Nilai bukan hanya berarti score
tapi juga value. Bukan hanya tentang angka tapi juga tentang makna.
Bisa
jadi, saya adalah salah satu mahasiswa yang cepat puas terhadap nilai. Waktu S1
dapat nilai B saja sudah sangat senang, yang penting mah lulus. Disaat teman-teman
yang lain belajar mati-matian untuk mendapat nilai A, saya masih anteng-anteng
saja belajar sambil berkegiatan diluar aktifitas akademik. Hingga nilai akhir
di IPK keluar 3.50. kurang 0,1 hingga mendapat predikat cumlaude. Namun apalah daya, bukankah hasil selalu berbanding lurus
dengan usaha? Alhamdulillah banget sih dapat nilai 3.50, setidaknya dalam
berbagai seleksi. Baik pekerjaan maupun beasiswa, bisalah masuk dalam
kualifikasi. Kuliah jalan, organisasi dan berkomunitas pun berjalan.
Sekarang,
saat mengecap pendidikan sedikit lebih tinggi. Tingkat kesulitan pun bertambah.
Apalagi kuliahnya di salah satu kampus idaman, pun juga kuliah hasil dari uang “pinjaman”
rakyat. Ada beban moril dan tanggung jawab besar yang mesti di emban. Tak bisa
lagi semena-mena dalam proses perkuliahan. Ada “hutang” yang harus dibayar
dengan prestasi dan kontribusi.
Niatnya,
saat duduk dibangku pascasarjana rasanya ingin vakum dari berbagai hal diluar
kampus, dan fokus belajar seperti mahasiswa kebanyakan. Belajar serius - dapat IPK tinggi - lulus cepat - dapat kerja. Tapi
yah, jiwa untuk terus berkegiatan diluar kegiatan akademik terus meronta-ronta.
Ya mau gimana lagi, harus dijalani dua-duanya. Belajar sekuat tenaga untuk
terus menyelaraskan antara keduanya tanpa melupakan tujuan utama. Kuliah adalah
prioritas, dengan tanggung jawab moril harapan jutaan rakyat Indonesia. Bagiku,
prestasi akademik dan IPK tinggi itu penting, tapi berkegiatan non akademik pun
tak kalah pentingnya.
Suatu
saat nanti, yang akan membantu pasca kuliah adalah jaringan pertemanan yang dibangun
ketika proses perkuliahan, yang akan sangat bermanfaat dalam dunia kerja
nantinya adalah pengalaman. Dan pengalaman tidak sepenuhnya didapatkan didalam
ruang perkuliahan, tapi banyak didapatkan diluar kelas. Kelak yang akan
terceritakan adalah pelajaran kehidupan, bukan prosses belajar mengajar di
kelas. Pelajaran akademik hanya sepersekian persen yang digunakan di dalam
dunia kerja, IPK tinggi hanya akan menjadi bobot penilaian dalam formalitas
penerimaan seleksi baik kerja maupun beasiswa. Tapi setelah itu yang memberikan
kontribusi besar adalah pengalaman nyata, bukan hanya teoritis.
Semoga
mampu menyeleraskan keduanya, sehat-sehat terus untuk menjalankan keduanya
dengan maksimal, belajar untuk memanajemeni waktu dan semoga mampu menyanggah
cibiran kaum sinisme dengan prestasi akademik dan non akademik yang terbaik.
Semoga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar