali tidak merasakan kenyamanan. Tak tahan
dengan dinginnya angina saya meminta salah seorang anggota untuk menutup tirai
mobil, barulah setelah itu ada sedikit kenyamanan meski pantat dan punggung
masih aja sakit. Sekadar gambaran, mobil tentara yang kami tumpangi adalah
semacam mobil truk yang memiliki tempat duduk. Jadi kebayang kan bagaimana
kondisinya hahaha. Pukul 22.30 kami tiba di kampus dengan selamat menyisakan
kenangan berbagai drama.
Saya kemudian menyadari
kenapa saya begitu menormalisasi sebuah kenyataan yang terkadang meleset jauh
dari rencana karena saya sudah terlatih di Maestro. Rencana seindah apapun akan
selalu memberikan kita kejutan-kejutan kenyataan yang tidak pernah kita
perkirakan sebelumnya. Kita hanya butuh untuk lebih legowo dan berbesar hati
menerima segala hal yang tidak sesuai yang kita rencanakan dan inginkan.
Makassar 16 November
2020