Akan
ada satu masa dimana seseorang akan mendapatkan pelajaran dari sebuah
peristiwa.
"Gak usah itu ma, dia suka selfie".
Sepenggal kalimat yamg kucuri dengar saat temanku lagi mengobrol dengan
seseorang dibalik telefon genggamnya, belakangan kutau seseorang yang berada
dibalik telefon di ujung sana adalah ibunya, obrolan mereka seputar pencarian
wanita untuk menjadi istri bagi kakak temanku, anak laki-laki dari ibunya.
Saya
langsung tersentak, yeah. Saya sudah menjelang umur 27 tahun. Saya masih sering
mengunggah sesuatu yang kurang begitu bermanfaat, hanya untuk sekedar
memamerkan bejibunnya kegiatan yang kulakukan, tapi kutak pernah berfikir
mungkin saja dibalik unggahan-unggahanku itu ada yang menaruh penilaian, dan
penilaian tak selalu baik, kadangkala juga penilaian buruk yang selalu
menghujani.
Setelah
kurunut lagi, beberapa kali saya pernah mendaftar entah itu kegiatan
volunteering atau sesuatu yang bergerak dalam dunia profesional, beberapa dari
mereka mempersyaratkan penulisan akun sosial media. Dan pernah sekali waktu saya
pernah mengobrol dengan temanku yang merupakan salah satu alumni pengajar muda
dan juga beberapa kali pernah menjadi tim rekruitmen, darinya kuketahui bahwa
beberapa penyelenggara sebuah event atau perusahaan akan mencari tau rekam
jejak si pendaftar melalui napak tilasnya di sosial media.
Saat
wawancara bisa jadi kita mempersembahkan usaha terbaik kita, namun keseharian
kita bisa tercermin dari sosial media, dari rekam jejak digital kita. Pernah
suatu ketika saya menyaksikan sebuah video yang sarat akan makna, bercerita
tentang seorang wanita yang mendaftar beasiswa, pada saat proses wawancara dan
segala macamnya penilaian assessor begitu baik hingga dia layak untuk
dipertimbangkan lulus, namun saat assessor menelusuri rekam jejak sosial
medianya barulah terkuak peringai buruk sang pendaftar, dan hal tersebut yang
menjadikan dia tidak diluluskan, meski semua proses yang dia lewati berjalan
lancar.
Dan
banyak lagi cerita mengenai rekam jejak di sosial media yang tak sedikit
memberikan dampak yang merugikan bagi si empu tulisan tersebut. Kemudian menjadi
self reminder untuk lebih selektif dan berhati-hati lagi untuk mengunggah
sesuatu di sosial media, karena bisa jadi ketika kita tersadar dan menghapusnya
tapi tetap saja rekam jejak digital takkan pernah dihapus. Kalau dulu ada
analogi ucapan setajam pedang, hari ini analogi itu kemungkinan sudah berganti “jempol
kita adalah pedang”, yang bisa saja merugikan kita karena salah menggunakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar